Jumat, Maret 4

TEORI KONSELING GESTALT



Oleh: Jumadi Tuasikal

1. Sejarah Konseling Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation“ (1890). Teori ini dibangun oleh tiga orang, Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Pengikut-pengikut aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi aliran-aliran lain . Bagi yang mengikuti aliran Gestalt perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer ialah keseluruhan , sedangkan bagian –bagiannya adalah sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain ; keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya. Contohnya  kalau kita bertemu dengan seorang teman misalnya, dari kejahuan yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru , melainkan teman kita itu secara keseluruhan selanjutnya baru kemudian kita saksikan adanya hal-hal khusus (bagian-bagian) tertentu misalnya baju yang baru.

2.      Konsep Dasar
a. Di Sini dan Sekarang (Here and Now)
Perls mengatakan bahwa “kekuatan ada pada masa kini” (power is in the present). Pendekatan gestalt mengutamakan masa sekarang, segala sesuatu tidak ada kecuali yang ada pada masa sekarang, karena masa lalu telah berlalu dan masa depan belum sampai, hanya masa sekarang yang penting. Pendekataan gestalt mengapresiasi pengalaman pada masa ini. Menurut gestalt, kebanyakan orang kehilangan kekuatan masa sekarangnya karena individu menginvestasikan energinya untuk mengeluh tentang kesalahan masa lalu dan bergulat pada resolusi dan rencana masa depan yang tidak ada ujungnya. Oleh karena itu, kekuatan individu untuk melihat masa sekarang menjadi berkurang bahkan hilang.
Selanjutnya Perls berpendapat bahwa kecemasan yang dialami individu terjadi karena ada jarak antara kenyataan masa sekarang deng harapan masa yang akan datang. Menurutnya ketika individu memulai berpikir, merasa dan bertindak dari masa kini namun dikuasai oleh harapan-harapan masa depan. Kecemasan yang dialami individu diakibatkan oleh harapan katastropik dan harapan anastropik. Harapan katastropik, yaitu kecemasan akan kejadian-kejadian buruk dan tidak menyenangkan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Harapan anastropik, yaitu harapan-harapan yang berlebihan bahwa hal-hal yang baik dan menyenangkan akan terjadi di masa depan .
Dalam model konseling gestalt, untuk membantu konseli melakukan kontak dengan masa sekarang, konselor menggunakan kata tanya “apa” (what) dan “bagaimana” (how). Jarang sekali koselor menggunakan kata “mengapa” (why). Masa lalu tidak penting kecuali bila berhubungan dengan fungsi-fungsi individu yang dibutuhkan pada masa sekarang. Dengan demikian ketika konselor membahas masa lalu yang signifikan tersebut, konselor membawanya ke masa sekarang. Misalnya, ketika membicarakan trauma masa kecil yang dialami konseli berkaitan dengan ayahnya, konselor bukan hanya membicarakan pengalaman masa lalunya tetapi bagaimana trauma itu berpengaruh ketika konseli berbicara dengan ayahnya di masa sekarang. Dengan proses ini, individu mendapatkan kelegaan dari kesatikat dan potensi untu berubah serta mencapai resolusi baru.

b. Urusan yang Tidak Selesai (unfinished business) dan penghindaran (avoidance)
Urusan yang tidak selesai (unfinished business) adalah perasaan-perasaan yang tidak dapat diekspresikan pada masa lalu seperti kesakitan, kecemasan, perasaan bersalah, kemarahan, dan sebagainya. Walaupun perasaan-perasaan tersebut tidak diekspresikan, namun berkaitan dengan ingatan dan fantasi. Hal ini karena perasaan ini tidak diekspresikan dan terus mengganggu kehidupan masa sekarang, dan membuat individu tidak dapat melakukan kontak dengan orang lain dengan autentik. Urusan yang tidak kunjung selesai memiliki efek yang dapat mengganggu individu, seperti kecemasan yang berlebihan sehingga individu tidak dapat memperhatikan hal penting lain, tingkah laku yang tidak terkontrol, terlalu berhati-hati dan menyakiti diri sendiri.
Penghindaran berkaitan erat dengan unfinished business. Penghindaran adalah individu yang selalu menghindari untuk menghadapi unfinished business dan dari mengalami pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan unfinished business. Perls mengatakan bahwa individu cenderung lebih memilih menghindari pengalaman yang menyakitkan secara emosional dari pada melakukan sesuatu yang ia butuhkan untuk berubah.


c. Bentuk-bentuk Pertahanan Diri
v  Individu memiliki lima bentuk pertahanan diri yang beroperasi dalam dirinya, yaitu :
a)       Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah memasukkan ide-ide, keyakinan-keyakinan dan asumsi-asumsi tentang diri individu, seperti apa individu seharusnya dan bagaimanan individu harus bertingkah laku. Dalam proses interaksi dengan lingkungan, individu yang sehat dapat membedakan dan memberikan batasan antara dirinya dan lingkungannya. Akan tetapi, individu yang melakukan proses introyeksi pada diri (self) individu, yaitu bila individu memasukkan ide-ide, keyakinan, dan nilai yang dianut lingkungan terhadap dirinya tanpa proses filterisasi, sehingga individu tidak dapat membedakan dirinya dengan lingkungan. Hal ini membuat self mengadopsi semua nilai lingkungan yang top dog, sehingga self berusaha untuk mempertahankan diri dalam posisi under dog.
b)      Proyeksi
Proses dimana individu melakukan atribusi kepada pemikiran, perasaan, keyakinan dan sikap orang lain yang sebenarnya adalah bukan milik individu. Proyeksi juga berarti individu tidak dapat membedakan dirinya dan lingkungan, mengatribusikan diri kepada orang lain serta menghindari tanggung jawab terhadap perasaan dan diri individu sebenarnya, serta membuat individu tidak berdaya untuk membuat perubahan.
c)      Retrofleksi (retroflection)
Retrifleksi adalah proses di mana individu mengembalikan implus-implus dan respon-respon kepada dirirnya karena ia tidak dapat mengekspresikannya kepada orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini individu menekan perasaanya karena ia tidak dapat menerima kehadiran perasaan tersebut, atau individu mengetahui dan mempercayai bahwa perasaan itu tidak dapat diterima oleh orang lain disekitarnya.
d)     Defleksi (deflection)
Defleksi adalah metode penghindaran, yaitu cara mengubah pertanyaan atau pernyataan menjadi memiliki makna lain sehingga individu dapat menghindari dari merespon pertanyaan atau pernyataan tersebut. Defleksi merupakan cara untuk menghindari kontak dengan kenyataan. Defleksi dapat terlihat dari penggunaan humor yang berlebihan, menjawab pertanyaan dengan tersenyum atau tertawa melakukan generalisasi abstrak, menghindari kontak mata.
e)      Confluence dan Isolasi (isolation)
Confluence secara harfiah berarti menyatu. Hal ini bermakna bahwa individu berada dalam hubungan dengan linngkungan, menjadi orang lain, tempat, objek, atau ideal-ideal. Individu tidak dapat membedakan antara dirinya dengan lingkungan, selalu sesuai dan tidak ada konflik antara keyakinan dan pikiran orang lain dengan dirinya. Orang yang mengalami confluence biasanya tidak pernah mengekspresikan perasaan sebenarnya. Orang yang mengalami confluence biasanya mengisolasi diri dari lingkungan. Ia menarik diri dari lingkungan dalam rangkan mengamankan perasaanya dari kondisi yang tidak dapat ditoleransi oleh dirinya.

3. Pandangan tentang Manusia
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.
Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :
a)      Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya.
b)      Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu.
c)      Aktor bukan reaktor
d)     Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya.
e)      Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
f)       Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.

4. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu konseli agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
a)      Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut: Membantu konseli agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
b)      Membantu konseli menuju pencapaian integritas kepribadiannya
c)      Mengentaskan konseli dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
d)     Meningkatkan kesadaran individual agar konseli dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

5.      Masalah Yang Timbul Pada Diri Manusia
Passon (1973) membagi jenis pengalaman masalah individu kedalam 6 tipe yaitu:
a)      Lack of Awareness, behubungan tentang individu dengan kepribadian yang kaku, dimana individu tersebut keihilangan akan kreatifitasnya mengahdapai dirinya dalam lingkungan.
b)      Lack of self-responsibility, berhubungan juga dengan lack of awareness, tetapi mengambil bentuk mencoba untuk memanipulasi lingkungan sebagai ganti dirinya. Individu bekerja keras untuk tetap dalam situasi ketergantungan.
c)      Loss of contact with the environment, juga berkaitan dengan area yang pertama, masalah ini bisa menjadi dua bentuk yaitu, ketika individu menjadi begitu kaku dalam perilakunya maka tidak ada lingkungan menerimanya, efeknya dia akan menarik dirinya dari lingkungan. Yang kedua begitu juga dengan individu yang ingin pujian (approbation) dimana dia telah tidak memiliki self believe.
d)     Inability to complete Gestalt, yang berkaitan dengan urusan yang belum selesai dalam kehidupan dengan kata lain yang bersifat menyeluruh. Sehingga apabila urusan yang belum selesai tersebut semakin besar maka individu akan mengalami kesulitan untuk mencari pemecahanya.
e)      Disowning of needs, berkaitan dengan seseorang bertindak untuk menolak satu dari kebutuhannya. Seperti contohnya ketika lingkungan membenci perilaku agresif maka individu akan menghilangkan kebutuhan tersebut, akan tetapi individu yang telah menghilangka rasa agresif tersbut berada dalam lingkungan yang harus agresif maka individu tersebut akan mengalami ksulitan dalam membentuknya lagi.
f)       Dichotomizing dimensions of the self, mengambil bentuk orang merasa diri mereka berada pada satu kemungkinan yag berkelanjutan seperti kuat atau lemah, maskulin atau feminim. Maka menurut Perls adanya individu yang merasa berada pada top dog (controller) dan underdog (controlled).

6. Proses Konseling        
a)      Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan konseli sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong konseli untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar konseli mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk itu konseli bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.
b)      Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat.
c)      Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar konseli menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan konseli tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu konseli untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan konseli.
d)     Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan dan konseli menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah membuat perasaan konseli untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.


v  Fase-fase proses konseling :
a)      Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada konseli. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap konseli berbeda, karena masing-masing konseli mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
b)      Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
Ø  Membangkitkan motivasi konseli, dalam hal ini konseli diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran konseli terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.
Ø  Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli dan menekankan kepada konseli bahwa konseli boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
c)      Fase ketiga, konselor mendorong konseli untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, konseli diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini. Kadang-kadang konseli diperbolahkan memproyeksikan dirinya kepada konselor. Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan konseli.
d)     Fase keempat, setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling.
Ø  Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Ø  Konseli telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
Ø  Dalam situasi ini konseli secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan potensi dirinya.
7. Teknik Konseling
Hubungan personal antara konselor dengan konseli merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk membantu konseli memperoleh kesadaran secara penuh.
1)      Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestalt
a)      Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu konseli tetapi tidak akan bisa mengubah konseli, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
b)      Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam proses konseling konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
c)      Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran konseli tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga dengan demikian konseli mengintegrasikan kembali dirinya: (a) konseli mempergunakan kata ganti personal konseli mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan; (b)konseli mengambil peran dan tanggung jawab; (c) konseli menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau tingkah lakunya.
2)      Teknik-teknik Konseling Gestalt
a)      Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara konseli dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya : (a) kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak; (b) kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh; (c) kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh” (d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung; (e) kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah. Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya konseli akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.

b)      Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu konseli agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta konseli untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian konseli menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”. Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan konseli akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
c)      Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada konseli untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
d)     Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta konseli untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada konseli untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi konseli pemalu yang berlebihan.
e)      Tetap dengan Perasaan
Teknik dapat digunakan untuk konseli yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong konseli untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu. Kebanyakan konseli ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong konseli untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong konseli untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu. Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
f)       Kursi Kosong
Merupakan suatu teknik role playing yang dilakukan oleh konseli dengan seseorang yang dibayangkan pada kursi kosong. Tujuannya untuk menurunkan ketegangan akibat konflik.
g)      Berkeliling
Suatu latihan dimana konseli diminta untuk berkeliling ketemannya (orang yang dikenalnya) dan berbicara atau melakukan sesuatu yang terkait dengan masalahnya. Tujuannya untuk menghadapi, memberanikan dan menyikapkan diridengan tingkah laku yang baru.
h)      Saya Memiliki Suatu Rahasia
Suatu metode pembentukan kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa konseli tidak mau membuka rahasianya dan mengeksplorasi ketakutan- ketakutan, menyampaikan hal- hal yang mereka anggap memalukan/menimbulkan rasa berdosa.
i)        Permainan Melebih- Lebihkan
Suatu metode peningkatan kesadaran atas tanda- tanda dan isyarat- isyarat halus yang dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh. Misal : gemetar (menggoyangkan tangan dan kaki

DAFTAR PUSTAKA 
James C. Hansen dkk. 1977. Counseling: Theory And Process. Edisi ke 2. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita, Kerangka Konseling Eklektik. Padang: UNP Press.
Taufik. 2014. Model-Model Konseling. Padang. FKIP UNP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEORI PERKEMBANGAN KARIR: KRUMBOLTZ SERTA APLIKASINYA

Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd A.    Konsep Dasar             Jika kita bicara mengenai bimbingan karir melalui pendekatan pemilihan...