Oleh: Jumadi Tuasikal
A. Riwayat
Hidup
Alfred Adler dilahirkan di Wina pada
tanggal 7 Februari 1870 sebagai anak ketiga. Ayahnya adalah seorang pengusaha.
Sewaktu kecil Adler merupakan anak yang
sakit-sakitan. Ketika berusia 5 tahun dia nyaris tewas akibat pneumonia.
Pengalaman tidak menyenangkan berkaitan dengan kesehatan inilah yang kemudian
mendorong dirinya untuk menjadi dokter. Adler lulus sebagai dokter dari
Universitas Wina tahun 1895.
Adler memulai karirnya sebagai
seorang optalmologis, tetapi kemudian dirinya beralih pada praktik umum di
daerah kelas bawah di Wina, sebuah tempat percampuran tempat bermain dan sirkus sehingga banyak pasien-nya yang pekerjaannya sebagai pemain sirkus.
Kekuatan dan kelemahan para pemain sirkus inilah yang mengilhami dia
mengembangkan kosep tentang inferioritas dan kompensasi.
Dari praktik umum kedokteran, Adler selanjutnya beralih pada
psikiatri, dan pada tahun 1907 dia bergabung dengan kelompok diskusi Freud.
Kemampuan menonjol yang ada pada Adler menghantar dirinya menjadi ketua
Masyarakat Psikoanalisis Wina (Vienesse Analitic Society) dan ko-editor dari
terbitan organisasi ini.
Meskipun Adler oleh Freud dipercaya untuk memimpin organisasi psikoana-lisis
bukan berarti Adler selalu sependapat dengan Freud. Dia berani mengkritik
pandangan-pandangan Freud. Perbedaan pandangan-pandangan Adler dan Freud yang tidak bisa mencapai
titik temu kemudian ditindak lanjuti dengan perdebatan antara pendukung kedua
tokoh tersebut yang berakhir dengan keluarnya Adler bersama 9 orang
pendukungnya dari organisasi psikoanalisis. Mereka kemudia mendirikan
organisasi yang mereka beri nama The Society for Free Psychoanalysis pada tahun
1911 dan tahun berikutnya organisasi ini namanya berubah menjadi The Society
for Individual Psychology.
B. Konsep-Konsep Dasar Teori Adler
Adler berpendapat bahwa manusia
pertama-tama dimotivasi oleh dorongan-dorongan sosial. Menurut Adler manusia
pada dasarnya adalah makhluk sosial. mereka menghubungkan dirinya dengan orang
lain, ikut dalam kegiatan-kegiatan kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan
sosial diatas kepentingan diri sendiri dan mengembangkan gaya hidup yang
mengutamakan orientasi sosial.
Untuk memenuhi kebutuhan sosial
manusia rela terjun dalam berbagai kegiatan-kegiatan sosial seperti organisasi
sosial dan mengahabiskan hampir seluruh hidupnya di sana. Mereka merasa puas
dengan melakukan aktivitas sosial seperti membantu korban bencana, korban
perang, kelaparan dan lain sebagainya. Itulah kebutuhan sosial yang dimaksud
oleh Adler. Kebutuhan-kebutuhan sosial ini merupakan bawaan sejak lahir,
perkembangan diri individu sejak masa kanak-kanak akan sangat menentukan cara
individu berperan dalam lingkungan sosialnya.
Ada
tujuh prinsip yang terkandung dari teori Psikologi Individual Adler, yaitu:
1.
Prinsip Rasa Rendah Diri (Inferiority Principle)
Adler meyakini bahwa manusia
dilahirkan disertai dengan perasaan rendah diri. Seketika individu menyadari
eksistensinya, ia merasa rendah diri akan perannya dalam lingkungan. Individu
melihat bahwa banyak makhluk lain yang memiliki kemampuan meraih sesuatu yang
tidak dapat dilakukannya. Perasaan rendah diri ini mencul ketika individu ingin
menyaingi kekuatan dan kemampuan orang lain. Misalnya, anak merasa diri kurang
jika dibandingkan dengan orang dewasa. Karena itu ia terdorong untuk mencapai
taraf perkembangan yang lebih tinggi. Jika telah mencapai taraf perkembangan
tertentu, maka timbul lagi rasa kurang untuk mencapai taraf berikutnya.
Demikian seterusnya, sehingga individu dengan rasa rendah dirinya ini tampak
dinamis mencapai kesempurnaan dirinya.
Berkenaan dengan perasaan rendah
diri dalam kondisi organik, Adler menciptakan istilah masculine protest, yakni
istilah yang dimaksud untuk menerangkan perasaan rendah diri atau inferior ini
dihubungkan dengan kelemahan (weakness) dan kewanita-wanitaan (femininity).
Istilah ini merupakan suatu dinamika kepribadian manusia yang utama, karena hal
ini merupakan usaha individu dalam mencapai kondisi yang kuat dalam
mengkompensasikan perasaan rendah dirinya.
2.
Prinsip Superior (Superiority Principle)
Memandang prinsip superior terpisah
dari prinsip inferior sesungguhnya keliru. Justru kedua prinsip ini terjalin
erat dan bersifat komplementer. Namun karena sebagai prinsip, kedua istilah ini
berbeda, maka pembahasannya pun dibedakan, kendati dalam operasionalnya tak
dapat dipisahkan. Sebagai reaksi atas penekanan aspek seksualitas sebagai
motivator utama perilaku menurut Freud, Adler beranggapan bahwa manusia adalah
makhluk agresif dan harus selalu agresif bila ingin survive. Namun kemudian
dorongan agresif ini berkembang menjadi dorongan untuk mencari kekuatan baik
secara fisik maupun simbolik agar dapat survive. Demikian banyak pasien Adler
yang dipandang kurang memiliki kualitas agresif dan dinyatakan sebagai manusia
tak berdaya. Karenanya, yang diinginkan manusia adalah kekuatan (power). Dari
sini konsepnya berkembang lagi, bahwa manusia mengharapkan untuk bisa mencapai
kesempurnaan (superior).
Dorongan superior ini sangat
bersifat universal dan tak mengenal batas waktu. Bagi Adler tak ada pemisahan
antara drive dan need seperti yang diungkapkan oleh Murray. Bagi Adler hanya
ada satu dorongan, yakni dorongan untuk superior sebagai usaha untuk
meninggalkan perasaan rendah diri. Namun perlu dicatat bahwa superior disini
bukanlah kekuatan melebihi orang lain, melainkan usaha untuk mencapai keadaan
superior dalam diri dan tidak selalu harus berkompetisi dengan orang lain.
Superioritas yang dimaksud adalah superior atas diri sendiri. Jadi daya
penggerak yang utama dalam hidup manusia adalah dinamika yang mengungkapkan
sebab individu berperilaku, yakni dorongan untuk mencapai superior atau
kesempurnaan.
3.
Prinsip Gaya Hidup (Style of Life Principle)
Usaha individu untuk mencapai
superioritas atau kesempurnaan yang diharapkan, memerlukan cara tertentu. Adler
menyebutkan hal ini sebagai gaya hidup (Style of Life). Gaya hidup yang diikuti
individu adalah kombinasi dari dua hal, yakni dorongan dari dalam diri (the
inner self driven) yang mengatur arah perilaku, dan dorongan dari lingkungan
yang mungkin dapat menambah, atau menghambat arah dorongan dari dalam tadi.
Dari dua dorongan itu, yang terpenting adalah dorongan dalam diri (inner self)
itu. Bahwa karena peranan dalam diri ini, suatu peristiwa yang sama dapat
ditafsirkan berbeda oleh dua orang manusia yang mengalaminya. Dengan adanya
dorongan dalam diri ini, manusia dapat menafsirkan kekuatan-kekuatan di luar
dirinya, bahkan memiliki kapasitas untuk menghindari atau menyerangnya. Bagi
Adler, manusia mempunyai kekuatan yang cukup, sekalipun tidak sepenuhnya bebas,
untuk mengatur kehidupannya sendiri secara wajar. Jadi dalam hal ini Adler
tidak menerima pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah produk dari
lingkungan sepenuhnya.
Menurut Adler, justru jauh lebih
banyak hal-hal yang muncul dan berkembang dalam diri manusia yang mempengaruhi
gaya hidupnya. Gaya hidup manusia tidak ada yang identik sama, sekalipun pada
orang kembar. Sekurang-kurangnya ada dua kekuatan yang dituntut untuk
menunjukkan gaya hidup seseorang yang unik, yakni kekuatan dari dalam diri yang
dibawa sejak lahir dan kekuatan yang datang dari lingkungan yang dimasuki
individu tersebut. Dengan adanya perbedaan lingkungan dan pembawaan, maka tidak
ada manusia yang berperilaku dalam cara yang sama.
Gaya hidup seseorang sering
menentukan kualitas tafsiran yang bersifat tunggal atas semua pengalaman yang
dijumpai manusia. Misalnya, individu yang gaya hidupnya berkisar pada perasaan
diabaikan (feeling of neglect) dan perasaan tak disenangi (being unloved)
menafsirkan semua pengalamannya dari cara pandang tersebut. Misalnya ia merasa
bahwa semua orang yang ingin mengadakan kontak komunikasi dipandangnya sebagai
usaha untuk menggantikan perasaan tak disayangi tersebut. Gaya hidup seseorang
telah terbentuk pada usia tiga sampai lima tahun. Gaya hidup yang sudah
terbentuk tak dapat diubah lagi, meskipun cara pengekspresiannya dapat berubah.
Jadi gaya hidup itu tetap atau konstan dalam diri manusia.
Apa yang berubah hanya cara untuk mencapai
tujuan dan kriteria tafsiran yang digunakan untuk memuaskan gaya hidup.
Misalnya, bagi anak yang merasa memiliki gaya hidup tidak disayangi, adalah
lebih baik praktis untuk membentuk tujuan semu bahwa kasih sayang baginya tidak
begitu penting dibandingkan dengan usaha meyakinkan bahwa tidak dicintai pada
masa lalu tidak penting baginya, dan bahwa meyakinkan kemungkinan untuk
dicintai pada masa yang akan datang diharapkan dapat memperbaiki peristiwa masa
lampau. Perubahan gaya hidup meskipun mungkin dapat dilakukan, akan tetapi
kemungkinannya sangat sukar, karena beberapa pertimbangan emosi, energi, dan
pertumbuhan gaya hidup itu sendiri yang mungkin keliru. Karenannya jauh lebih
mudah melanjutkan gaya hidup yang telah ada dari pada mengubahnya.
4.
Prinsip Diri Kreatif (Creative Self Principle)
Diri yang kreatif adalah faktor yang
sangat penting dalam kepribadian individu, sebab hal ini dipandang sebagai
penggerak utama, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Dengan prinsip ini
Adler ingin menjelaskan bahwa manusia adalah seniman bagi dirinya. Ia lebih
dari sekedar produk lingkungan atau makhluk yang memiliki pembawaan khusus. Ia
adalah yang menafsirkan kehidupannya. Individu menciptakan struktur pembawaan,
menafsirkan kesan yang diterima dari lingkungan kehidupannya, mencari
pengalaman yang baru untuk memenuhi keinginan untuk superior, dan meramu semua
itu sehingga tercipta diri yang berbeda dari orang lain, yang mempunyai gaya
hidup sendiri, namun diri kreatif ini adalah tahapan di luar gaya hidup. Gaya
hidup bersifat mekanis dan kreatif, sedangkan diri kreatif lebih dari itu. Ia
asli, membuat sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya, yakni kepribadian
yang baru. Individu mencipta dirinya.
5.
Prinsip Diri yang Sadar (Conscious Self Principle)
Kesadaran menurut Adler, adalah inti
kepribadian individu. Meskipun tidak secara eksplisit Adler mengatakan bahwa ia
yakin akan kesadaran, namun secara eksplisit terkandung dalam setiap karyanya.
Adler merasa bahwa manusia menyadari segala hal yang dilakukannya setiap hari,
dan ia dapat menilainya sendiri. Meskipun kadang-kadang individu tak dapat
hadir pada peristiwa tertentu yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu,
tidak berarti Adler mengabaikan kekuatan-kekuatan yang tersembunyi yang
ditekannya. Manusia dengan tipe otak yang dimilikinya dapat menampilkan banyak
proses mental dalam satu waktu. Hal-hal yang tidak tertangkap oleh kesadarannya
pada suatu saat tertentu tak akan diperhatikan dan diingat oleh individu.
Ingatan adalah fungsi jiwa, yang tidak bekerja secara efisien. Keadaan tidak
efisien ini adalah akibat kondisi yang tidak sempurna pada organ tubuh,
khususnya otak. Adler tidak menerima konsep ambang sadar dan alam tak sadar
(preconsious dan uncounsious) Freud. Hal ini dianggap sebagai mistik. Ia merasa
bahwa manusia sangat sadar benar dengan apa yang dilakukannya, apa yang
dicapainya, dan ia dapat merencanakan dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan
yang dipilihnya secara sadar.
6.
Prinsip Tujuan Semu (Fictional Goals Principle)
Meskipun
Adler mangakui bahwa masa lalu adalah penting, namun ia mengganggap bahwa yang
terpenting adalah masa depan. Yang terpenting bukan apa yang telah individu
lakukan, melainkan apa yang akan individu lakukan dengan diri kreatifnya itu
pada saat tertentu. Dikatakannya, tujuan akhir manusia akan dapat menerangkan
perilaku manusia itu sendiri. Misalkan, seorang mahasiswa yang akan masuk
perguruan tinggi bukanlah didukung oleh prestasinya ketika di Sekolah Dasar atau
Sekolah Menengah, melainkan tujuannya mencapai gelar tersebut. Usaha mengikuti
setiap tingkat pendidikan adalah bentuk tujuan semunya, sebab kedua hal tidak
menunjukkan sesuatu yang nyata, melainkan hanya perangkat semu yang menyajikan
tujuan yang lebih besar dari tujuan-tujuan yang lebih jauh pada masa dating
Dengan kata lain, tujuan yang
dirumuskan individu adalah semua karena dibuat amat ideal untuk diperjuangkan
sehingga mungkin saja tidak dapat direalisasikan. Tujuan fiksional atau semu
ini tak dapat dipisahkan dari gaya hidup dan diri kreatif. Manusia bergerak ke
arah superioritas melalui gaya hidup dan diri kreatifnya yang berawal dari
perasaan rendah diri dan selalu ditarik oleh tujuan semu tadi. Tujuan semu yang
dimaksud oleh Adler ialah pelaksanaan kekuatan-kekuatan tingkah laku manusia.
Melalui diri keratifnya manusia dapat membuat tujuan semu dari kemampuan yang
nyata ada dan pengalaman pribadinya. Kepribadian manusia sepenuhnya sadar akan
tujuan semu dan selanjutnya menafsirkan apa yang terjadi sehari-hari dalam
hidupnya dalam kaitannya dengan tujuan semu tersebut.
7.
Prinsip Minat Sosial (Sosial Interest Principle)
Setelah melampaui proses evolusi
tentang dorongan utama perilaku individu, Adler menyatakan pula bahwa manusia
memiliki minat sosial. Bahwa manusia dilahirkan dikaruniai minat sosial yang
bersifat universal. Kebutuhan ini terwujud dalam komunikasi dengan orang lain,
yang pada masa bayi mulai berkembang melalui komunikasi anak dengan orang tua.
Dimulai pada lingkungan keluarga, kemudian pada usia 4-5 tahun dilanjutkan pada
lingkungan pendidikan dasar dimana anak mulai mengidentifikasi kelompok
sosialnya. Individu diarahkan untuk memelihara dan memperkuat perasaan minat
sosialnya ini dan meningkatkan kepedulian pada orang lain. Melalui empati,
individu dapat belajar apa yang dirasakan orang lain sebagai kelemahannya dan
mencoba memberi bantuan kepadanya. Individu juga belajar untuk melatih
munculnya perasaan superior sehingga jika saatnya tiba, ia dapat
mengendalikannya. Proses-proses ini akan dapat memperkaya perasaan superior dan
memperkuat minat sosial yang mulai dikembangkannya. Dikarenakan manusia tidak
sepenuhnya dapat mencapai superioritas, individu tetap memiliki perasaan
ketidakmampuan. Namun individupun yakin bahwa masyarakat yang kuat dan sempurna
akan dapat membantunya mencapai pemenuhan perasaan superior. Gaya hidup dan
diri kreatif melebur dalam prinsip minat sosial yang pada akhirnya terwujud
tingkah laku yang ditampilkan secara keseluruhan.
C. Perkembangan
Kepribadian
Adler sependapat dengan Freud dalam
hal ini, yang mengatakan bahwa kehidupan seseorang dipengaruhi oleh
perkembangan empat atau lima tahun pertama. Sepanjang tahap awal perkembangan,
anak sudah mulai mengembangkan persepsi diri, pola tingkah laku, dan gaya
hidup. Pada waktu ini juga individu mulai untuk memilih tujuan hidup,
semua perilaku diarahkan. Adler berpendapat bahwa ada manusia dalam kehidupan
ini ada rasa rendah diri “inferiority“, perasaan inferiority ini
menggerakkan seseorang untuk mencapai `superiority“.
Faham Adler tentang superiority
lebih ditekankan pada masing-masing individu dalam memahami lingkungannya dan
seseorang selalu berusaha untuk mengembangkan situasinya. Dalam istilah Adler
semua fungsi yang kita miliki mengikuti arah tersebut, mereka berusaha keras
mempertahankan, menjaga, mengembangkan, baik dalam hal yang baik, dan buruk.
Adler berkeyakinan bahwa memberikan kondisi yang menyenangkan pada awal
interaksi anak dengan keluarganya, akan semakin mendorong timbulnya minat
sosial. Anak akan terdorong untuk mencapai keuntungan bagi dirinya maupun orang
lain. Salah satu cara mengatasi perasaan yang tidak menyenangkan yang tercipta
dari perasaan rendah diri adalah dengan meyakini bahwa seseorang mampu
mengembangkan kesejahteraan dan kegembiraan kepada orang lain. Oleh karena
itulah mereka merasa dirinya berharga. Untuk mengembangkan gaya hidup ada tiga
konsep menurut Adler yaitu: self-deterministik, teleology dan
holistik.
Menurut Adler bahwa individu
menentukan tingkah lakunya bukan kejadian eksternal. Adler berpandangan
individu mengontrol dirinya dan bergerak untuk mencapai tujuan sebagai sesuatu
keseluruhan yang menyatu dan inilah yang dinamakan gaya hidup. Pada suatu saat
dimana tujuan hidup telah dipilih serta gaya hidup dikembangkan untuk mencapai
tujuan tersebut maka sangat sukar bagi setiap individu untuk merubahnya.
D. Perkembangan Abnormal
Penyebab utama keabnormalan atau
ketidakmampuan diri adalah munculnya perasaan inferioritas pada diri individu.
Ketidaknormalan tersebut sebagai akibat perkembangan perasaan individu yang
berlebihan terhadap inferioritas pada awal-awal kehidupannya, individu
mengembangkan pola tingkah laku yang tidak cocok. Adler berpendapat bahwa
peningkatan perasaan infetioritas bisa berkembang melalui keberadaan sejak
lahir yaitu fisik & mentalnya yang cacat dan orang tua yang tidak
memperdulikannya.
1. Cacat
mental dan fisik
Individu yang dilahirkan dalam
keadaan cacat, dalam beberapa hal dapat meningkatkan perasaan inferioritas.
Kecacatan mental lebih sulit untuk mengatasi ketimbang cacat fisik. Anak yang
lahir dalam keadaan cacat fisik dan mental maka faktor yang terpenting bukanlah
cacatnya itu tetapi reaksi terhadap kejadian yang akan mempengaruhi
perkembangan selanjutnya tergantung reaksi positif atau negatif.
2. Kesalahan dalam mengasuh
Anak yang dimanja dan diawasi secara
ketat membuat dia tidak sanggup mengurus dirinya, sehingga perasaan
inferioritas semakin bertambah. Anak yang berada dalam lingkungan ini, tidak
memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu, sehingga ia tidak berpengalaman
dalam kegagalan atau kesuksesan sedangkan individu akan menjadi seorang yang
egosentris yang menganggap superiotitas/ lebih dari orang lain. Ini adalah
kepribadian yang berbahaya bagi individu itu sendiri dan masyarakat.
Ada beberapa alasan individu
mengembangkan rasa inferiorias yaitu: (1) individu
mengembangkan dalam keadaan yang tidak wajar dengan jumlah ketegangan yang
tidak biasa. (2) Akibat perasaan inferioritas, berhubungan dengan perkembangan
individu terhadap minat sosial. Individu yang dimanja tidak memiliki
keberanian. Individu yang menyimpulkan bahwa hubungan dengan orang lain tidak
berarti dalam mencapai tujuan, sehingga membuat seseorang memilih tujuan yang
ia yakini tanpa pertimbangan orang lain.
E. Tujuan Konseling
Tujuan konseling menurut Adlerians
untuk membantu individu menemukan konsep dirinya. Kita tidak berusaha
secara khusus untuk merubah pola tingkah laku atas gejala-gejalanya. Jika
seorang klien mengembangkan tingkah laku karena ia menemukan bahwa hal tersebut
menguntungkan dirinya pada saat itu terjadi perubahan yang mendasar, maka kita
tidak bisa mengatakan bahwa kita itu berhasil. Maka selanjutnya kita akan
mencoba untuk merubah tujuan dan konsep.
Tujuan lebih khusus dari konseling
ditentukan pada: (1) membantu individu mengurangi penilaian yang bersifat
negatif terhadap dirinya serta perasaan inferioritasnya, (2) membantu individu
mengoreksi persepsinya terhadap suatu kejadian dan dalam waktu yang sama
membantu ia mengembangkan tujuan-tujuan yang baru yang mana ia bisa mengarahkan
tingkah lakunya, (3) mengembangkan kembali minat sosial dalam diri individu
dengan cara interaksi sosial.
F. Proses Konseling
Adler adalah orang yang pertama
untuk mengenali pentingnya hubungan antara konselor dan klien. Dalam
pandangannya, terapi sangat utama sebagai suatu hubungan sosial. Pada
hakekatnya, keseluruhan proses konseling dipandang sebagai suatu proses
sosialisasi. Permasalahan klien sebagian besar adalah hasil dari tidak adanya
sosialisasi, dan proses konseling merupakan sarana dalam mengembangkan kembali
proses sosialisasi individu. Proses konseling mempunyai potensi, karena adanya
interaksi antara konselor dan klien. Hubungan ini adalah unik sebab klien yang
pertama kalinya yang berhadapan dengan orang lain tanpa merasa takut. Dengan
diberikannya suasana yang hangat oleh konselor, maka klien akan merasa bahwa ia
diterima dan akan mampu mengimbangi perasaan rendah dirinya secara terbuka.
Agar tercipta hubungan yang baik,
maka konselor harus menjadi pendengar yang objektif yang penuh perhatian yang
berkomunikasi dengan klien dan peduli terhadapnya, maka konselor harus
memiliki kemampuan menyatakan sesuatu kepada klien dalam berbagai cara yang
dapat diterima oleh klien, jika tidak maka klien tidak akan pernah memahami
tingkah lakunya sendiri dan konsekuensi logis dari tingkah lakunya itu. Adler
berpendapat dalam menciptakan hubungan konseling yang sesuai maka konseling
melalui tiga tahapan:
- Tahap dimana konselor berusaha mengembangkan pemahaman terhadap tujuan serta gaya hidup dari klien
- Menginterpretasikan tingkah laku klien terhadap dirinya
- Perkembangan minat sosial klien itu sendiri.
Setelah proses ini, Adler
berpendapat bahwa perilaku individu akan berubah. Ini adalah test konseling
yang nyata bagi Adler, karena ia tidak percaya bahwa orang bisa mengembangkan
pemahaman yang benar tentang dirinya tanpa suatu perubahan dalam perilaku. Jika
tidak ada perubahan dan tidak memahami dirinya, berarti konseling belum sukses.
G. Teknik Konseling
Pada teori ini, tugas konselor
pertama yang sangat penting adalah harus mengembangkan pemahaman terhadap gaya
hidup individu. Untuk memahami gaya hidup tersebur konselor dapat memulai
dengan memuji tingkah laku klien pada saat sekarang. Dalam waktu bersamaan
konselor mengobservasi tingkah laku dalam suasana konseling tersebut. Situasi
yang hangat ini dirancang tidak hanya untuk mengembangkan interaksi sosial,
tetapi juga membuka fiksi dari klien itu sendiri, sehingga konselor bisa
mengetahui pola tingkah laku dari klien.
1.
Analisa Gaya Hidup
Dari perspektif Adler, tugas terapi
yang paling utama adalah konselor dapat mengembangkan pemahaman gaya hidup
individu. Dengan cara, mulai dengan pengujian perilaku klien. Ini terpenuhi
dengan pertanyaan tentang keberadaan sekarang yang dirasakan dalam hidupnya.
Pada waktu yang sama, konselor mengamati perilaku klien pada saat terjadinya
konseling. Situasi dirancang tidak hanya untuk tingkatkan sosial interaksi, tetapi
juga mengijinkan klien untuk bertindak terbuka. Dengan cara ini konselor dapat
memperoleh suatu pengetahuan langsung pola perilaku klien. Setelah ini
dipahami, konselor mencoba untuk memahami keseluruhan gaya hidup individu.
Ada dua teknik umum yang digunakan
sebagai sasaran analisa yaitu tahap empati dan intuitif gessing. Perasaan
empati sangat penting agar konselor memahami perasaan subjektif dari klien.
Dengan memasuki keadaan klien maka konselor bisa memahami perasaan yang
mengarahkan tingkah laku klien. Intuitif gessing yang digambarkan Adler
bisa dihubungkan dengan kemampuan konselor untuk menginterpretasikan apa yang
dikatakan oleh klien serta proses yang terjadi dalam pikiran klien.
Menurut Gushurt empat hal yang harus
diketahui oleh konselor untuk mengembangkan pemahaman tentang gaya hidup :
- Konselor harus peduli terhadap faktor yang klien yakini sebagai pengaruh yang sangat penting terhadap kepribadian.
- Konselor harus mampu mengetahui pola-pola tingkah laku
- Konselor harus mampu membandingkan pola-pola yang terdapat dalam hubungan dengan keluarga klien untuk menentukan persamaan dan perbedaan
- Konselor harus melakukan interpretasi yang tepat terhadap materi dengan demikian konselor bisa memahami gaya hidup dan akibat logis.
Salah satu langkah yang aktual dalam
proses adalah menyuruh klien menggambarkan hubungan keluarganya Data ini
digunakan dalam upaya untuk menentukan faktor-faktor yang terdapat dalam
lingkungan individu yang bisa membantu menemukan pola tingkah laku yang pasti,
sehingga konselor bisa memahami interaksi khas pada individu yang dapat
berpengaruh terhadap gaya hidup klien itu sendiri. Teknik ini mendapatkan
perhatian yang serius dalam proses konseling.
2. Menginterpretasi Early Recollections
Jika pemahaman terhadap keseluruhan
gaya hidup individu penting, maka konselor harus mendorong klien untuk
mendiskusikan ingatan-ingatannya. Adler yakin bahwa ingatan setiap individu
tidak selalu sempurna (cenderung berat sebelah), la hanya ingat kejadian-kejadian
yang bermakna bagi gaya hidupnya sekarang. Dengan demikian bila konselor bisa
memahami kejadian-kejadian dimana individu mendasarkan gaya hidupnya, maka
konselor akan memiliki pemahaman yang baru terhadap kejadian yang ada pada
klien.
3. Interpretasi
Jika pemahaman terhadap gaya hidup
klien telah dikembangkan melalui analisa terhadap hubungan keluarga dan ingatan
masa lampau, maka konselor perlu menginterpretasi pengalamannya terhadap klien
dengan berbagai cara, sehingga klien akan menerima proses pemberitahuan tentang
kesalahan dasar dalam hidupnya. konselor harus fleksibel dan menggunakan setiap
metode yang dirasa dapat mengembangkan pemahaman terhadap klien. Jika klien
telah mengembangkan pemahaman baru tentang tingkah lakunya. Adler yakin bahwa
tingkah laku klien tersebut akan berubah.
4. Konsultasi Adlerian
Salah satu perkembangan yang penting
dalam gerakan Adlerian adalah prosedur konsultasi orang tua dan guru. Karena
konselor sering dilibatkan dengan populasi ini. Maka kita pantas untuk
melakukan pengujian terhadap prosedur secara sempurna. Bernice Grunwald,
seorang guru sekolah negeri dan anggota dari Institut Alfred Adler di Chicago,
menyatakan bahwa jika semua anak-anak telah dibawa untuk menyadari bahwa
tiap-tiap kelas di sekolah adalah unit kerja penyelesaian masalah dimana
tiap-tiap individu mempunyai tanggung jawab atas perilakunya, maka permasalahan
yang ada sekarang yang ada di sekolah tidak akan ada.
Dia menyatakan bahwa ini mungkin terjadi
jika guru percaya akan filosofi ini, dan mau belajar ilmu dinamika kelompok dan
prosedur memeriksa. Itu juga berguna bagi orang tua, jika memanfaatkan filosofi
ini bahwa rumah adalah suatu unit kerja penyesaian masalah, dan anak-anak
mereka adalah mitra yang bertanggung jawab dalam prosesnya. Dalam rangka
menetapkan lingkungan ini, baik di rumah dan di sekolah, orang tua dan para
guru memerlukan beberapa pelatihan spesifik. Konselor akan menawarkan diri
sebagai jasa konsultatif.
Dasar pendekatan Adlerian untuk
melakukan konsultasi dengan orang tua dan guru telah dikembangkan oleh
Dinkmeyer dia menamakan prosedur ini dengan kelompok “C”. Dasar psikologi
kelompok ini adalah .
- Tingkah laku bersifat holistik yang bisa pahami hanya dengan kesatuannya.
- Arti penting dari tingkah laku dihubungkan dengan konsekuensi yang diperoleh dari prosedur yang dilakukan
- Sebagai makhluk sosial, tingkah laku individu hanya bisa dipahami dalam konteks sosial
- Motivasi individu secara baik dengan mengetahui bagaimana individu berusaha untuk memperoleh pengakuan.
- Tingkah laku individu diarahkan pada tujuan
- Suatu rasa keterlibatan adalah dasar keberadaan manusia.
- Tingkah laku bisa dipahami dengan kerangka internal dari keberadaan individu
Prinsip yang tujuh ini berhubungan
secara langsung dengan konsep Adlerian, didasari oleh Dinkmeyer yang merupakan
cara mengajar orang tua dan para guru prinsip Adler dan cara untuk
menerapkannya di rumah dan sekolah. Dasar pendekatan ini adalah menciptakan
lingkungan di mana anak-anak didukung, tidak menakut-nakuti, dan mereka belajar
bertanggung jawab untuk perilaku mereka sendiri dan perilaku itu mempengaruhi
orang lain.
SUMBER:
Hansen, James C. 1977. Counseling
Theory and Process. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Prayitno.
1998. Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang
Taufik. 2014. Model-Model Pendidikan. Padang: FIP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar