Sabtu, Maret 5

KONSELING SELF (ROGERS)


Oleh: Jumadi Tuasikal
A. Pengantar Konseling Self
     Konseling yang berpusat pada klien (client-centreted) sering pula disebut dengan konseling teori diri (self theory), konseling non-direktif dan konseling Rogerian. Konseling self (client-Centred) ini dipelopori oleh Rogers. Menurut Rogers konseling dan psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien berkembang dengan pesat di Amerika Serikat dan diterima sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang diterapkan tidak hanya bagi orang dewasa akan tetapi juga bagi remaja dan anak-anak. Adapun asumsi tentang manusia menurut Konseling self ini adalah sebagai berikut :
a)      Manusia adalah rasional, tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri.
b)      Dalam kondisi yang memungkinkan, manusia akan mampu mengarahkan diri sendiri, maju dan menjadi individu yang positif dan konstruktif.
                       
B. Struktur Kepribadian
            Rogers membentuk teori kepribadian berdasarkan tiga komponen pokok yaitu : organisme, lapangan phenomenal dan self.
a.       Organisme
Istilah organisme menjelaskan individu secara totalitas. Organisme adalah sebuah sistem yang diorganisir secara total dimana apabila salah satu bagian sistem berubah maka akan mengakibatkan pula perubahan bagian yang lainnya”. Maka disini organisme menjelaskan bahwa seseorang itu tercermin dari cara berpikir, cara bertingkah laku dan wujud fisik. Menurut Rogers organisme bereaksi secara menyeluruh terhadap lapangan phenomenal dan reaksi tersebut merupakan upaya untuk kebutuhan dasar, aktualisasi diri, dan sebagai simbol reaksi terhadap pengalaman yang dihadapi.
b.      Lapangan Phenomenal
Lapangan phenomenal adalah keseluruhan pengalaman yang pernah dialami seseorang. Setiap individu dalam kehidupannya secara terus menerus mengalami perubahan pengalaman hidup dimana dia sendiri adalah pusat dari kejadian itu. Melalui lapanagn phenomenal individu selalu mengalami perubahan terus menerus meliputi kejadian-kejadian eksternal dan internal dari individu tersebut. Sebagian kejadian disadari (diterima secara sadar) dan sebagian lagi diterima secara tidak sadar. Namun yang terpenting adalah apa yang dia terima dari pengalaman yang dialaminya yaitu hal-hal yang dipersepsi dan yang dianggapnya penting.
c.       Self
Menurut Rogers self berbeda dari lapangan phenomenal yang terdiri dari berbagai persepsi dan nilai-nilai ”I” dan “me”. Menurut Rogers dalam konsep struktur kepribadian, self adalah pusat dari struktur. Self menggerakkan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Begitu dia berinteraksi akan menimbulkan dua kemungkinan, bisa berinteraksi baik dengan lingkungan atau malah mendistorsi nilai-nilai yang sudah dimiliki oleh orang lain. Maka disini self berupaya menjaga konsisten perilaku organisme dan perilaku dirinya sendiri. Pengalaman yang konsisten dengan konsep self dapat disebut berintegrasi, sedangkan yang tidak maka akan diterima sebagai ancaman atau kendala. Sentral menurut konsep self adalah segala sesuatu yang selalu berproses, bertumbuh dan berubah sebagai akibat dari interaksi berkesinambungan dengan lapangan phenomenal

C. Perkembangan Kepribadian
            Semua perilaku manusia dimotivasi oleh self-actualizationKepribadian merupakan produk interaksi yang terus menerus antara organisme, lapangan fenomena dan self. Karenanya kepribadian itu tidak statis, tetapi terus berkembang.
a)      Organismic Valuing Process ( OVP)
Pengalaman yang diperoleh seorang bayi saat dia gagal memenuhi  kebutuhannya akan memberikan pesepsi tentang nilai-nilai negatif sedangkan pengalaman dimana ia dapat memenuhi kebutuhannya akan memberikan nilai-nilai positif, proses mendapatkan nilai-nilai positif dan negatif itulah yang dinamakan OVP. Dalam OVP nilai-nilai tidak pernah bertahan tetap pada diri seseorang, karena nilai-nilai tersebut secara berkesinambungan akan mengalami perubahan sesuai dengan pengalaman yang tersimbolisasi secara akurat.
b)      Positive Regard From Others (PRO)
Positive Regard From Others adalah kondisi dimana individu memulai menerima nilai-nilai dari orang lain dibandingkan dengan nilai-nilai yang ia miliki, inilah yang akhirnya membentuk evaluasi cara berfikirnya berdasarkan perilaku yang  dinilai orang lain.
c)      Self Regard (SRG)
Seorang mulai membangun penghargaan untuk dirinya sendiri berdasarkan persepsinya terhadap penghargaan yang ia terima dari orang lain. Seseorang mulai mengendalikan perilakunya baik atau buruk karena memperhatikan penilaian orang lain, tanpa peduli apakah menurut diri sendiri tingkah laku itu baik atau buruk. Dengan kata lain memaksakan nilai-nilai dari orang lain terhadap diri sendiri.
d)     Condition Of Worth (COW)
Individu berada dalam kondisi yang menunjukkan bahwa ia tidak dapat menilai diri sendiri dengan ‘kaca mata’ positif tetapi dengan nilai-nilai yang dipaksakan. Sepertihalnya individu memberikan nilai-nilai positif terhadap pengalaman yang tidak menyenangkan dan dia dapat pula memberikan nilai-nilai negatif terhadap pengalaman yang menyenangkan.

D. Perkembangan kepribadian yang Normal
            Kondisi-kondisi yang membentuk perkembangan kepribadian normal adalah individu secara terus menerus mengalami pengalaman positif berdasarkan penilaian dari orang lain. Misalnya ”jika seorang anak selalu merasa dicintai oleh lingkungannya walaupun lingkungan atau keluarganya itu tidak bisa menerima beberapa perilaku si anak tadi”. Jika individu terus menerus dievaluasi secara positif oleh lingkungannya maka individu ini akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat”. Terdapat keseimbangan antara organisme, lapangan fenomena dan self sebagai hasil dari interaksi individu untuk selalu berkembang. 

E. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai
            Salah suai terjadi apabila pengalaman organisme dan self tidak sejalan. Contoh ” ketika pengalaman yang terjadi tidak cocok dengan nilai-nilai yang semestinya terjadi”. Ibunya mengajari anak-anak tidak boleh bohong, tapi ketika ada seseorang mencari ibunya, anak tadi disuruh untuk mengatakan bahwa ibunya tidak ada dirumah.
1.      Karakteristik Pribadi Salah Suai
a)      Estrangement (keterasingan)
Rogers berpendapat bahwa keterasingan adalah individu yang dalam perkembangannya mendapat nilai-nilai tertentu yang tidak dapat membenarkan dirinya sendiri. Seorang anak yang melakukan banyak hal yang dapat memuaskan dirinya tapi dapat menyebabkan orang lain memberikan respon negatif kepadanya dan diapun menyadari bahwa apa yang dilakukannya tersebut tidak dapat dibenarkan.
b)      Incongruity (Ketidaksesuaian tingkah laku)
Perilaku yang dianut individu berdasarkan dengan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan self konsep tetapi justru sejalan dengan pengalaman yang bertentangan dengan struktur kepribadian. Ketidak sesuaian tingkah laku sebagai akibat dari perkembangan keadaan dan ketidak sesuaian antara konsep diri dan pengalaman maka timbulah ketidaksesuaian  tingkah laku karena ketidak mampuan menilai diri sendiri secara positif, kecuali nilai-nilai yang dipaksakan. Hal ini sering menimbulkan kecemasan terhadap individu tersebut.
c)      Anxiety (Kecemasan)
Kecemasan muncul sebagai reaksi terhadap penolakan, merasa terancam, takut disakiti yang akhirmya memicu bagaimana ia melakukan pembelaan terhadap dirinya.
d)     Defence Mechanism ( Mekanisme pertahanan)
Mekanisme pertahanan adalah tindakan yang dilakukan oleh individu untuk mempertahankan diri agar persepsinya terhadap pengalaman yang terjadi tetap konsisten dengan struktur self (yang salah tersebut).
e)      Maladaptive Behavior (Tingkah laku yang salah suai)
Perilaku menyimpang biasanya menggiring individu berada pada tingkat ketegangan atau kecemasan, perilaku ini cenderung kaku (tidak fleksibel) karena adanya kerancuan persepsi dirinya terhadap pengalaman yang sudah ia alami sendiri. Dampaknya individu tersebut tidak mampu menjadi pribadi yang fleksibel, tidak bisa berbaur dengan lingkungan dan irasional.

F. Tujuan

1.      Pada dasarnya :
a)       Klien sendiri yang menentukan tujuan konseling.
b)      Membantu klien menjadi lebih matang dan kembali melakukan self-actualization (SA) dengan menghilangkan hambatan-hambatannya.
2.      Secara lebih khusus : membebaskan klien dari lingkungan tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang semuanya itu membuat dirinya palsu dan terganggu dalam SA-nya .


G. Proses Konseling
            1. Kondisi-Kondisi Penting dalam Proses Konseling
a)      Kontak psikologis dengan klien
b)      Meminimalisasikan tingkat kecemasan klien
c)      Konselor harus tampil apa adanya
d)     Konselor memberikan penghargaan yang tulus
e)      Konselor harus empati dan mengerti keadaan klien
f)       Konselor mampu merubah persepsi klien
            2. Proses Konseling
a)      Dalam proses konseling konselor harus berupaya agar klien bebas mengekspresikan perasaannya.
b)      Klaien merasa nyaman berada bersama konselor karena konselor tidak pernah merespon negative
c)      Klien didorong sebanyak mungkin menggunakan kata ganti saya
d)     Klien didorong untuk melihat pengalaman-pengalamannya dari sudut yang realistic
e)      Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya sendiri.
H. Teknik
            1. Kondisi yang diperlukan untuk proses konseling :
a)       Psychological contact (secara minimum harus ada).
b)      Minimum state of anxiety (MSA) : apabila klien merasa tidak enak dengan keadaannya sekarang maka ia cenderung berkehendak untuk mengubah dirinya.
c)       Conselor genuiness : jujur, tulus, tanpa pamrih.
d)      Unconditioned positive regard and respect : Penghargaan yang tulus kepada klien (KTPS).
e)       Emphatic understanding : konselor benar-benar memahami kondisi internal klien, merasakan jika seandainya konselor sendiri yang menjadi klien.
f)       Client perception : klien perlu merasakan bahwa kondisi-kondisi diatas memang ada.
g)      Concretness, immediacy, and confrontation : ini merupakan teknik-teknik khusus dalam proses konseling.
            2. Pendekatan “jika-maka” (PJM)
a)       Jika konselor mampu menciptakan kondisi-kondisi di atas,maka proses konseling dapat terjadi
b)      Jika proses konseling dapat terjadi, maka suatu hal nyata (yaitu perubahan pada diri klien) akan dapat diraih. Hasil ini mengacu pada kembalinya klien ke jalan menuju SA.
            3. Penerapan :
a)       Konselor menjadi alter ego bagi klien.
b)      Tanggung jawab dalam hubugan konseling diletakkan pada klien, bukan pada konselor.
c)       Waktu perlu dibatasi, hal ini disampaikan kepada klien.
d)      Fokus kegiatan konseling adalah terhadap individu klien, bukan terhadap masalah.
e)       Menekankan asas kekinian: disini dan sekarang.
f)       Diagnosis oleh konselor tidak perlu, klien mendiagnosis diri sendiri.
g)      Lebih menekankan aspek-aspek emosional dari pada intelektual.
h)      Konselor tidak perlu memberikan berbagai informasi kepada klien.
i)        Tes dipergunakan dengan amat sangat terbatas.


SUMBER RUJUKAN:
Hansen, James C. 1977. Counseling Theory and Process. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Komalasari, Gantina., dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta.
Mohamad, surya. 2003. Teori-teori konseling. Bandung. Pustaka bani quraisi
Prayitno. 1998.  Konseling Panca Waskita PSBK. FIP IKIP Padang
Taufik. 2002. Model-model Konseling. Padang: BK FIP UNP.
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti (2005). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Media Abdi; Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEORI PERKEMBANGAN KARIR: KRUMBOLTZ SERTA APLIKASINYA

Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd A.    Konsep Dasar             Jika kita bicara mengenai bimbingan karir melalui pendekatan pemilihan...