Rabu, Maret 2

KONSELING REALITAS


Oleh: Jumadi Tuasikal

A.    Hakikat Manusia
Pada dasarnya Glasser memiliki pandangan yang positif dan dinamis tentang hakikat manusia. Ia berkeyakinan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menentukan dan mengarahkan dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan mendasarkan diri pada keputusan-keputusan yang dibuatnya, manusia memilih perilaku untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat hidup bertanggung jawab, berhasil dan memuasakan daripada bergantung pada situasi dan lingkungannya.
Teori dasar konseling realitas adalah “teori pilihan” yang menjelaskan bahwa manusia berfungsi secara individu, dan juga berfungsi secara sosial (kelompok atau masyarakat) dengan pilihan perilaku efektif yang bertanggungjawab. Teori pilihan menjelaskan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan adalah pilihan kita. Apa yang kita lakukan adalah kita yang memilihnya/memutuskannya untuk melakukan hal tersebut. Setiap perilaku kita merupakan upaya terbaik untuk mencapai apa yang diinginkan untuk memuaskan kebutuhan kita.             Secara utuh setiap perilaku manusia terdiri dari 4 komponen :
1)      Bertindak (acting)
2)      Berpikir (thinking)
3)      Merasakan (feeling)
4)      Fisiologi (physiologi)
            Setiap perilaku adalah sebuah pilihan, oleh karena itu bahwa konseli disadarkan dengan mengungkapkan gejala-gejala perilaku bermasalahnya dalam bentuk aktif.
            Saya cemas à saya memilih untuk cemas
            Saya marah à saya memilih untuk marah
Agar perubahan terjadi maka ada 2 syarat :
1)      Klien harus menyadari bahwa perilakunya saat ini tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
2)      Klien harus yakin bahwa ia mampu memilih perilaku lain yang lebih efektif untuk memuaskan kebutuhan dasarnya




B. Teori Kepribadian
            Glasser berpandangan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Perilaku manusia dimotivasi untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Kebutuhan fisiologis yang dimaksud adalah sama dengan ahli lain, sedangkan kebutuhan psikologis manusia menurut Glasser yang mendasar pada dua macam yaitu:
1)      kebutuhan dicintai dan mencintai dan
2)      kebutuhan akan penghargaan.
            Kedua kebutuha psikologis tersebut dapat digabung menjadi satu kebutuhan yang sangat utama yang disebut kebutuhan identitas. Identitas merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang mengembangkan gambaran identitasnya berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya.
Menurut Glasser individu yang membangun identitas kegagalan tersebut pada dasarnya orang yang tidak bertanggung jawab karena mereka menolak realitas sosial, moral, dunia sekitarnya. Namun demikian identitas kegagalan pada anak ini dapat diubah menjadi identitas keberhasilan asalkan anak dapat menemukan kebutuihan dasarnya.
            Menurut Hansen, pada dasarnya terdapat dua konsep pokok yang menjadi inti dari pendekatan realitas yaitu disebut dengan 3R (right, reality dan responsibility) dan identitas keberhasilan (sukses identity) dan identitas kegagalan (failure identity). Pemahaman ketiga konsep ini dijadikan sebagai titik tolak kegiatan konseling relitas dalam menganalisis masalah-masalah klien.
             
C. Ciri-Ciri Terapi Realitas
1)      Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut.
Terapi Realitas Menolak Konsep Tetang Penyakit Mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggung jawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis.
2)      Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah- laku sekarang.
3)      Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan dating.
4)      Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yan g membantu kegagalan yang dialaminya.
5)      Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang trasferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Glasser  menyatakan bahwa para klien tidak mencari suatu pengulangan keterlibatan dimasa lampau yang tidak berhasil, tetapi mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan mereka sekarang.
6)      Terapi realitas menekankan asapek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Terapi realitas menandaskan bahwa menekankan ketaksadaran berarti mengelak dari pokok masalah yang menyangkut ketidak bertanggung jawabana klien dan memaafkan klien atas tindakannya menghindari kenyataan.
7)      Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik.
8)      Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser mendefinisikan sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”.

D. Perilaku Bermasalah
Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan karena ketidakmampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tanggung jawab dan realitas.
Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah ”identitas kegagalan”. Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.

E. Strategi Konseling
Ada dua strategi konseling realitas, yaitu membangun relasi atau lingkungan konseling dan prosedur WDEP (Want, Doing and Direction, Evaluation, Planning) sebagai suatu sistem yang fleksibel pelaksanaannya.
1)      Want (keinginan)
Langkah mengeksplorasi keinginan yang sebenarnya dari klien—ingat pada umumnya manusia membicarakan hal-hal yang tidak diinginkan—. Konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi tentang keinginan yang sebenarnya dari dengan bertanya (mengajukan pertanyaan) bidang-bidang khusus yang relevan dengan problema atau konfliknya : misalnya teman, pasangan, pekerjaan, karir, kehidupan spiritual, hubungan dengan atasan dan bawahan, dan tentang komitmennya untuk memenuhi keinginan itu.
2)      Doing and Direction(melakukan dengan terarah) 
Langkah dimana klien diharapkan mendeskripsikan perilaku secara menyeluruh berkenaan dengan 4 komponen perilaku-pikiran, tindakan, perasaan dan fisiologi yang terkaait dengan hal yang bersifat umum dan hal bersifat khusus. Konselor memberi pertanyaan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan, dan keadaan fisik yang dialami untuk memahami perilaku klien secara menyeluruh dan kesadarannya terhadap perilakunya itu.
3)      Evaluation (Evaluasi)
Evaluasi diri klien-merupakan inti terapi realitas. Klien di dorong untuk melakukan evaluasi terhadap perilaku yang telah dilakukan terkait dengan efektifitasnyadalam memenuhi kebutuhan atau keinginan-membantu atau bahkan menyulitkan, ketepatan dan kemampuannya, arah dan keterarahannya, persepsinya, dan komitmennya dalam memenuhi keinginan serta pengaruh terhadap dirinya. Pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat evaluasi “diri” disampaikan dengan empatik, kepedulian, dan penuh perhatian positif.
4)      Planning (rencana)
Klien membuat rencana tindakan sebagai perilaku total dengan bantuan konselor. Dalam membantu klien membuat rencana tindakan, konselor mendasarkan pada kriteria tentang rencana yang efektif, yaitu : (1) dirumuskan oleh klien sendiri, (2) realistis atau dapat dicapai, (3) ditindak lanjuti dengan segera, (4) berada di bawah kontrol klien, tidak bergantung pada orang lain— tindakan bertanggung jawab.

F. Tujuan
1)      Konseling yang merupakan tempat yang secara khusus mengajar atau melatih klien apa saja yang seharusnya dilakukan dalam hidupnya; pengajaran atau latihan itu dilaksanakan dalam waktu yang singkat.
2)      Tujuan: mengajar atau melatih klien memenuhi kebutuhannya dengan mempergunakan pedoman right, responsibility dan reality.

G. Teknik-teknik Konseling
1)      Personal : menciptakan suasana hangat dan penuh perhatian terhadap klien, dengan mempergunakan kata ganti; saya, anda dan kita. Suasana ini mengarah kepada self-disclosing (bagi klien maupun konselor).
2)      Lebih memfokuskan kepada tingkah laku sekarang dari pada perasaan sekarang (feeling). Bukan perasaan yang penting melainkan apa yang dilakukan.
3)      Menekankan sekarang (kekinian): menekankan bgerfungsinya klien sekarang, bukan masa lalu.
4)      Mempertimbangkan nilai: klien diajak untuk menilai tingkah lakunya sendiri, apakah responsible, menguntungkan atau merugikan diri sendiri dan orang lain.
5)      Merencanakan: membuat rencana khusus untuk mengubah tingkah laku yang tidak responsible.
6)      Pengukuran: pengukuran hasrat atas rencana pengubahan tingkah laku.
7)      Tidak menerima alasan kegagalan: Konselor tidak boleh mengeksplorasi alasan-alasan mengapa konseli gagal dalam melaksanakan rencana. Konselor memusatkan perhatian kembali pada rencana baru yang lebih cocok
8)      Tidak ada maaf: apa bila rencana yang dibuat itu tidak terlaksana atau tidak membuahkan hasil. Konselor tidak bertanya mengapa, melainkan membantu klien membuat rencana selanjutnya.
9)      Pembuatan komitmen: Rencana akan bermanfaat jika konseli membuat suatu komitmen untuk melaksanakannya. Komitmen dapat secara lisan atau tertulis
10)  Tidak ada hukuman:  konselor tidak menghukum akan memperkuat failure identity. Konselor memberikan kesempatan kepada klien merasakan akibat dari tingkah lakunya yang salah.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi. 2010. Refika Aditama
Hansen, James C. Richard R. Stevic, dan Richard W. Warner, Jr. 1982. Counseling: Theory          and Process. Boston; allyn and Bacon. Inc.
Prayitno. 1998.  Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang
Pujosuwartno, Sayekti. 1997. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta :           Menara mas Offset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEORI PERKEMBANGAN KARIR: KRUMBOLTZ SERTA APLIKASINYA

Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd A.    Konsep Dasar             Jika kita bicara mengenai bimbingan karir melalui pendekatan pemilihan...