Oleh: Jumadi Tuasikal
A. Hakikat
Manusia
Pada
dasarnya Glasser memiliki pandangan yang positif dan dinamis tentang hakikat
manusia. Ia berkeyakinan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menentukan dan
mengarahkan dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan
mendasarkan diri pada keputusan-keputusan yang dibuatnya, manusia memilih
perilaku untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat hidup bertanggung
jawab, berhasil dan memuasakan daripada bergantung pada situasi dan
lingkungannya.
Teori dasar konseling realitas adalah “teori pilihan” yang menjelaskan bahwa
manusia berfungsi secara individu, dan juga berfungsi secara sosial (kelompok
atau masyarakat) dengan pilihan perilaku efektif yang bertanggungjawab. Teori pilihan menjelaskan bahwa
segala sesuatu yang kita lakukan adalah pilihan kita. Apa yang kita lakukan
adalah kita yang memilihnya/memutuskannya untuk melakukan hal tersebut. Setiap
perilaku kita merupakan upaya terbaik untuk mencapai apa yang diinginkan untuk
memuaskan kebutuhan kita. Secara
utuh setiap perilaku manusia terdiri dari 4 komponen :
1) Bertindak (acting)
2) Berpikir (thinking)
3) Merasakan (feeling)
4) Fisiologi (physiologi)
Setiap perilaku adalah sebuah
pilihan, oleh karena itu bahwa konseli disadarkan dengan mengungkapkan
gejala-gejala perilaku bermasalahnya dalam bentuk aktif.
Saya cemas à
saya memilih untuk cemas
Saya marah à
saya memilih untuk marah
Agar
perubahan terjadi maka ada 2 syarat :
1)
Klien
harus menyadari bahwa perilakunya saat ini tidak efektif untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya
2)
Klien
harus yakin bahwa ia mampu memilih perilaku lain yang lebih efektif untuk
memuaskan kebutuhan dasarnya
B. Teori Kepribadian
Glasser berpandangan bahwa semua
manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis.
Perilaku manusia dimotivasi untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Kebutuhan
fisiologis yang dimaksud adalah sama dengan ahli lain, sedangkan kebutuhan
psikologis manusia menurut Glasser yang mendasar pada dua macam yaitu:
1) kebutuhan dicintai dan mencintai dan
2) kebutuhan akan penghargaan.
Kedua kebutuha psikologis tersebut
dapat digabung menjadi satu kebutuhan yang sangat utama yang disebut kebutuhan
identitas. Identitas merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai
manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang
mengembangkan gambaran identitasnya berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya.
Menurut
Glasser individu yang membangun identitas kegagalan tersebut pada dasarnya
orang yang tidak bertanggung jawab karena mereka menolak realitas sosial,
moral, dunia sekitarnya. Namun demikian identitas kegagalan pada anak ini dapat
diubah menjadi identitas keberhasilan asalkan anak dapat menemukan kebutuihan
dasarnya.
Menurut Hansen, pada dasarnya
terdapat dua konsep pokok yang menjadi inti dari pendekatan realitas yaitu
disebut dengan 3R (right, reality dan responsibility) dan identitas
keberhasilan (sukses identity) dan identitas kegagalan (failure identity).
Pemahaman ketiga konsep ini dijadikan sebagai titik tolak kegiatan konseling
relitas dalam menganalisis masalah-masalah klien.
C. Ciri-Ciri Terapi Realitas
1)
Sekurang-kurangnya
ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut.
Terapi Realitas Menolak Konsep Tetang Penyakit Mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggung jawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis.
Terapi Realitas Menolak Konsep Tetang Penyakit Mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggung jawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis.
2)
Terapi
realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan
dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap
itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah- laku
sekarang.
3)
Terapi
realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa
lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah
hanyalah saat sekarang dan masa yang akan dating.
4)
Terapi
realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas
menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas
tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yan g membantu kegagalan yang
dialaminya.
5)
Terapi
realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional
tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang trasferensi sebagai
suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Glasser menyatakan bahwa para klien tidak mencari
suatu pengulangan keterlibatan dimasa lampau yang tidak berhasil, tetapi
mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam
keberadaan mereka sekarang.
6)
Terapi
realitas menekankan asapek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran.
Terapi realitas menandaskan bahwa menekankan ketaksadaran berarti mengelak dari
pokok masalah yang menyangkut ketidak bertanggung jawabana klien dan memaafkan
klien atas tindakannya menghindari kenyataan.
7)
Terapi
realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna
mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan
melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada
klien dan perusakan hubungan terapeutik.
8)
Terapi
realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser mendefinisikan sebagai
“kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan
cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka”.
D. Perilaku Bermasalah
Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa
perilaku individu itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut
konseling realitas lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau
berperilaku yang tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak
tepat tersebut disebabkan karena ketidakmampuannya
dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan
realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan
realitasnya, tidak dapat melakukan
atas dasar kebenaran, tanggung jawab dan realitas.
Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku
manusia dengan gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan
dengan istilah ”identitas kegagalan”. Identitas kegagalan ditandai dengan
keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak
objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak
kenyataan.
E. Strategi Konseling
Ada dua strategi konseling realitas, yaitu membangun relasi atau
lingkungan konseling dan prosedur WDEP (Want, Doing and Direction, Evaluation, Planning) sebagai suatu sistem yang
fleksibel pelaksanaannya.
1)
Want (keinginan)
Langkah
mengeksplorasi keinginan yang sebenarnya dari klien—ingat pada umumnya manusia
membicarakan hal-hal yang tidak diinginkan—. Konselor memberikan kesempatan
kepada klien untuk mengeksplorasi tentang keinginan yang sebenarnya dari dengan
bertanya (mengajukan pertanyaan) bidang-bidang khusus yang relevan dengan problema
atau konfliknya : misalnya teman, pasangan, pekerjaan, karir, kehidupan
spiritual, hubungan dengan atasan dan bawahan, dan tentang komitmennya untuk
memenuhi keinginan itu.
2)
Doing and Direction(melakukan dengan terarah)
Langkah
dimana klien diharapkan mendeskripsikan perilaku secara menyeluruh berkenaan
dengan 4 komponen perilaku-pikiran, tindakan, perasaan dan fisiologi yang
terkaait dengan hal yang bersifat umum dan hal bersifat khusus. Konselor
memberi pertanyaan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan, dan
keadaan fisik yang dialami untuk memahami perilaku klien secara menyeluruh dan
kesadarannya terhadap perilakunya itu.
3)
Evaluation (Evaluasi)
Evaluasi
diri klien-merupakan inti terapi realitas. Klien di dorong untuk melakukan
evaluasi terhadap perilaku yang telah dilakukan terkait dengan
efektifitasnyadalam memenuhi kebutuhan atau keinginan-membantu atau bahkan
menyulitkan, ketepatan dan kemampuannya, arah dan keterarahannya, persepsinya,
dan komitmennya dalam memenuhi keinginan serta pengaruh terhadap dirinya.
Pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat evaluasi “diri” disampaikan dengan
empatik, kepedulian, dan penuh perhatian positif.
4)
Planning (rencana)
Klien
membuat rencana tindakan sebagai perilaku total dengan bantuan konselor. Dalam
membantu klien membuat rencana tindakan, konselor mendasarkan pada kriteria
tentang rencana yang efektif, yaitu : (1) dirumuskan oleh klien sendiri, (2)
realistis atau dapat dicapai, (3) ditindak lanjuti dengan segera, (4) berada di
bawah kontrol klien, tidak bergantung pada orang lain— tindakan bertanggung
jawab.
F. Tujuan
1)
Konseling
yang merupakan tempat yang secara khusus mengajar atau melatih klien apa saja
yang seharusnya dilakukan dalam hidupnya; pengajaran atau latihan itu
dilaksanakan dalam waktu yang singkat.
2)
Tujuan:
mengajar atau melatih klien memenuhi kebutuhannya dengan mempergunakan pedoman
right, responsibility dan reality.
G.
Teknik-teknik Konseling
1)
Personal
: menciptakan suasana hangat dan penuh perhatian terhadap klien, dengan
mempergunakan kata ganti; saya, anda dan kita. Suasana ini mengarah kepada
self-disclosing (bagi klien maupun konselor).
2)
Lebih
memfokuskan kepada tingkah laku sekarang dari pada perasaan sekarang (feeling).
Bukan perasaan yang penting melainkan apa yang dilakukan.
3)
Menekankan
sekarang (kekinian): menekankan bgerfungsinya klien sekarang, bukan masa lalu.
4)
Mempertimbangkan
nilai: klien diajak untuk menilai tingkah lakunya sendiri, apakah responsible,
menguntungkan atau merugikan diri sendiri dan orang lain.
5)
Merencanakan:
membuat rencana khusus untuk mengubah tingkah laku yang tidak responsible.
6)
Pengukuran:
pengukuran hasrat atas rencana pengubahan tingkah laku.
7)
Tidak menerima alasan
kegagalan: Konselor
tidak boleh mengeksplorasi alasan-alasan mengapa konseli gagal dalam
melaksanakan rencana. Konselor memusatkan perhatian kembali pada rencana baru
yang lebih cocok
8)
Tidak
ada maaf: apa bila rencana yang dibuat itu tidak terlaksana atau tidak
membuahkan hasil. Konselor tidak bertanya mengapa, melainkan membantu klien
membuat rencana selanjutnya.
9)
Pembuatan komitmen: Rencana akan bermanfaat jika konseli
membuat suatu komitmen untuk melaksanakannya. Komitmen dapat secara lisan atau
tertulis
10)
Tidak
ada hukuman: konselor tidak menghukum
akan memperkuat failure identity. Konselor memberikan kesempatan kepada klien
merasakan akibat dari tingkah lakunya yang salah.
DAFTAR
PUSTAKA
Corey, Gerald. Teori Dan Praktek
Konseling & Psikoterapi. 2010. Refika Aditama
Hansen, James C. Richard R. Stevic,
dan Richard W. Warner, Jr. 1982. Counseling: Theory and Process. Boston; allyn and
Bacon. Inc.
Prayitno. 1998. Konseling
Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang
Pujosuwartno, Sayekti. 1997. Berbagai
Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta :
Menara mas Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar