Sabtu, Februari 23

BELAJAR KETERAMPILAN MOTORIK



Oleh: Jumadi Tuasikal

           Keterampilan Motorik dapat didefenisikan sebagai keterampilan gerak seseorang dari hasil belajar, kemampuan motorik banyak diwarnai bawaan, Pembelajaran keterampilan motorik telah memainkan peranan yang besar didalam sejarah manusia. Pembelajaran keterampilan motorik ( motorik skill learning ) mengacu kepada semua kegiatan dimana proses pembelajaran menghendaki suatu urutan respon motorik (gerak tubuh).
            Kadang-kadang istilah perceptual motor skill digunakan untuk menjelaskan fakta bahwa pembelajaran jenis ini memerlukan koordinasi stimulus yang datang dengan respon motorik. Contoh yang paling jelas untuk ini adalah mengendarai mobil, pada saat mengendarai mobil kita harus mengkoordinasikan antara yang dilihat dan yang dilakukan. Isilah motor skill dan perceptual motor skill ini sering digunakan secara bergantian, karena maknanya sering dianggap sama, Studi tentangpembelajaran motorik skill (keterampilan motorik) membedakan keterampilan tersebut atas dua jenis. Pertama adalah motor skill yang menghendaki gerak terus – menerus (continous response), dan kedua adalah keterampilan yang dilakukan dengan interval atau jarak antara setiap respon.

1.      Karakteristik Belajar Keterampilan Motorik
                        Ada empat elemen mendasar dari penampilan keterampilan, yaitu: melibatkan urutan respon motor, memerlukan koordinasi dari input persepsi dengan tanggapan motor, melibatkan suatu urutan terorganisir tanggapan dan sangat bergantung pada umpan balik.
1.    Urutan respon
Setiap respon berfungsi sebagai stimulus untuk respon berikutnya dan  terdiri dari urutan tanggapan. Sebagai urutan, respon menjadi terorganisasi, tidak hanya sekedar suatu urutan respon saja tetapi menjadi urutan yang memiliki pola terstruktur.
2.    Persepsi koordinasi motorik
Keterampilan motorik biasanya melibatkan koordinasi input persepsi dengan tanggapan motor. Dalam hal ini semua gerakan dilakukan dengan mengkoordinasikan dengan stimulus yang datang. Koordinasi perseptual dengan aktivitas motor mudah terlihat dalam olahraga seperti tenis, baseball, dan basket.
3.    Pengorganisasian respon
Penampilan keterampilan ketiga yaitu bahwa urutan tanggapan harus diorganisir ke dalam pola respon. Organisasi atau pola kegiatan penampilan tersebut melibatkan kedua faktor temporal (sementara) dan spasial (berjarak).
4.    Umpan balik
Keterampilan motorik sangat tergantung pada umpan balik intrinsik. Umpan balik intrinsik mengacu pada fakta bahwa respons menghasilkan rangsangan yang memiliki konsekuensi untuk tanggapan berikutnya. Dengan demikian, umpan balik intrinsik adalah fitur dasar belajar keterampilan motorik.

2.      Tahap-Tahap Belajar Keterampilan Motorik
                        Ahli Psikologi membedakan tiga tahap didalam pembelajaran keterampilan motorik. Pertama adalah fase awal atau fase kognitif, kedua fase fixsation atau fase asosiatif dan ketiga fase akhir atau fase autonomous.
1.    Tahap Kognitif
Selama fase ini pembelajar harus paham tentang apa yang dipelajari, nah dalam hal ini dapat digunakan dengan bahasa verbal dan demonstrasikan. Contohnya saja untuk mempelajari tarian maka instruktur harus mengajarkan dulu tahapnya secara verbal kemudian melakukan demonstrasi tahap per tahap.
2.    Tahap Asosiasi
Pada tahap asosiatif, respon yang dipelajari berasoiasi dengan kunci (cues), dan respon-respon menjadi terintegrasi sebagai suatu rantai yang sangat efisien. Tahap ini sangat mirip dengan tahap asosiatif pada belajar verbal, karena intinya sama-sama asosiatif.


3.    Tahap Autonomous
Pada tahap ini tampilan keterampilan motorik menjadi lebih efisien sehingga dapat dilakukan secara otomatis. Pada fase ini orang bisa melakukan dua kegiatan secara bersamaan, contohnya mengetik sambil mengobrol.

3.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar Keterampilan Motorik
            Seperti jenis pembelajaran yang lain, pembelajaran ketrampilan motorik tergantung pada karakteristik  tugas dan karakteristik pelajar. faktor-faktor yang sangat mempengaruhi pembelajaran motor yaitu;
1.    Umpan balik
        Umpan balik merupakan faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelajaran keterampilan motorik. Umpan balik ekstrinsik mengacu pada informasi yang diberikan peserta didik tentang penampilannya di percobaan yang diberikan. Umpan balik ekstrinsik sering disebut sebagai pengetahuan hasil.
        Secara umum, umpan balik intrinsik mengacu pada umpan balik yang diperoleh dari pengalaman langsung dan tindakan. Sebaliknya, umpan balik ekstrinsik mengacu pada informasi yang disediakan oleh orang lain atau oleh perangkat tertentu. Komentar ekstrinsik dapat berupa informasi kualitatif. Sebaliknya, umpan balik dapat berupa informasi kuantitatif. Umpan balik memiliki dua sifat : pertama, umpan balik memiliki informasi pada organisme, yang memungkinkan dia melakukan keterampilan mengarah pada tujuan yang diinginkan. Kedua, umpan balik dapat memiliki sifat memperkuat, dalam hal ini berfungsi sebagai reward terhadap kinerja.
        Pentingnya umpan balik sebagai variabel penting dalam mempengaruhi kinerja. Secara intuitif, mudah untuk melihat mengapa umpan balik ini sangat penting untuk perbaikan. Manusia mencapai kinerja yang unggul pada tugas-tugas belajar motor ketika mereka diberi informasi kuantitatif tentang kinerja mereka.
2.    Distribusi praktek
        Praktek yang didistribusikan mengacu pada pengenalan interval selama proses pemerolehan keterampilan, sedangkan istilah massed practice mengacu pada kinerja yang berkelanjutan. Praktek terdistribusi merupakan faktor penting dalam belajar motorik dan aturan umum adalah bahwa praktek lebih memudahkan dalam perolehan keterampilan motorik.
3.    Stres dan kelelahan
        Baik stres dan kelelahan menghasilkan penurunan dalam kinerja  keterampilan motorik. Stres mengacu pada keadaan organisme biasanya ditandai sebagai motivasi dan / atau emosional. Dalam definisi kedua, stres mengacu pada tuntutan tugas yang dibuat atas individu. Arti kedua ini kadang-kadang disebut informasi yang berlebihan. Bila jumlah stres meningkat, keterampilan motorik juga meningkat sampai pada titik optimal yang bila dilewati menghasilkan penurunan kinerja.

4.      Teori Pembelajaran Motorik
                        Secara tradisional pembelajaran motorik dipandang sebagai proses yang identik dengan pembelajaran instrumental. Pandangan ini berdasarkan pada pandangan yang berasal dari Thondike, yang memandang bahwa karakteristik pembelajaran motorik sama dengan pembelajaran instrumental, tergantung pada hukum pengaruh klasik. Pembelajaran motorik menghendaki sipelajar membuat serangkaian respon gerak yang terpisah -pisah, yang masing- masingnya diikuti oleh penguatan yang dalam bentuk ilmu pengetahuan atau feedback.
                        Namun perkembangan akhir -akhir ini memandang bahwa pembelajaran motorik lebih dari sekedar pembelajaran instrumental. Pembelajaran motorik menekankan pada karakter pemecahan masalah (problem solving) dan proses kognitif. Salah seorang pengembang teori ini adalah Jack Adam. Ia memandang bahwa pembelajaran motorik dapat dipandang sebagai sebuah proses pemecahan masalah, sebuah teori yang mengandung elemen S – R ( stimulus – response ) dan konsepsi kognitif pembelajaran. Bentuk yang paling penting dari teori ini adalah close loop. Close loop adalah bahwa respon terhadap suatu system memberikan balikan pada system, kemudian membuat system tersebut menjadi self – regulating ( mengatur sendiri ).

5.      Beberapa Prinsip Praktis
1.    Memahami tugas
Pada permulaan belajar keterampilan tujuan awal Anda adalah untuk memahami apa yang dibutuhkan. Berikut tugas Anda adalah memverbalisasi tentang keterampilan, mencoba untuk mengidentifikasi bagian-bagian komponennya.
2.    Praktek pada komponen tertentu
Dengan meningkatnya kompleksitas tugas, Anda harus fokus latihan pada komponen tertentu dari tugas. Secara umum, di mana tugas motorik sederhana, mungkin langsung dipraktekkan secara keseluruhan.
3.    Mendapatkan umpan balik
Pentingnya umpan balik adalah bahwa hal itu memungkinkan Anda untuk mengevaluasi kinerja Anda dengan membandingkannya terhadap standar tertentu.
4.    Praktek di bawah kondisi bervariasi
Praktek dalam keadaan bervariasi memfasilitasi kinerja motor. Untuk alasan ini, konteks bervariasi dalam pelatihan membantu kinerja Anda beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang potensial.
5.    Mempertahankan Latihan
Kemahiran dalam keterampilan jelas membutuhkan latihan yang berkelanjutan. ini adalah praktek dalam hubungannya dengan pemahaman tujuan keterampilan, mengamati kinerja terampil dan mendapatkan umpan balik yang sangat penting dan di lakukan terus menerus.

Reference:
Ellis, Henry C. 1978. Foundamentals Of  Human  Learning, Memory and Cognition (second Edition). Iowa: Wm. C. Brown Company Publisher.

Senin, Februari 4

BELAJAR PEMBIASAAN

Oleh: Jumadi Mori Salam Tuasikal


A.  Pendahuluan
                   Para psikolog menyepakati bahwa bentuk belajar yang paling sederhana adalah pembiasaan (conditioning), pembiasaan sebagai sebuah bentuk pembelajaran, yang telah diamati dalam organisme yang lebih rendah dari manusia, merupakan bentuk yang paling dasar dari proses belajar dari pada  pembelajaran konsep, berpikir dan pemecahan masalah. Dalam memahami pembiasaan membutuhkan asumsi dan prinsip yang lebih sedikit dibandingkan dengan fenomena yang lebih kompleks seperti memori, pembelajaran konsep dan berpikir. Sebaliknya pengaruhnya adalah dalam memahami pembelajaran manusia yang lebih kompleks membutuhkan penambahan prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam belajar tentang pembiasaan.

B. Pembiasaan dan Pembelajaran Manusia
Menurut Dalyono (2010: 227) belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Tujuannya agar manusia memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif, dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu.
Menurut Aminuddin (2010) pembiasan adalah proses pembelajaran yang berlangsung dengan jaan membiasakan anak didik untuk bertingkah laku, berbicara, berfikir dan melakukan aktivitas tertentu menurut kebiasaan yang baik.
Pembiasaan dalam pembelajaran memiliki peranan yang penting karena setiap pengetahuan atau tingkah laku yang  diperoleh dengan pembiasaan akan sangat sulit mengubah atau menghilangkannya sehingga cara ini amat berguna dalam mendidik anak. Penanaman kebiasaan pada diri seorang anak (peserta didik) mengupayakan suatu tindakan agar tebiasa melakukannya, sehingga terkadang anak tidak menyadari apa yang dilakukan nya karena sudah menjadi kebiasaan.
Tujuan belajar pembiasaan ini adalah agar peserta didik memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih baru yang tepat dan positif  dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Dengan kata lain, selaras dengan norma-norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religious maupun tradisional dan cultural.

C. Prosedur Dasar Pembiasaan
     1.  Classical Conditioning (Pengkondisian Klasik)
          Classical Conditioning merupakan pengkondisian klasik yang mengacu pada satu set prosedur pelatihan di mana satu rangsangan yang datang untuk menggantikan yang lain dalam membangkitkan respons. Prosedur ini dikembangkan oleh Pavlov dalam sebuah laboratorium terhadap anjing yang diikat dalam kandangnya, kandang tersebut disediakan lubang kecil untuk mengecek air liur, sehingga dapat dikumpulkan dan dapat diamati. Eksperimen dilakukan tanpa dilihat oleh hewan dengan membunyikan garpu tala. Kemudian ditampilkan bubuk makanan kepada binatang itu. Dengan melihat makanan tersebut, secara otomatis binatang tersebut menanggapinya dengan air liurnya. Sedangkan suara garpu tala tidak mendapatkan respon oleh binatang tersebut.  Eksperimen ini dilakukan berulang-ulang, dan dengan adanya makanan tersebut, hewan tersebut selalu mengeluarkan air liurnya. Kemudian dibunyikan garpu, tanpa disuguhkan makanan dan anjing tetap mengeluarkan air liur.
          Dengan demikian peristiwa yang pada awalnya netral, suara, diperoleh kapasitas untuk memperoleh tanggapan berdasarkan yang dipasangkan dengan makanan bubuk. Pavlov menyebutkan makanan sebagai stimulus yang tak terkondisi (Uncondotional Stimulus) atau UCS, bunyi garpu sebagai stimulus yang terkondisi (Condotional Stimulus) atau CS. Respon yang dikeluarkan berupa air liur saat disuguhkan makanan dinamakan sebagai respon yang tak terkondisi (Unconditional Response) atau CR, dan respon air liur yang dikeluarkan dengan hanya stimulus bunyi garpu sebagai respon terkondisi (Conditional Response) atau CR.
         
          Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing tersebut menghasilkan hukum-hukum  belajar, diantaranya :
a.    Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b.    Law of Respondent Extinction  yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

          Teori pembiasaan klasik ini juga diartikan sebagai sebuah prosedur penciptaan refleks. Artinya, apabila stimlus yang diadakan selalu disertai dengan stimulus penguat, stimulus tadi akan cepat atau lambat menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki, sesuai respons yang dipelajari itu sendiri.

     2.  Operant or Instrumental Conditioning (Pembiasaan Operant atau Instrumental)
          Bentuk pembiasaan kedua yaitu pembiasaan operant atau instrumental atau disebut dengan pembelajaran instrumental. Bentuk pembiasaan instrumental atau operant ini berkaitan dengan tingkah laku yang didukung dengan penguatan. Lebih lanjut menurut Pavlov bahwa organisme relatif pasif. Sehingga eksperimennya yang  bisa memutuskan kapan harus melaksanakan rangsangan dan menunggu respons dari organisme.
          Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer merupakan stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak disengaja sebagai pasangan stimulus lainnya seperti classical conditioning.
          Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan naman Skinner Box. Peti sangkar ini terdiri atas dua macam komponen pokok, yaitu maniulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Maniulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri atas tombol, batang teruji, dan pengungkit.
          Dalam eksperimen ini mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkat dengan cara lari ke sana ke mari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dinding dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut emitted behavior atau tingkah laku yang terpancar, yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa mempedulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara kebetulan salah satu emitted behavior (Seperti cakaran kaki depan atau sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan dalam wadahnya. Butir-butir makanan yang muncul itu merupakan reinforcer bagi penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah disebut tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabilia diiringi dengan reinforcement, yakni penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan.
a.    Perbedaan Operant dan Instrumental Conditioning
     Perbedaan pada dasarnya adalah prosedur satu yang terletak pada cara di mana eksperimen yang diberikan selama pelatihan. Pengkondisian instrumental mengacu pada situasi di mana terdapat pemisahan percobaan. Sebuah percobaan selesai, subjek akan dihapus dari piranti, dan percobaan lain dimulai. Dengan demikian, kontrol eksperimen urutan atau cobaan. Berbeda dengan percobaan terpisah memeriksa prosedur, subjek mungkin diperbolehkan untuk menanggapi secara bebas, mengendalikan atau mengatur tingkat sendiri merespons.
b.    Variasi pada Pembiasaan Instrumental atau Operant
     Ada tiga variasi pada pembiasaan instrumental atau operant, yaitu ; cue present or not, reward or punishment, and respon produced or withheld (isyarat menyajikan atau bukan, penghargaan atau hukuman, dan respon memproduksi atau menahan). Pada model pertama menciptakan situasi yang mendatangkan diskriminasi, sehingga subjek akan berusahaa melakukan respon. Pada model kedua subjek diransang dengan adanya hadiah dan hukuman. Jika ia benar mendapatkan hadiah dan jika ia salah menerima hukuman. Sedangkan pada model ketiga, stimulus dilaksanakan dengan menghasilkan dan menahan respon. Jika respon ditahan maka subjek akan berusaha untuk tidak merespon.
c.    Pembiasaan Verbal Operant
     Prosedur operant juga telah ditetapkan pada pembiasaan verbal. Sebagai contoh, di labor diaturlah manusia sebagai objek. Subjek diminta untuk melahirkan respon dengan kategori kata-kata benda, kata kerja, kata sifat, atau kata ganti dan si pelaku eksperimen dengan leluasa mengemukakan sesuatu kata dan subjek untuk menentukan satu di antara tiga kategori yang tepat. Terbukti bahwa subjek yang siap akan melakukan kondisi verbal lebih cepat.
     Respon verbal dapat dikontrol dengan proses operant yang berimplikasi terhadap perilaku manusia, seperti perilaku verbal manusia memberikan penguatan terhadap suatu peristiwa.

         D.      Konsep Penguatan
Pembelajaran pengkondisian terdapat aspek penguatan (reinforcement). Dimana penguatan terdiri dari dua macam, yaitu: penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif merupakan penguatan yang diberikan untuk memperkuat respon yang ditampilkan. Contohnya adalah pemberian hadiah berupa benda berharga dan penghargaan  berupa pujian terhadap keberhasilan siswa. Penguatan negatif merupakan penguatan yang diberikan ketika respon yang salah telah diakhiri atau dihindari dengan tujuan untuk mengurangi respon salah bermakna negatif, bukan dikasih hukuman tetepi dengan tindakan tegas. Contohnya ketika siswa yang terlambat diminta untuk jangan mengulanginya lagi karena dapat merugikan siswa dalam proses belajar. Disaat prilaku negatif itu tidak terulang lagi berikan pujian dan sanjungan.
Berdasarkan sifat, penguatan yang bersifat primer dan sekunder. Penguatan primer yakni hal yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan fisik dan biologis. Sementara itu penguatan sekunder merujuk kepada kejadian yang penguatannya terasa sangat berperan sebagai hasil dari proses belajar.

E.      Prinsip Dasar Pembiasaan
                   Adapun prinsip dasar pembiasaan adalah sebagai berikut :
     1.       Acquisition (Perolehan). Pada pembiasaan operant, respon yang memperoleh penguatan akan menguat secara berangsur-angsur dan sebaliknya. Perolehan CR tergantung pada variabel selain jumlah CS-UCS dan penguatan. Pembiasaan klasik kekuatan CR bergantung pada intensitas CS dan UCS, dengan pembiasaan yang lebih tepat maka stimulus meningkat.
     2.       Extinction (Pemadaman). Pemadaman merupakan penurunan intensitas kekuatan respons dan semakin sering tidak terlihat sampai menghilang. Pada pembiasaan klasik pengulangan CS saja akan mengarahkan pada pengurangan kekuatan respon. Hal ini diilustrasikan perolehan dan pemahadaman CR. Pada percobaan yang mengurangi yang tidak memberikan penguatan, maka kekuatan CR semakin menurun. Sampai tidak ada sama sekali penguatan, maka kekuatan CR pun menjadi hilang sama sekali. Pada penguatan yang terjadi sebagian saja meningkat hambatan untuk pemadaman, prinsip ini sebagai pengaruh penguatan parsial.
     3.       Spontaneous Recovery (Pengembalian Spontan). Pengembalian spontan menunjukkan munculnya kembali respon yang telah mengalami pemadaman. Ini menunjukkan bahwa kecendrungan perilaku masih ada walaupun respons telah dihilangkan sebelumnya.
     4.       Generalization (Generalisasi). Belajar pada satu situasi atau konteks bisa digeneralisasikan pada konteks atau situasi yang lain, namun yang situasinya mirip. Dengan demikian prinsip dasarnya adalah bahwa suatu respon yang dipelajari pada sutua stimulus dan ada stimulus lain yang mirip dengan itu, maka akan menghasilkan respon yang sama.
     5.       Discrimination (Pembedaan). Proses pembelajaran untuk memberikan respon secara berbeda-beda terhadap stimulus yang mirip dinamakan dengan pembedaan stimulus. Proses ini merupakan bentuk dasar dari semua pembelajaran. Konsep pembiasaan dan pembedaan merupakan konsep belajar yang lebih kompleks. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembedaan stimulus antara lain, kemiripan, kekonsistenan dan dimensi kerelavansian. Semakin besar tingkat kemiripan semakin sulit orang membedakannya.
     6.       Differentiation (Perbedaan). Perbedaan adalah proses yang yang mirip dikuatkan secara berbeda. Dalam hal ini satu respons dikuatkan sementara respons yang lain dilemahkan. Proses perbedaan respons ini menegaskan bahwa respon bisa dibentuk atau lebih seksama dalam pembelajaran. Perbedaan respons seperti pada pembelajaran yang dilakukan berulang kali, yang mana kamu boleh gagal sebagai peringatan agar belajar secara teratur.

F. Penerapan Prinsip-Prinsip Pembiasaan
     1.  Conditioning Principles and Behaviour Therapy (Prinsip Pengaruh keadaan Dan Perilaku Therapy).
                   Pendekatan yang digunakan untuk prinsip pembiasaan diaplikasikan terhadap tingkah laku yang tidak terkendali atau menyimpang. Prinsip yang mendasari adalah bahwa perilaku yang tidak sehat diperoleh melalui pembiasaan. Sebagaimana tingkah laku yang benar diperoleh melalui pembiasaan, maka perilaku menyimpang pun tentunya diperoleh dari pembiasaan, yakni dari belajar.
             
     2.  Some Techniques of Behaviour Therapy (Beberapa Teknik Perilaku Therapy)
          a.       Systematic Desentisization. Kegiatan ini mencakup tiga kegiatan, yaitu ; klien di-training dalam suasana yang santai, kemudian diberikan stimulus yang menghasilkan ketegangan, terakhir klien dibiarkan rileks sampai akhirnya konselor dan klien bekerjasama dengan langkah-langkah itu untuk mengembalikan kenyamanan klien.
          b.       Implosion Therapy. Teknik ini hampi sama dengan teknik di atas, namun pada teknik ini klien diminta untuk membayangkan sebab yang membuatnya takut. Seperti membayangkan binatang buas atau berbisa. Karena tidak ada hukuman nyata dihadapannya, maka rasa takut diasumsikan akan mungkin berkurang sampai akhirnya lenyap sama sekali. Kemudian konselor akan membantu pasien kembali rileks.
          c.       Eversion Therapy. Teknik ini dilakukan dengan membangkitkan rasa antipati pasian terhadap sesuatu yang menyebabkan perilakunya menyimpang. Misalnya pada peminum alkohol, diberikan rangsangan sehingga membuatnya muak. Jadi tujuannya untuk memberikan respon negatif terhadap alcohol.
     3.  Conditioning Principles and Programmed Instruction (Prinsip Pengaruh keadaan dan Instruksi yang Diprogramkan)
                   Pemograman pengajaran adalah suatu cara menyajikan materi pelajaran kepada siswa-siswi secara bertahap. Kepada mereka disajikan informasi-informasi dan ditanya untuk merespons suatu persoalan atau masalah. Langkah ini dinamakan bingkai. Pada frame ini terdapat komponen stimulus dimana informasi disajikan. Komponen respon dimana seorang siswa merespons dan komponen pengkonfirmasian yang mana kepada siswa diberikan umpan balik. Penyusunan program mengajar menggunakan prinsip dasar pembiasaan operant. Pertama, siswa harus aktif jika belajar ditujukan untuk sebuah penemuan. Kedua, respons harus diulang-ulang jika yang diinginkan adalah perubahan tingkah laku.
                  
Daftar Kepustakaan
Henry C. Ellis. 1978. Fundamentals of Human Learning, Memory and Cognition.
Muhibbin Syah. 1999. Psikologi Belajar, Jakarta : Logos.
Oemar Hamalik. 2004. Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung, Sinar Baru Algesindo. :

TEORI PERKEMBANGAN KARIR: KRUMBOLTZ SERTA APLIKASINYA

Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd A.    Konsep Dasar             Jika kita bicara mengenai bimbingan karir melalui pendekatan pemilihan...