A. Pengantar Konseling Self
Konseling yang
berpusat pada klien (client-centreted) sering pula disebut dengan konseling
teori diri (self theory), konseling non-direktif dan konseling Rogerian.
Konseling self (client-Centred) ini dipelopori oleh Rogers. Menurut Rogers
konseling dan psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat
pada klien berkembang dengan pesat di Amerika Serikat dan diterima sebagai
konsep dan alat baru dalam terapi yang diterapkan tidak hanya bagi orang dewasa
akan tetapi juga bagi remaja dan anak-anak. Adapun asumsi tentang manusia
menurut Konseling self ini adalah sebagai berikut :
a)
Manusia adalah rasional, tersosialisasikan dan dapat
menentukan nasibnya sendiri.
b)
Dalam kondisi yang memungkinkan, manusia akan mampu
mengarahkan diri sendiri, maju dan menjadi individu yang positif dan
konstruktif.
B. Struktur Kepribadian
Rogers
membentuk teori kepribadian berdasarkan tiga komponen pokok yaitu : organisme,
lapangan phenomenal dan self.
a.
Organisme
Istilah organisme
menjelaskan individu secara totalitas. Organisme adalah sebuah sistem yang
diorganisir secara total dimana apabila salah satu bagian sistem berubah maka
akan mengakibatkan pula perubahan bagian yang lainnya”. Maka disini organisme
menjelaskan bahwa seseorang itu tercermin dari cara berpikir, cara bertingkah
laku dan wujud fisik. Menurut Rogers organisme bereaksi secara menyeluruh
terhadap lapangan phenomenal dan reaksi tersebut merupakan upaya untuk
kebutuhan dasar, aktualisasi diri, dan sebagai simbol reaksi terhadap
pengalaman yang dihadapi.
b.
Lapangan Phenomenal
Lapangan phenomenal
adalah keseluruhan pengalaman yang pernah dialami seseorang. Setiap individu
dalam kehidupannya secara terus menerus mengalami perubahan pengalaman hidup
dimana dia sendiri adalah pusat dari kejadian itu. Melalui lapanagn phenomenal
individu selalu mengalami perubahan terus menerus meliputi kejadian-kejadian
eksternal dan internal dari individu tersebut. Sebagian kejadian disadari
(diterima secara sadar) dan sebagian lagi diterima secara tidak sadar. Namun
yang terpenting adalah apa yang dia terima dari pengalaman yang dialaminya
yaitu hal-hal yang dipersepsi dan yang dianggapnya penting.
c.
Self
Menurut Rogers self
berbeda dari lapangan phenomenal yang terdiri dari berbagai persepsi dan
nilai-nilai ”I” dan “me”. Menurut Rogers dalam konsep struktur kepribadian,
self adalah pusat dari struktur. Self menggerakkan organisme untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Begitu dia berinteraksi akan menimbulkan dua kemungkinan,
bisa berinteraksi baik dengan lingkungan atau malah mendistorsi nilai-nilai
yang sudah dimiliki oleh orang lain. Maka disini self berupaya menjaga
konsisten perilaku organisme dan perilaku dirinya sendiri. Pengalaman yang
konsisten dengan konsep self dapat disebut berintegrasi, sedangkan yang tidak
maka akan diterima sebagai ancaman atau kendala. Sentral menurut konsep self
adalah segala sesuatu yang selalu berproses, bertumbuh dan berubah sebagai
akibat dari interaksi berkesinambungan dengan lapangan phenomenal
C. Perkembangan
Kepribadian
Semua perilaku manusia dimotivasi oleh self-actualization. Kepribadian
merupakan produk interaksi yang terus menerus antara organisme, lapangan
fenomena dan self. Karenanya kepribadian itu tidak statis, tetapi terus
berkembang.
a)
Organismic Valuing Process ( OVP)
Pengalaman yang
diperoleh seorang bayi saat dia gagal memenuhi kebutuhannya akan
memberikan pesepsi tentang nilai-nilai negatif sedangkan pengalaman dimana ia
dapat memenuhi kebutuhannya akan memberikan nilai-nilai positif, proses
mendapatkan nilai-nilai positif dan negatif itulah yang dinamakan OVP. Dalam
OVP nilai-nilai tidak pernah bertahan tetap pada diri seseorang, karena
nilai-nilai tersebut secara berkesinambungan akan mengalami perubahan sesuai
dengan pengalaman yang tersimbolisasi secara akurat.
b)
Positive Regard From Others (PRO)
Positive Regard From
Others adalah kondisi dimana individu memulai menerima nilai-nilai dari orang
lain dibandingkan dengan nilai-nilai yang ia miliki, inilah yang akhirnya
membentuk evaluasi cara berfikirnya berdasarkan perilaku yang dinilai
orang lain.
c)
Self Regard (SRG)
Seorang mulai
membangun penghargaan untuk dirinya sendiri berdasarkan persepsinya terhadap
penghargaan yang ia terima dari orang lain. Seseorang mulai mengendalikan
perilakunya baik atau buruk karena memperhatikan penilaian orang lain, tanpa
peduli apakah menurut diri sendiri tingkah laku itu baik atau buruk. Dengan
kata lain memaksakan nilai-nilai dari orang lain terhadap diri sendiri.
d)
Condition Of Worth (COW)
Individu berada dalam
kondisi yang menunjukkan bahwa ia tidak dapat menilai diri sendiri dengan ‘kaca
mata’ positif tetapi dengan nilai-nilai yang dipaksakan. Sepertihalnya individu
memberikan nilai-nilai positif terhadap pengalaman yang tidak menyenangkan dan
dia dapat pula memberikan nilai-nilai negatif terhadap pengalaman yang
menyenangkan.
D. Perkembangan kepribadian
yang Normal
Kondisi-kondisi yang membentuk perkembangan
kepribadian normal adalah individu secara terus menerus mengalami pengalaman
positif berdasarkan penilaian dari orang lain. Misalnya ”jika seorang anak
selalu merasa dicintai oleh lingkungannya walaupun lingkungan atau keluarganya
itu tidak bisa menerima beberapa perilaku si anak tadi”. Jika individu terus
menerus dievaluasi secara positif oleh lingkungannya maka individu ini akan
tumbuh menjadi pribadi yang sehat”. Terdapat keseimbangan antara organisme, lapangan fenomena dan
self sebagai hasil dari interaksi individu untuk selalu berkembang.
E. Perkembangan
Tingkah Laku Salah Suai
Salah suai
terjadi apabila pengalaman organisme dan self tidak sejalan. Contoh ” ketika
pengalaman yang terjadi tidak cocok dengan nilai-nilai yang semestinya
terjadi”. Ibunya mengajari anak-anak tidak boleh bohong, tapi ketika ada
seseorang mencari ibunya, anak tadi disuruh untuk mengatakan bahwa ibunya tidak
ada dirumah.
1.
Karakteristik Pribadi Salah Suai
a)
Estrangement (keterasingan)
Rogers berpendapat
bahwa keterasingan adalah individu yang dalam perkembangannya mendapat
nilai-nilai tertentu yang tidak dapat membenarkan dirinya sendiri. Seorang anak
yang melakukan banyak hal yang dapat memuaskan dirinya tapi dapat menyebabkan
orang lain memberikan respon negatif kepadanya dan diapun menyadari bahwa apa
yang dilakukannya tersebut tidak dapat dibenarkan.
b)
Incongruity (Ketidaksesuaian tingkah
laku)
Perilaku yang dianut
individu berdasarkan dengan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan self konsep
tetapi justru sejalan dengan pengalaman yang bertentangan dengan struktur
kepribadian. Ketidak sesuaian tingkah laku sebagai akibat dari perkembangan
keadaan dan ketidak sesuaian antara konsep diri dan pengalaman maka timbulah
ketidaksesuaian tingkah laku karena ketidak mampuan menilai diri sendiri
secara positif, kecuali nilai-nilai yang dipaksakan. Hal ini sering menimbulkan
kecemasan terhadap individu tersebut.
c)
Anxiety (Kecemasan)
Kecemasan muncul
sebagai reaksi terhadap penolakan, merasa terancam, takut disakiti yang
akhirmya memicu bagaimana ia melakukan pembelaan terhadap dirinya.
d)
Defence Mechanism ( Mekanisme
pertahanan)
Mekanisme pertahanan
adalah tindakan yang dilakukan oleh individu untuk mempertahankan diri agar
persepsinya terhadap pengalaman yang terjadi tetap konsisten dengan struktur
self (yang salah tersebut).
e)
Maladaptive Behavior (Tingkah laku
yang salah suai)
Perilaku menyimpang
biasanya menggiring individu berada pada tingkat ketegangan atau kecemasan,
perilaku ini cenderung kaku (tidak fleksibel) karena adanya kerancuan persepsi
dirinya terhadap pengalaman yang sudah ia alami sendiri. Dampaknya individu tersebut
tidak mampu menjadi pribadi yang fleksibel, tidak bisa berbaur dengan
lingkungan dan irasional.
F. Tujuan
1.
Pada dasarnya :
a)
Klien sendiri yang menentukan tujuan konseling.
b)
Membantu klien menjadi lebih matang dan kembali
melakukan self-actualization (SA) dengan menghilangkan
hambatan-hambatannya.
2.
Secara lebih khusus : membebaskan klien dari
lingkungan tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang semuanya itu
membuat dirinya palsu dan terganggu dalam SA-nya .
G. Proses Konseling
1. Kondisi-Kondisi Penting dalam
Proses Konseling
a)
Kontak psikologis dengan klien
b)
Meminimalisasikan tingkat kecemasan klien
c)
Konselor harus tampil apa adanya
d)
Konselor memberikan penghargaan yang tulus
e)
Konselor harus empati dan mengerti keadaan klien
f)
Konselor mampu merubah persepsi klien
2. Proses Konseling
a)
Dalam proses konseling konselor harus berupaya agar klien bebas
mengekspresikan perasaannya.
b)
Klaien merasa nyaman berada bersama konselor karena konselor
tidak pernah merespon negative
c)
Klien didorong sebanyak mungkin menggunakan kata ganti saya
d)
Klien didorong untuk melihat pengalaman-pengalamannya dari sudut
yang realistic
e)
Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya sendiri.
H. Teknik
1. Kondisi yang diperlukan untuk
proses konseling :
a)
Psychological contact (secara
minimum harus ada).
b)
Minimum state of anxiety (MSA) :
apabila klien merasa tidak enak dengan keadaannya sekarang maka ia cenderung
berkehendak untuk mengubah dirinya.
c)
Conselor genuiness : jujur, tulus, tanpa pamrih.
d)
Unconditioned positive regard and respect :
Penghargaan yang tulus kepada klien (KTPS).
e)
Emphatic understanding :
konselor benar-benar memahami kondisi internal klien, merasakan jika seandainya
konselor sendiri yang menjadi klien.
f)
Client perception : klien perlu merasakan bahwa kondisi-kondisi
diatas memang ada.
g)
Concretness, immediacy, and confrontation :
ini merupakan teknik-teknik khusus dalam proses konseling.
2. Pendekatan “jika-maka” (PJM)
a)
Jika konselor mampu menciptakan
kondisi-kondisi di atas,maka proses konseling dapat terjadi
b)
Jika proses konseling dapat
terjadi, maka suatu hal nyata (yaitu perubahan pada diri
klien) akan dapat diraih. Hasil ini mengacu pada kembalinya klien ke jalan
menuju SA.
3. Penerapan :
a)
Konselor menjadi alter ego bagi klien.
b)
Tanggung jawab dalam hubugan konseling diletakkan
pada klien, bukan pada konselor.
c)
Waktu perlu dibatasi, hal ini disampaikan kepada
klien.
d)
Fokus kegiatan konseling adalah terhadap individu
klien, bukan terhadap masalah.
e)
Menekankan asas kekinian: disini dan sekarang.
f)
Diagnosis oleh konselor tidak perlu, klien
mendiagnosis diri sendiri.
g)
Lebih menekankan aspek-aspek emosional dari pada
intelektual.
h)
Konselor tidak perlu memberikan berbagai informasi
kepada klien.
i)
Tes dipergunakan dengan amat sangat terbatas.
SUMBER RUJUKAN:
Hansen, James C. 1977. Counseling
Theory and Process. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Komalasari, Gantina., dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta.
Mohamad, surya. 2003. Teori-teori konseling. Bandung. Pustaka
bani quraisi
Prayitno. 1998. Konseling Panca
Waskita PSBK. FIP IKIP Padang
Taufik. 2002. Model-model Konseling.
Padang: BK FIP UNP.
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti (2005). Bimbingan
dan Konseling di Institusi Pendidikan. Media Abdi; Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar