Kamis, Maret 10

KONSELING EGO



Oleh: Jumadi Tuasikal
A.  Konsep Dasar dan Sejarah Konseling Ego
Erik Erikson adalah seorang psikolog perkembangan Denmark-Jerman-Amerika dan psikoanalis terkenal karena teorinya tentang pembangunan sosial manusia. Perkembangan identitas tampaknya telah menjadi salah satu keprihatinan Erikson terbesar dalam hidup sendiri maupun teorinya. Selama masa kanak-kanak dan dewasa awal ia dikenal sebagai Erik Homburger dan orang tuanya terus rincian kelahirannya rahasia. Dia adalah seorang, jangkung pirang, bermata biru anak yang dibesarkan dalam agama Yahudi.
Erikson adalah seorang mahasiswa dan guru seni. Setelah lulus dari Erikson Institute di Wina psikoanalitis 1933. Ia berhijrah bersama istrinya, pertama ke Denmark lalu ke Amerika Serikat, di mana ia menjadi psikoanalis anak pertama di Boston. Erikson memegang posisi di Massachusetts General Hospital. Pada tahun 1936, Erikson menerima posisi di Yale University, bekerja di Institute of Human Relations dan mengajar di Sekolah Kedokteran. Setelah setahun mengamati anak-anak Sioux di Dakota Selatan, ia bergabung dengan staf pengajar University of California di Berkeley, berafiliasi dengan Institut Kesejahteraan Anak, dan membuka praktik.
Setelah penerbitan buku yang terkenal Erikson, Anak dan Masyarakat, pada 1950, ia meninggalkan University of California ketika profesor ada diminta untuk tanda-tangani sumpah loyalitas. Pada tahun 1960, Erikson kembali ke Harvard sebagai profesor pembangunan manusia dan tetap di universitas hingga pensiun pada tahun 1970. Erikson juga dikreditkan dengan menjadi salah satu pencetus psikologi Ego, yang menekankan peran ego sebagai lebih dari seorang hamba id. 
Konseling ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling yang dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih kekuatan ego klien. Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya. Perbedaan ego menurut Freud dengan ego menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari id, sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorang.
            Menurut Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Bukunya 1969 Gandhi Kebenaran, yang lebih terfokus pada teori yang diterapkan untuk tahap selanjutnya dalam siklus hidup, memenangkan hadiah Pulitzer Erikson dan US National Book Award. Pada tahun 1973 National Endowment untuk dipilih Humaniora Erikson untuk Kuliah Jefferson, kehormatan pemerintah federal AS untuk pencapaian tertinggi di humaniora. Erikson kuliah berjudul "Dimensi dari Identity Baru. Erik Erikson meninggal pada 12 Mei 1994. 
            Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni Kepercayaan Dan Penghargaan, Otonomi Dan Kemauan, Kerajinan Dan Kompetensi, Identitas Dan Kesetiaan, Keakraban Dan Cinta, Generativitas Dan Pemeliharaan, Serta Integritas. Ego ini dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur id, superego dan dibentuk oleh konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna menurut Erikson :
1.      Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
2.      Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of reality) yang   menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip dengan pronsip realita dari Freud.
3.      Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat   hubungan untuk mencapai tujuan bersama.

B.      Teori Kepribadian Erikson
Menurut teori ini manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam, melainkan untuk merespon rangsangan yang berbeda-beda, misalnya indvidu dalam kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Erikson egolah yang mengembangkan segala sesuatunya. Misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, hubungan sosialnya dan penyaluran minatnya. Seorang individu haruslah memiliki ego yang sehat dan kuat guna merespon kondisi lingkungan sebagai salah satu proses beradaptasi. Erikson lebih menekankan pembahasan kepada pembahasan psikososial. Dalam teorinya, Erikson merumuskan ciri-ciri perkembangan kepribadian menjadi delapan tahap, yaitu:
1.      Masa bayi awal (0-1 tahun)
            Perkembangan yang sukses ditandai dengan sifat percaya. Jika anak memperoleh kasih sayang yang cukup dari orangtuanya dan kebutuhan terpenuhi dengan baik. Perkembangan yang gagal jika pada masa ini anak sering diterlantarkan dan dikasari oleh orangtua, maka dalam dirinya akan berkembang sikap tidak percaya.
2.     Masa bayi akhir (1-3 tahun)
            Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya otonomi sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh adanya perasaan ragu-ragu dan malu. Pada usia ini anak perlu mendapat kesempatan untuk melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahannya itu. Jika orangtua terlalu berbuat banyak untuk kepentingan anak, hal ini dapat menghambat otonomi dan merusak kemampuan mereka untuk menghadapi dunia secara berhasil. Sikap orangtua yang cenderung melarang, memarahi, dan menyesali perbuatan anaknya akan menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan malu baik pada masa sekarang maupun pada tahap perkembangan selanjutnya.
3.     Masa kanak-kanak awal (3-5 tahun)
            Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya inisiatif. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan adanya perasaan bersalah. Menurut Erikson tugas individu pada masa ini adalah membentuk rasa memiliki kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya diambil oleh orangtua dalam mendidik adalah senantiasa memberikan kesempatan kepada anak untuk beraktualisasi diri dengan berbagai percobaan yang ingin mereka lakukan dan jika perlu merangsang mereka untuk melakukan berbagai jenis percobaan walau menunjukkan hasil yang minimal.
4.     Masa kanak-kanak pertengahan (6-11 tahun)
            Perkembangan yang sukses ditandai dengan “menghasilkan”, sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan rasa rendah diri. Anak yang sukses menjalani perkembangannya sudah mau melakukan sesuatu, contohnya menyapu rumah, mengerjakan PR, dan membersihkan sepatu sendiri. Kewajiban melakukan hal tersebut menjadi ciri sukses yang disebut dengan mamapu menghasilkan tanggung jawab. Sebaliknya anak yang kurang beruntung mengalami rendah diri, misalnya takut ke sekolah, takut bernyanyi, dan kecenderungan merajuk. Anak-anak pada tahap ini mempunyai tugas untuk membentuk nilai-nilai pribadi, melibatkan diri dalam kegiatan sosial, belajar menerima dan memahami orang lain. Kegagalan pada masa ini akan membentuk rasa ketidakmampuan sebagai seorang dewasa kelak, dan tahap perkembangan selanjutnya akan mengarah negatif.
5.     Masa puber dan remaja (12-20 tahun)
            Perkembangan yang sukses ditandai dengan kemampuan mengenal identitas dirinya sendiri. Perkembangan yang gagal ditandai dengan kebingungan baik dalam peran gender, bingung dengan keadaan diri dan cita-cita di masa depan. Menurut Erikson, krisis utama yang sering terjadi pada masa ini adalah krisis identitas yang berpengaruh terhadap perkembangan individu di masa dewasa. Remaja yang gagal dalam menentukan dirinya akan cenderung mengalami konflik peran, kehilangan tujuan dan arah hidupnya.\
6.     Masa dewasa awal (21-30 tahun)
            Perkembangan yang sukses ditandai dengan adanya keintiman, sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh isolasi. Intim yang dimaksud adalah memiliki kemampuan yang baik untuk akrab dengan orang lain dan tidak menyukai menyendiri. Perkembangan yang baik pada masa ini ditandai dengan adanya kematangan untuk memasuki lembaga perkawinan. Sebaliknya orang yang suka menyendiri sebenarnya ia sedang berada dalam kekacauan perkembangan. Ketidakpercayaan terhadap orang lain serta ketidakberanian untuk bekerja sama membuat individu tersebut untuk mengurung diri, mengalami kesukaran dalam membina rumah tangga yang harmonis dan kesulitan bekerja bersama orang lain.
7.     Masa dewasa pertengahan (30-55 tahun)
            Perkembangan yang sukses ditandai dengan adanya keaktifan dalam berbagai bidang secara umum. Secara umum individu yang berada pada masa ini mampu melibatkan diri secara luas yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan untuk mengasihi secara baik, bekerja baik, dan bersahabat. Inilah yang disebut dengan kedewasaan dan kematangan secara penuh. Individu yang sukses akan mampu berprestasi dengan baik pada bidang yang ditekuninya. Pada tahap ini sudah mencapai kematangan yang sempurna baik secara sosial, ekonomi, emosi dan intelektual.
8.     Masa dewasa akhir (55 tahun ke atas)
            Perkembangan yang sukses ditandai dengan keterpaduan dan perkembangan yang gagal ditandai dengan keputusasaan. Sukses yang terpadu maksudnya apa yang dilakukannya sudah dapat dimaknainya dengan baik, misalnya jika sudah memiliki cucu, dia akan sayang pada cucu dan menantunya. Sebaliknya perkembangan yang gagal cenderung membenci menantu dan cucu serta banyak penyesalan.                 
            Proses Perkembangan Kepribadian, Erikson membagi atas empat tahapan sebagai berikut:
1.      Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri. 
2.      Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur dan menilai tingkah lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain. 
3.      Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk membedakan suatu objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu berkomunikasi dengan orang lain. 
4.      Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara hubungan yang satu dengan yang lain).
C.  Fungsi Ego
Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.      Fungsi dorongan ekonomis, fungsi ego ini menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima lingkungan, berguna dan menguntungkan baik bagi diri individu sendiri maupun orang lain di lingkungannya.
2.       Fungsi kognitif,  berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya unuk keperluan coping behavior. Dalam hal ini individu mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan disertai oleh pertimbangan-pertimbangan akal dan menalar.
3.      Fungsi pengawasan, disebut juga dengan fungsi kontrol, maksudnya tinglah laku yang dimunculkan individu merupakan tingkah laku yang berpola dan sesuai dengan aturan. Secara khusus fungsi ego ini mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan.

D.  Tujuan Konseling Ego
Adapun tujuan konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego klien secara penuh. Tujuan lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina agar ego klien itu menjadi lebih kuat. Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan dimana dia berada.

E.  Langkah-langkah Konseling Ego
Adapun langkah-langkah dalan penyelenggaraan konseling ego adalah:
1.      Membantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, feeling terhadap peranannya, penampilan dan hal lain yang terkait dengan tugas-tugas kehidupannya.
2.      Klien diproyeksikan dirinya terhadap masa depan. Dalam hal ini konselor mendiskusikan tujuan hidup masa depan klien, sekaligus potensi-potensi yang dimilikinya. Konselor membawa klien agar mampu melihat hubunagn yang signifikan antara masa depan dan tujuan hidup klien dengan kondisinya di masa sekarang.
3.      Konselor mendiskusikan bersama klien hambatan-hambatan yang ditemuinya untuk mencapai tujuan masa depan.
4.      Konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya. Selanjutnya konselor berusaha agar klien melihat hubungan antara perasaan perasaannya tadi dengan tingkah lakunya.
5.      Konselor membantu klien menemukan seperangkat hasrat, kemauan dan semangat yang lebih baik dan mantap dalam kaitannya dengan hubungan sosial. Kalau memungkinkan konselor melatihkan tingkah laku yang baru.

F.   Aturan  dalam Proses Konseling Ego
Ada  Beberapa aturan dalam konseling ego yaitu: 
1.      Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran. 
2.      Proses konseling bertitik tolak dari asas kekinian. 
3.      Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional. 
4.      Konselor hendaknya menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan klien maupun dalam proses konseling. 
5.      Konseling harus dilakukan secara profesional. 
6.      Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu, melainkan hanya pada pola-pola tingkah laku salah suai saja. 

G. Teknik- Teknik Konseling Ego
Teknik yang dipakai tidak kaku, melainkan luwes sesuai dengan hak klien untuk menjadi dirinya sendiri, meliputi:
1.      Pengawalan: membina hubungan antara klien dan konselor.
2.       Pengontrolan proses, meliputi:
a)      Memusatkan kegiatan pada tugas membangun ego strength klien
b)      Mengontrol keseimbangan antara ekspresi klien yang bersifat kognitif maupun konatif (emosi) tetapi proses konseling tetap menekankan dimensi kognitif.
c)      Mengontrol ambiguitas dalam proses konseling
3.      Transferensi (trans),  dalam konseling ego  transferensi dimaksudkan sebagai perasaan klien yang timbul terhadap konselor.
4.      Counter transference (konstrans), upaya konselor untuk mencegah munculnya perasaan terhadap klien dan mempengaruhi proses konseling.
5.      Diagnosis dan interpretasi, konselor bertanggungjawab merumuskan dan mendiagnosis masalah, serta memberikan kesempatan kepada klien untuk memahami masalah-masalahnya itu.

H.      Masalah yang Menjadi Perhatian Konseling Ego
1.      Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol, maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran, kontrol beralih dari ego ke id.
2.      Tingkah Laku Salah Suai (TLSS)Munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: 
a)      Individu di masa lalunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah suai dalam bertingkah. 
b)      Apabila pola coping yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai lagi dengan situasi sekarang. 
c)       Fungsi ego tidak berjalan dengan baik, saat bertingkah laku salah satu fungsi ego atau ketiga-tiganya tidak berfungsi dengan baik, misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaan, sehingga menjadi sorotan dari lingkungan dan tentu saja menimbulkan ketidaknyamanan bagi individu. 
3.      Rusaknya fungsi ego
Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEORI PERKEMBANGAN KARIR: KRUMBOLTZ SERTA APLIKASINYA

Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd A.    Konsep Dasar             Jika kita bicara mengenai bimbingan karir melalui pendekatan pemilihan...