Oleh: Jumadi Tuasikal
1. Sejarah Konseling Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan
proses persepsi melalui
pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori
gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi
bagian-bagian kecil. Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von Ehrenfels,
dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation“ (1890). Teori ini dibangun oleh tiga
orang, Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Mereka menyimpulkan
bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya
sebagai kesatuan yang utuh.
Pengikut-pengikut aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang
berlawanan dengan konsepsi aliran-aliran lain . Bagi yang mengikuti aliran
Gestalt perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi
itu yang primer ialah keseluruhan , sedangkan bagian –bagiannya adalah
sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada
keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain ;
keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
Contohnya kalau kita bertemu dengan seorang teman misalnya, dari kejahuan
yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru , melainkan teman kita itu secara keseluruhan selanjutnya baru
kemudian kita saksikan adanya hal-hal khusus (bagian-bagian) tertentu misalnya
baju yang baru.
2.
Konsep Dasar
a. Di Sini dan Sekarang (Here and Now)
Perls
mengatakan bahwa “kekuatan ada pada masa kini” (power is in the present).
Pendekatan gestalt mengutamakan masa sekarang, segala sesuatu tidak ada kecuali
yang ada pada masa sekarang, karena masa lalu telah berlalu dan masa depan
belum sampai, hanya masa sekarang yang penting. Pendekataan gestalt
mengapresiasi pengalaman pada masa ini. Menurut gestalt, kebanyakan orang
kehilangan kekuatan masa sekarangnya karena individu menginvestasikan energinya
untuk mengeluh tentang kesalahan masa lalu dan bergulat pada resolusi dan
rencana masa depan yang tidak ada ujungnya. Oleh karena itu, kekuatan individu
untuk melihat masa sekarang menjadi berkurang bahkan hilang.
Selanjutnya
Perls berpendapat bahwa kecemasan yang dialami individu terjadi karena ada
jarak antara kenyataan masa sekarang deng harapan masa yang akan datang.
Menurutnya ketika individu memulai berpikir, merasa dan bertindak dari masa
kini namun dikuasai oleh harapan-harapan masa depan. Kecemasan yang dialami
individu diakibatkan oleh harapan katastropik dan harapan anastropik. Harapan
katastropik, yaitu kecemasan akan kejadian-kejadian buruk dan tidak
menyenangkan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Harapan anastropik,
yaitu harapan-harapan yang berlebihan bahwa hal-hal yang baik dan menyenangkan
akan terjadi di masa depan .
Dalam
model konseling gestalt, untuk membantu konseli melakukan kontak dengan masa
sekarang, konselor menggunakan kata tanya “apa” (what) dan
“bagaimana” (how). Jarang sekali koselor menggunakan kata “mengapa”
(why). Masa lalu tidak penting kecuali bila berhubungan
dengan fungsi-fungsi individu yang dibutuhkan pada masa sekarang. Dengan
demikian ketika konselor membahas masa lalu yang signifikan tersebut, konselor
membawanya ke masa sekarang. Misalnya, ketika membicarakan trauma masa kecil
yang dialami konseli berkaitan dengan ayahnya, konselor bukan hanya
membicarakan pengalaman masa lalunya tetapi bagaimana trauma itu berpengaruh
ketika konseli berbicara dengan ayahnya di masa sekarang. Dengan proses ini,
individu mendapatkan kelegaan dari kesatikat dan potensi untu berubah serta
mencapai resolusi baru.
b. Urusan yang Tidak Selesai (unfinished business) dan penghindaran (avoidance)
Urusan
yang tidak selesai (unfinished business) adalah perasaan-perasaan
yang tidak dapat diekspresikan pada masa lalu seperti kesakitan, kecemasan,
perasaan bersalah, kemarahan, dan sebagainya. Walaupun perasaan-perasaan
tersebut tidak diekspresikan, namun berkaitan dengan ingatan dan fantasi. Hal
ini karena perasaan ini tidak diekspresikan dan terus mengganggu kehidupan masa
sekarang, dan membuat individu tidak dapat melakukan kontak dengan orang lain
dengan autentik. Urusan yang tidak kunjung selesai memiliki efek yang dapat
mengganggu individu, seperti kecemasan yang berlebihan sehingga individu tidak
dapat memperhatikan hal penting lain, tingkah laku yang tidak terkontrol,
terlalu berhati-hati dan menyakiti diri sendiri.
Penghindaran
berkaitan erat dengan unfinished business. Penghindaran
adalah individu yang selalu menghindari untuk menghadapi unfinished
business dan dari mengalami pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan unfinished business. Perls
mengatakan bahwa individu cenderung lebih memilih menghindari pengalaman yang
menyakitkan secara emosional dari pada melakukan sesuatu yang ia butuhkan untuk
berubah.
c. Bentuk-bentuk
Pertahanan Diri
v Individu
memiliki lima bentuk pertahanan diri yang beroperasi dalam dirinya, yaitu :
a)
Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah memasukkan ide-ide,
keyakinan-keyakinan dan asumsi-asumsi tentang diri individu, seperti apa
individu seharusnya dan bagaimanan individu harus bertingkah laku. Dalam proses
interaksi dengan lingkungan, individu yang sehat dapat membedakan dan
memberikan batasan antara dirinya dan lingkungannya. Akan tetapi, individu yang
melakukan proses introyeksi pada diri (self) individu,
yaitu bila individu memasukkan ide-ide, keyakinan, dan nilai yang dianut
lingkungan terhadap dirinya tanpa proses filterisasi, sehingga individu tidak
dapat membedakan dirinya dengan lingkungan. Hal ini membuat self
mengadopsi semua nilai lingkungan yang top dog, sehingga
self berusaha untuk mempertahankan diri dalam posisi under
dog.
b)
Proyeksi
Proses dimana individu melakukan atribusi
kepada pemikiran, perasaan, keyakinan dan sikap orang lain yang sebenarnya
adalah bukan milik individu. Proyeksi juga berarti individu tidak dapat
membedakan dirinya dan lingkungan, mengatribusikan diri kepada orang lain serta
menghindari tanggung jawab terhadap perasaan dan diri individu sebenarnya,
serta membuat individu tidak berdaya untuk membuat perubahan.
c)
Retrofleksi (retroflection)
Retrifleksi adalah proses di mana individu
mengembalikan implus-implus dan respon-respon kepada dirirnya karena ia tidak
dapat mengekspresikannya kepada orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini
individu menekan perasaanya karena ia tidak dapat menerima kehadiran perasaan
tersebut, atau individu mengetahui dan mempercayai bahwa perasaan itu tidak
dapat diterima oleh orang lain disekitarnya.
d)
Defleksi (deflection)
Defleksi adalah metode penghindaran, yaitu
cara mengubah pertanyaan atau pernyataan menjadi memiliki makna lain sehingga
individu dapat menghindari dari merespon pertanyaan atau pernyataan tersebut. Defleksi
merupakan cara untuk menghindari kontak dengan kenyataan. Defleksi dapat
terlihat dari penggunaan humor yang berlebihan, menjawab pertanyaan dengan
tersenyum atau tertawa melakukan generalisasi abstrak, menghindari kontak mata.
e)
Confluence dan Isolasi (isolation)
Confluence secara
harfiah berarti menyatu. Hal ini bermakna bahwa individu berada dalam hubungan
dengan linngkungan, menjadi orang lain, tempat, objek, atau ideal-ideal.
Individu tidak dapat membedakan antara dirinya dengan lingkungan, selalu sesuai
dan tidak ada konflik antara keyakinan dan pikiran orang lain dengan dirinya.
Orang yang mengalami confluence biasanya tidak pernah
mengekspresikan perasaan sebenarnya. Orang yang mengalami confluence
biasanya mengisolasi diri dari lingkungan. Ia menarik diri dari
lingkungan dalam rangkan mengamankan perasaanya dari kondisi yang tidak dapat
ditoleransi oleh dirinya.
3. Pandangan tentang Manusia
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya
selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Manusia aktif terdorong kearah
keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap individu
memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan
untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya
integritas atau keutuhan pribadi.
Jadi hakikat manusia menurut pendekatan
konseling ini adalah :
a) Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya.
b) Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam
kaitannya dengan lingkungannya itu.
c) Aktor bukan reaktor
d) Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan
pemikirannya.
e) Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
f) Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
4. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu konseli
agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus
dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli haruslah dapat berubah dari
ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat
berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
a) Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara
penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya.
Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan
sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Secara lebih spesifik tujuan konseling
Gestalt adalah sebagai berikut: Membantu konseli agar dapat memperoleh
kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight
secara penuh.
b) Membantu konseli menuju pencapaian integritas kepribadiannya
c) Mengentaskan konseli dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan
orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
d) Meningkatkan kesadaran individual agar konseli dapat beringkah laku menurut
prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang
muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
5.
Masalah Yang Timbul Pada Diri Manusia
Passon (1973) membagi jenis
pengalaman masalah individu kedalam 6 tipe yaitu:
a)
Lack
of Awareness, behubungan tentang individu dengan kepribadian yang kaku, dimana
individu tersebut keihilangan akan kreatifitasnya mengahdapai dirinya dalam
lingkungan.
b)
Lack
of self-responsibility, berhubungan juga dengan lack of awareness, tetapi
mengambil bentuk mencoba untuk memanipulasi lingkungan sebagai ganti dirinya.
Individu bekerja keras untuk tetap dalam situasi ketergantungan.
c)
Loss
of contact with the environment, juga berkaitan dengan area yang pertama,
masalah ini bisa menjadi dua bentuk yaitu, ketika individu menjadi begitu kaku
dalam perilakunya maka tidak ada lingkungan menerimanya, efeknya dia akan
menarik dirinya dari lingkungan. Yang kedua begitu juga dengan individu yang
ingin pujian (approbation) dimana dia telah tidak memiliki self believe.
d)
Inability
to complete Gestalt, yang berkaitan dengan urusan yang belum selesai dalam
kehidupan dengan kata lain yang bersifat menyeluruh. Sehingga apabila urusan
yang belum selesai tersebut semakin besar maka individu akan mengalami
kesulitan untuk mencari pemecahanya.
e)
Disowning
of needs, berkaitan dengan seseorang bertindak untuk menolak satu dari
kebutuhannya. Seperti contohnya ketika lingkungan membenci perilaku agresif
maka individu akan menghilangkan kebutuhan tersebut, akan tetapi individu yang
telah menghilangka rasa agresif tersbut berada dalam lingkungan yang harus
agresif maka individu tersebut akan mengalami ksulitan dalam membentuknya lagi.
f)
Dichotomizing
dimensions of the self, mengambil bentuk orang merasa diri mereka berada pada
satu kemungkinan yag berkelanjutan seperti kuat atau lemah, maskulin atau
feminim. Maka menurut Perls adanya individu yang merasa berada pada top dog
(controller) dan underdog (controlled).
6. Proses Konseling
a)
Fokus utama konseling gestalt adalah
terletak pada bagaimana keadaan konseli sekarang serta hambatan-hambatan apa
yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong
konseli untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba
menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar konseli mau belajar
menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk itu konseli bisa diajak untuk
memilih dua alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau
membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.
b)
Konselor hendaknya menghindarkan diri
dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan
diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat.
c)
Konselor sejak awal konseling sudah
mengarahkan tujuan agar konseli menjadi matang dan mampu menyingkirkan
hambatan-hambatn yang menyebabkan konseli tidak dapat berdiri sendiri. Dalam
hal ini, fungsi konselor adalah membantu konseli untuk melakukan transisi dari
ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya
sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau
kebuntuan konseli.
d)
Pada saat konseli mengalami gejala
kesesatan dan konseli menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara
mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas
konselor adalah membuat perasaan konseli untuk bangkit dan mau menghadapi
ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
v Fase-fase proses konseling :
a) Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai
situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada konseli.
Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap konseli berbeda, karena
masing-masing konseli mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki
kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
b) Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan konseli untuk
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Ada dua
hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
Ø
Membangkitkan motivasi konseli, dalam
hal ini konseli diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau
ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran konseli terhadap ketidakpuasannya semakin
besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula
keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.
Ø
Membangkitkan dan mengembangkan otonomi
konseli dan menekankan kepada konseli bahwa konseli boleh menolak saran-saran
konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
c) Fase ketiga, konselor mendorong konseli untuk mengatakan
perasaan-perasaannya pada saat ini, konseli diberi kesempatan untuk mengalami
kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan
saat ini. Kadang-kadang konseli diperbolahkan memproyeksikan dirinya kepada
konselor.
Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah
kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat
diidentifikasi apa yang harus dilakukan konseli.
d)
Fase keempat, setelah konseli
memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya, konselor mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling.
Ø Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan
integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Ø Konseli telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan
dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya,
perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
Ø Dalam situasi ini konseli secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan
untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan potensi
dirinya.
7. Teknik Konseling
Hubungan personal antara konselor dengan konseli
merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan dalam proses konseling.
Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses konseling
berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk membantu konseli
memperoleh kesadaran secara penuh.
1) Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestalt
a) Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu konseli tetapi tidak
akan bisa mengubah konseli, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung
jawab atas tingkah lakunya.
b) Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam
proses konseling konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak
sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa
lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang.
Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
c) Orientasi Eksperiensial, konselor
meningkatkan kesadaran konseli tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya,
sehingga dengan demikian konseli mengintegrasikan kembali dirinya: (a) konseli
mempergunakan kata ganti personal konseli mengubah kalimat pertanyaan menjadi
pernyataan; (b)konseli mengambil peran dan tanggung jawab; (c) konseli
menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau tingkah lakunya.
2) Teknik-teknik Konseling Gestalt
a) Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara konseli dikondisikan
untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu
kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya : (a) kecenderungan
orang tua lawan kecenderungan anak; (b) kecenderungan bertanggung jawab lawan
kecenderungan masa bodoh; (c) kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan
“anak bodoh” (d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung; (e)
kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah. Melalui dialog yang kontradiktif
ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya konseli akan mengarahkan dirinya
pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan
dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
b) Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu konseli
agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan
perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta
konseli untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian konseli menambahkan dalam
pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”. Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas
kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang,
dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan
itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan
membantu meningkatkan kesadaraan konseli akan perasaan-perasaan yang mungkin
selama ini diingkarinya.
c) Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada
orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau
menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya
kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada
orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor
meminta kepada konseli untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan
kepada orang lain.
d) Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu
sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang
mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta konseli untuk memainkan peran
yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada konseli untuk memainkan peran
“ekshibisionis” bagi konseli pemalu yang berlebihan.
e) Tetap dengan Perasaan
Teknik dapat digunakan untuk konseli
yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia
sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong konseli untuk tetap bertahan
dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu. Kebanyakan konseli ingin melarikan diri
dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong konseli untuk bertahan
dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong
konseli untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin
dihindarinya itu. Untuk membuka dan membuat jalan menuju
perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya
mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi
membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
f) Kursi Kosong
Merupakan suatu teknik role playing
yang dilakukan oleh konseli dengan seseorang yang dibayangkan pada kursi
kosong. Tujuannya untuk menurunkan ketegangan akibat konflik.
g)
Berkeliling
Suatu latihan dimana konseli diminta
untuk berkeliling ketemannya (orang yang dikenalnya) dan berbicara atau
melakukan sesuatu yang terkait dengan masalahnya. Tujuannya untuk menghadapi,
memberanikan dan menyikapkan diridengan tingkah laku yang baru.
h)
Saya Memiliki Suatu Rahasia
Suatu metode pembentukan kepercayaan
dalam rangka mengeksplorasi mengapa konseli tidak mau membuka rahasianya dan
mengeksplorasi ketakutan- ketakutan, menyampaikan hal- hal yang mereka anggap
memalukan/menimbulkan rasa berdosa.
i)
Permainan Melebih- Lebihkan
Suatu metode peningkatan kesadaran atas
tanda- tanda dan isyarat- isyarat halus yang dikirimkan oleh seseorang melalui
bahasa tubuh.
Misal : gemetar (menggoyangkan tangan dan kaki
DAFTAR PUSTAKA
James C.
Hansen dkk. 1977. Counseling: Theory And
Process. Edisi ke 2. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Prayitno.
1998. Konseling Pancawaskita, Kerangka
Konseling Eklektik. Padang: UNP Press.
Taufik.
2014. Model-Model Konseling. Padang.
FKIP UNP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar