Rabu, Desember 16

DASAR, APLIKASI, DAN PERMASALAHAN GURU BK DI SEKOLAH


                                                              Oleh: Jumadi Tuasikal

A.    Ketentuan Pelaksanaan BK di Sekolah
1)      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana dalam UU sisdiknas disampaikan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dan menegaskan bahwa konselor adalah pendidik. Selain itu dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa paradigma pembiasaan yang harus dibangun adalah pemberian keteladanan, pembangunan kemauan dan pengembangan kreativitas dalam konteks kehidupan sosial kultural sekolah. Dan Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana.
2)      UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen yang secara eksplisit menekankan perlunya profesionalisme kedua jenis pendidikan itu. Dalam undang-undang ini konselor belum diposisikan, kecuali hanya disebutkan kembali sehubungan dengan jenis-jenis tenaga pendidik.
3)      Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan, mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan harus menyusun kurikulum yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP. Pada penerapan KTSP, Guru Bimbingan Konseling di sekolah memberikan pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam memfasilitasi “Pengembangan Diri” siswa sesuai minat, bakat serta mempertimbangkan tahapan tugas perkembangannya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar isi, standar proses, standar kompetensi, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
4)      Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang didalamnya memuat struktur kurikulum, telah mempertajam perlunya disusun dan dilaksanakannya program pengembangan diri yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
5)      Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses pendidikan dimana setiap sekolah dasar dan menengah harus mengadakan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan ppengawasan proses pembelajaran.
6)      Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 dirumuskan SKL yang harus dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah kompetensi kemandirian untuk mewujudkan diri (self actualization) dan pengembangan kapasitasnya (capacity development) yag dapat mendukung pencapaian kompetensi lulusan. Sebaliknya, kesuksesan peserta didik dalam mencapai SKL akan secara signifikan menunjang terwujudnya pengembangan kemandirian.
7)      Permendiknas 27 tahun 2008 Tentang standar kulaifikasi akademik dan kopetensi konselor. Setiap satuan pendidikan wajib mempekerjakan konselor yang memiliki standar kualifikasi akademik dan kopetensi konselor yang berlaku secara nasional.
8)      Peremendiknas No 24 tahun 2007 Tentang standar sarana prasarana dimana disebutkan sekolah secara standar sarana prasarana harus memiliki ruang konseling dengan luas minimum 9 M persegi.
9)      Permendiknas Nomor 19 tahun 2007. Tentang standar pengelolaan dimana sekolah harus memiliki rencana kerja sekolah (RKS). Yang disana terdapat program pengembangan diri yang mencakup tugas pelayanan bimbingan dan konseling
10)  PP Nomor 48 tahun 2008 Tentang standar pembiayaan pendidikan. Tentang standar pembiayaan pelaksanaan bimbingan dan konseling
11)  Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 Tentang standar penilaian pendidikan. Tentang standar pelaksanaan penilaian di dalam pendidikan dimana konselor juga merupakan pendidik.
12)  Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah yang mengisyaratkan adanya pembinaan dari pengawas terhadap layanan bimbingan dan konseling.
13)  PP No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, yang mencantumkan beban kerja guru bimbingan dan konseling / konselor.
14)  Permendiknas Nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya .yang menyebutkan konselor juga sebagai guru, menangani 150 siswa dan tugas guru BK.

B.     Konsep Guru BK di Sekolah
                 Dalam pengertian bimbingan dan konseling di sekolah, ada beberapa konsep yang dapat dijadikan sebagai acuan. Hal ini berguna karena konsep penting khusus bagi pengertian bimbingan dalam lingkup sekolah, yaitu :
1)      Bimbingan dalam pelaksanaannya merupakan suatu proses. Maksudnya adalah bimbingan itu dilaksanakan dalam rentang waktu yang relatif panjang, tidak sepintas lalu, insidental, dan tidak sepintas jalan. Semua itu karena bimbingan bukanlah peristiwa yang terjadi pada suatu hari sekolah. Proses tersebut mengandung pengertian bahwa bimbingan dilakukan secara sistematis dan metodis dalam sifatnya yang berencana, berprogram dan evaluative, yang pada akhirnya membuat bimbingan dapat berkembang maju.
2)      Bimbingan mengandung arti bantuan atau pelayanan. Maksudnya adalah bimbingan itu tercipta atas kesukarelaan subyek bimbing. Kesukarelaan pembimbing diwujudkan dalam sifat dan perilaku yang tidak memaksakan kehendaknya untuk membimbing individu, namun menawarkan dan menciptakan suasana yang membuat individu sadar bahwa dirinya memerlukan layanan atau bantuan dari pihak lain. Kesukarelaan si individu terbantu, diwujudkan dengan adanya keleluasaan dalam mengekspresikan pikiran, perasaan dan perilaku sehubungan dengan arah dan pemahaman diri, pengambilan keputusan, pembuatan pilihan dan pemecahan masalah dalam proses bimbingan. Pemaduan antara kesukarelaan subyek bimbing, pembimbing dan kesukarelaan si terbimbing akan melahirkan suatu hubungan yang demokratis diantara keduanya.
3)      Kelancaran pelaksanaan bimbingan dan pencapaian hasil bimbingan diperlukan adanya subyek pelaksana bimbingan yang kompeten. Kompetensi itu diperoleh dari pendidikan khusus, ajar-latih, keterampilan serta pribadi dan sikap dasar yang meyakinkan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, khususnya bagi si terbimbing. Ini menunjukan pada keperluan adanya tenaga professional yang punya kemampuan/ kecakapan/ keterampilan dalam wujud penggunaan pendekatan metode dan teknik-teknik bimbingan yang memadai.
4)      Bantuan diperuntukan bagi semua individu, semua peserta didik yang berada dalam kondisi tertentu yang memerlukan bantuan, namun mereka (peserta didik) memiliki kemungkinan untuk “bangkit” atau lebih maju sendiri selama atau sesudah pelayanan. Tidak hanya bagi peserta didik yang bimbang memilih kelompok program atau jenis pekerjaan/ karier, tidak juga hanya bagi peserta didik yang mengalami gangguan belajar dan tidak pula hanya bagi peserta didik yang mengalami salah-suai (maladjusted). Ciri semua peserta didik pada umumnya adalah memiliki kemungkinan untuk “bangkit diri” (self actualization) dan daya “nyata diri” (self realization). Memang diakui bahwa pemilikan hal-hal tersebut adalah berbeda derajatnya antara peserta didik satu dengan yang lain. Yang ini menimbulkan perbedaan diantara para peserta didik mengenai kecakapan memahami diri (self understanding), menerima diri (self acceptance) dan mengarahkan diri (self direction). Keperbedaan itu menimbulkan konsekuensi dalam hal derajat pengutamaan bimbingan pada setiap peserta didik, dan perbedaan jenis layanan yang diutamakan bagi berbagai kelompok peserta didik.
5)      Bimbingan mempunyai tujuan “jangka pendek” dan tujuan “jangka panjang”. Tujuan jangka pendek merupakan seperangkat kumampuan yang diharapkan dicapai peserta didik selama dan setelah proses bimbingan diberikan. Tujuan jangka pendek ini antara lain : kemampuan si terbimbing memahami diri, menerima diri dan mengarahkan diri; kemampuan nyata diri yang diwujudkan dalam kecakapan memecahkan persoalan-persoalan, membuat pilihan-pilihan dan mengadakan penyesuaian terhadap diri dan lingkungan sesuai sesuai dengan tingkat perkembangan yang dicapainya. Adapun tujuan jangka panjang : bimbingan merupakan suatu patokan ideal yang diharapkan dicapai individu yang telah memperoleh layanan bimbingan, dengan pencapaian kesejahteraan mental yang optimal bagi individu (terbimbing) dan pencapaian kebahagian pribadi yang bermanfaat bagi diri dan lingkungan sekitarnya. Tujuan jangka pendek bimbingan menjadi dasar bagi pencapaian tujuan jangka panjang. Hal ini membuat tujuan-tujuan jangka pendek yang efektif dapat memudahkan/ menunjang pencapaian kesejahteraan mental dan kebahagian yang ingin dimaksud.
                        Dari lima konsep penting di atas, dapat disimpulkan suatu ikatan yang akan melahirkan satu batasan arti bimbingan, yang ditegaskan sebagai berikut : Bimbingan boleh diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan secara sistematis-metodis dan demokratis dari seseorang yang memiliki kompetensi memadai dalm menerapkan pendekatan, metode dan teknik layanan kepada individu (peserta didik) agar lebih memahami diri, menerima diri, mengarahkan diri dan memiliki kemampuan nyata diri dalam mencapai penyesuaian membuat pilihan dan memecahkan persoalan-persoalan secara lebih memadai sesuai tingkatan perkembangan yang di capainya. Ke semua itu, ditujukan untuk mencapai kesejahteraan mental dan kebahagian yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.” 

C.     Ketentuan Guru BK
1)      Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 1 ayat 6) menyatakan bahwa konselor adalah pendidik.
2)      Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, yang menyatakan pengertian bahwa konselor sebagai tenaga penyelengara pelayanan konseling atau BK adalah tenaga professional.
3)      Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi dan kompetesi konselor.
4)      Dasar standarisasi profesi konseling yang di keluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profesi BK di sekolah dan di luar sekolah.
5)      Peraturan bersama Mentri Pendidikan Nasional dan Kepala badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 tahun 2010 tentang petujuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional guru dan angka kreditnya
6)      Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 81.A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, khususnya lampiran IV bagian VIII mengenai konsep dan strategi pelayanan BK

D.    Tugas dan Tanggung Jawab Guru BK
                        Dalam kelembagaa Unit Pelayanan BK di satuan pendidikan bertugas sejumlah guru BK atau konselor (masing-masing melayani minimal 150 orag peserta didik sebagai subjek ampuannya) yang semuanya bertanggung jawab kepada kepala satuan pendidikan melalui koordinasi oleh Koordinator BK. Wilayah kerja guru BK atau konselor adalah menyelenggarakan pembelajaran /pelayanan BK untuk seluruh peserta didik yang menjadi subjek ampuan masing-masing.
                        Sesuai dengan Permendikbud No. 81.A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum lampiran IV bagian VIII, bahwa guru BK atau konselor wajib mengasai spectrum pelayanan pada umumnya, khususnya pelayanan professional bimbingan dan konseling, meliputi:
a.         Pemgertian, tujuan, prinsip, asas-asas, paradigm, visi dan misi pelayanan bk professional
b.        Bidang dan materi pelayanan bk, termasuk di dalamnya materi pendidikan karakter dan arah peminatan sisiwa
c.         Jenis layanan, kegiatan pendukung dan format pelayanan BK
d.        Pendekatan, metode, teknik danmedia pelayanan BK, termasuk di dalamnya pengubahan tingkah laku, penanaman nilai-nilai karakter dan peminatan peserta didik
e.         Penilaian hasil dan proses layanan BK
f.         Penyusunan program layanan BK
g.        Pengelolaan pelaksanaan program pelayanan BK
h.        Penyusunan laporan pelayanan BK
i.          Kode etik profesioal BK
j.          Peran organisasi profesi BK

            Di samping itu dalam melaksanakan tugas pelayana BK guru BK atau konselor bekerja sama dengan berbagai pihak di dalam dan diluar satuan pendidikan untuk suksesnya pelayanan yang di maksud kerjasama ini dalam rangka manajemen BK yang menjadi bagian integral  dari manajemen satuan pendidikan secara menyeluruh.

E.     Aplikasi Ketentuan  Tentang Guru BK
            Pelayanan bimbingan dan konseling pada saat ini cukup mendapat apresiasi oleh masyarakat pengguna jasa pelayanan tersebut, khususnya di sekolah-sekolah. Guna menjamin keberlangsungan pelayanan di masa depan serta menjaga kualitas pelayanan bagi pengguna jasa konseling di lembaga pendidikan khususnya di sekolah-sekolah pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Tujuan adanya Standar Akademik dan Kompetensi konselor yang dikeluarkan pemerintah tersebut adalah sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh konselor dan guru BK sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara profesional, dapat dibina secara efektif dan efisien serta dapat memberikan pelayanan Bimbingan dan Konseling dengan sebaik-baiknya.
            Bentuk nyata dari pengaplikasian  tersebut diantaranya adalah guru BK harus mampu menguasai hakikat, menyusun, serta mengembangkan instrumen assesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling, mampu mengaplikasikan hakikat, arah profesi, dasar-dasar, dan model pendekatan pelayanan bimbingan dan konseling, mampu menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasarkan kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan, mampu melaksanakan program bimbingan dan konseling, mampu mengevaluasi hasil, proses, dan program bimbingan konseling, mampu menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor, mampu memahami, merancang, melaksanakan serta memanfaatkan penelitian bimbingan dan konseling.
            Penguasaan kompetensi profesional oleh guru BK dapat dilihat pada penerapan aspek-aspek kompetensi tersebut dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di lapangan. Dengan menerapkan aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetesi profesional konselor yang telah di tentukan maka guru BK tersebut telah menguasai tingkat kompetensi minimal sesuai SKAKK sehingga yang bersangkutan dapat diakui telah melakukan tugasnya secara profesional.
            Namun kenyataannya dilapangan menunjukkan gejala yang belum semuanya sejalan dengan kondisi-kondisi yang digambarkan di atas. Adanya kondisi riil yang terjadi di lapangan tersebut menunjukkan bahwa beberapa guru BK belum optimal dalam menerapkan kompetensi dalam menyelengglarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Padahal kompetensi mencerminkan penguasaan kiat penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Apabila guru BK kurang optimal dalam menguasai dan menerapkan kompetensi profesional, maka tujuan yang diharapkan dalam Permendiknas nomor 27 tahun 2008, tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor tidak akan tercapai secara optimal dan dikhawatirkan akan memberikan dampak menurunnya kualitas guru BK dalam pemberian pelayanan bimbingan dan konseling.

F.      Masalah dan Solusi
       Tentunya dalam pelaksanaan BK disekolah sering kita jumpai ada saja masalah yang di hadapi disekolah
1)      Guru BK belum begitu mampu mengembangkan profesionalitasnya sebagai konselor sekolah
Solusi: Untuk mengatasi hal tersebut dalam upaya peningkatan profesionalitas guru BK tentunya dapat dilakukan dengan mengikuti seminar,work shop yang membahan pengetahuan tentang bimbingan konseling dan kegiatan lain yang berkenaan dengan bimbingan konseling.
2)      Keterbatasan waktu dalam memberi layanan BK  
Upaya pengetasan: Dalam masalah ini upaya yang bisa dilakukan untuk hal tersebut konselor bisa melakukan bimbingan kelompok sehingga konselor bisa memabntu konseli untuk menenukan solusi sendiri, mengambil keputusan, sehingga banyak waktu yang sanagat sedikit itu dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan optimal
3)      Keterbatasan informasi yang diberikan dalam memberikan layanan BK
Solusi: Upaya yang seharusnya dilakukan oleh konselor agar bisa untuk mengatasi permasalahan tersebut konselor bisa mencari reverensi dibuku baik perpustakaan atau di internet sehingga layanan bimbingan pemberian informasi bisa terlaksanana dengan baik dan yang terpenting  bisa menjawab indicator yang diperlukan siswa.
4)      Kuranganya dukungan dari sistem yang ada disekolah
Solisi: Konselor bisa menjalin komunikasi yang baik dengan pihak-pihak yang terkait yang ada disekolahan sehingga dengan hal demikian semua sistem bisa bejalan dengan baik dan mendukung proses bk disekolah.
5)      Konselor tidak bisa menyampaikan layanan BK layaknya sebagai seorang konselor.
Solusi: Dalam menypaikan setiap layanan BK hendak nya konselor selalu melibatkan peserta didik sebagai bagian dari pemberian layanan artinya peserta didik dibuat aktif dalam setiap pemberian layanan bimbingan sehingga setiap layanan yang diberikan akan lebih bermakna karena peserta didik turut serta menjadi bagian dari pemberian layanan,untuk bisa membuat hal ini terwujud hendaknya seorang konselor biasa menumbukan dinamika kelompok dalam setiap layanan yang diberikan dan untuk menumbuhkan dinamika kelompok itu konselor harus sering berlatih.
6)      Konselor sering tidak bisa menjalin hubungan yang baik dengan pesrta didik
Solusi: Menjadi konselor harus bisa menjadi mitra peserta didik bukannya menimbulkan jarak hal ini salah satu cara yang bisa dilakukan:
a. Konselor harus bersikap ramah
b. Konselor membuang image killer
c.  Mempunyai ketulusan
d.  Penerimaan tanpa syarat terhadap semua peserta didik
e.  Menumbuhkan sikap empati.
             Dengan konselor sekolah melakukan hal sperti diatas maka peserta didik akan lamabat laun akan bisa mendekat dengan atau konselor akan lebih mudah mendekat dengan peserta didik dengan ha demikian kita akan mudah melakukan tugas kita sebagai konselor karena telah terjalin hubungan yang baik dan pesertadidik akan lebih cenderung terbuka dengan konselor tentang apa yang sedang dialami dan konselor bisa dengan cepat melakukan penanganan terhadap permsalahan yang sedang dihadapi oleh siswa dan cenderung peserta  didik yang dengan suka rela akan menemui konselor.

DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. 2013. Panduan Umum Pelayanan Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:ABKIN
http://agunkadi.blogspot.com
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Prayitno., Mungin EW., Marjohan. 2013. Pembelajaran Melalui Pelayanan BK Di Satuan Pendidikan. Jakarta
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen

Rabu, Desember 9

KETENTUAN, APLIKASI, DAN PERMASALAHAN PENGAWAS DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING



Oleh: Jumadi Tuasikal

A. Dasar Hukum
1)      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.
2)      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3)      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
4)      Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994.
5)      Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS;
6)      Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000.
7)      Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS.
8)      Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002.
9)      Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Kewenangan Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS.
10)  Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional PNS.
11)  Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2006 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan.
12)  Keputusan MENPAN Nomor 118/1996 tanggal 30 Oktober 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.
13)  Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 0322/O/1996 dan Nomor 38 Tahun 1996 tanggal 30 Oktober 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.
B. Konsep pengawas
            Istilah pengawasan dalam beberapa literatur asing sekurang-kurangnya dapat dipahami dalam konteks: (1) inspection, (2) control, dan (3) supervision. Ketiga istilah di atas memiliki makna berbeda. Inspection memiliki esensi membangun legal complience, yaitu kepatuhan pada perundangan dan peraturan kelembagaan yang mengikat. Control mempunyai esensi membangun managerial compliance, yaitu kepatuhan pada kaidah manajerial, kepemimpinan, kebijakan, keputusan, perencanaan dan program institusi yang telah ditetapkan.
            Supervision memiliki esensi professional compliance, yaitu kepatuhan profesional dalam arti jaminan bahwa seorang profesional akan menjalankan tugasnya didasarkan atas teori,konsep-konsep, hasil validasi empirik, dan kaidah-kaidah etik. Kontrol dan inspeksi dalam praktek pengawasan satuan pendidikan hanya diperlukan dalam batas-batas tertentu, sedangkan yang lebih utama terletak pada supervisi pendidikan.Berdasarkan tuntutan profesionalisme, otonomi dan akuntabilitas profesional;pengawasan pendidikan dikembangkan dari kajian supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan merupakan fungsi yang ditujukan pada penjaminan mutu pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Supervisi akademik sama maksudnya dengan konsep supervisi pendidikan.
            Educational supervision sering disebut pula sebagai Instructional Supervision atau Instructional Leadership. Fokusnya utamanya adalah mengkaji, menilai, memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan mutu proses pembelajaran yang dilakukan bersama dengan guru (perorangan atau kelompok) melalui pendekatan dialog, bimbingan, nasihat dan konsultasi dalam nuansa kemitraan yang profesional. Merujuk pada konsep supervisi pendidikan di atas, maka pengawas sekolah/madrasah pada hakekatnya adalah supervisor (penyelia) pendidikan, sehingga tugas utamanya adalah melaksanakan supervisi akademik yaitu membantu guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang lebih optimal. Di luar tugas itu, pengawas sekolah/madrasah melaksanakan juga supervisi manajerial yakni membantu kepala sekolah dan staf sekolah untuk mempertinggi kinerja sekolah agar dapat meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah yang dibinanya Pengawasan pendidikan juga diartikan sebagai proses kegiatan monitoring dan evaluasi untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan pendidikan di satuan pendidikan terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins,1997).
            Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja satuan pendidikan atau unit-unit dalam suatu organisasi sekolah guna menetapkan kemajuan sekolah sesuai dengan arah yang dikehendaki. Oleh karena itu pengawasan pendidikan adalah fungsi manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi manajemen lainnya
            Dalam pendidikan, pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain adalah usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran.
            Atas dasar itu hakikat dari pengawasan pendidikan pada hakikat adalah bantuan profesional kesejawatan kepada stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan kualitas pembelajaran. Bantuan profesional yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran sehingga mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih bermutu dan berdaya guna.
            Atas dasar uraian di atas, maka kegiatan pengawasan pendidikan harus berfokus pada: (1) standar dan prestasi yang harus diraih siswa, (2) kualitas layanan siswa di sekolah (keefektivan belajar mengajar, kualitas program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa, kualitas bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan dan manajemen sekolah. Jadi, keutamaan supervisi adalah membantu guru untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi siswa.
C. Tugas Pengawas Dan Tanggug Jawab Pengawas Bimbingan Dan Konseling
            Lingkup kerja pengawas bimbingan dan konseling untuk melaksanakan tugas pokok diatur sebagai berikut:
  1. Ekuivalensi kegiatan kerja pengawas bimbingan dan konseling terhadap 24 (dua puluh empat) jam tatap muka menggunakan pendekatan jumlah guru yang dibina di satu atau beberapa sekolah pada jenjang pendidikan yang sama atau jenjang pendidikan yang berbeda.
  2. Jumlah guru yang harus dibina untuk pengawas bimbingan dan konseling paling sedikit 40 (empat puluh) dan paling banyak 60 guru BK.
  3. Uraian lingkup kerja pengawas bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut.
       I.            Penyusunan Program Pengawasan Bimbingan dan Konseling
a)      Setiap pengawas baik secara berkelompok maupun secara perorangan wajib menyusun rencana program pengawasan. Program pengawasan terdiri atas (1) program pengawasan tahunan, (2) program pengawasan semester, dan (3) rencana kepengawasan akademik (RKA).
b)      Program pengawasan tahunan pengawas disusun oleh kelompok pengawas di kabupaten/kota melalui diskusi terprogram. Kegiatan penyusunan program tahunan ini diperkirakan berlangsung selama 1 (satu) minggu.
c)      Program pengawasan semester adalah perencanaan teknis operasional kegiatan yang dilakukan oleh setiap pengawas pada setiap sekolah tempat guru binaannya berada. Program tersebut disusun sebagai penjabaran atas program pengawasan tahunan di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan penyusunan program semester oleh setiap pengawas ini diperkirakan berlangsung selama 1 (satu) minggu.
d)     Rencana Kepengawasan Bimbingan dan Konseling (RKBK) merupakan penjabaran dari program semester yang lebih rinci dan sistematis sesuai dengan aspek/masalah prioritas yang harus segera dilakukan kegiatan supervisi. Penyusunan RKBK ini diperkirakan berlangsung 1 (satu) minggu.
e)      Program tahunan, program semester, dan RKBK sekurang-kurangnya memuat aspek/masalah, tujuan, indikator keberhasilan, strategi/metode kerja (teknik supervisi), skenario kegiatan, sumberdaya yang diperlukan, penilaian dan instrumen pengawasan.
    II.            Melaksanakan Pembinaan, Pemantauan dan Penilaian
a)      Kegiatan supervisi bimbingan dan konseling meliputi pembinaan dan pemantauan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan kegiatan dimana terjadi interaksi langsung antara pengawas dengan guru binaanya,
b)      Melaksanakan penilaian adalah menilai kinerja guru dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai proses pembimbingan.
c)      Kegiatan ini dilakukan di sekolah binaan, sesuai dengan uraian kegiatan dan jadwal yang tercantum dalam RKBK yang telah disusun.
 III.            Menyusun Laporan Pelaksanaan Program Pengawasan
a)      Setiap pengawas membuat laporan dalam bentuk laporan per sekolah dari seluruh sekolah binaan. Laporan ini lebih ditekankan kepada pencapaian tujuan dari setiap butir kegiatan pengawasan sekolah yang telah dilaksanakan pada setiap sekolah binaan,
b)      Penyusunan laporan oleh pengawas merupakan upaya untuk mengkomunikasikan hasil kegiatan atau keterlaksanaan program yang telah direncanakan,
c)      Menyusun laporan pelaksanaan program pengawasan dilakukan oleh setiap pengawas sekolah dengan segera setelah melaksanakan pembinaan, pemantauan atau penilaian.
 IV.            Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesionalitas guru BK.
a)      Kegiatan pembimbingan dan pelatihan profesionalitas guru BK dilaksanakan paling sedikit 3 (tiga) kali dalam satu semester secara berkelompok di Musyawarah Guru Pembimbing (MGP).
b)      Kegiatan dilaksanakan terjadwal baik waktu maupun jumlah jam yang diperlukan untuk setiap kegiatan sesuai dengan tema atau jenis keterampilan dan kompetensi yang akan ditingkatkan.
c)      Dalam pelatihan diperkenalkan kepada guru cara­-cara baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembimbingan. Kegiatan pembimbingan dan pelatihan profesionalitas guru BK ini dapat dilakukan melalui workshop, seminar, observasi, individual dan group conference.
D. Tujuan Pengawasan
       Dengan mengacu pada Surat Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 118 tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya, Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, dapat diketahui tentang fungsi pengawas sekolah adalah bertuan sebagai berikut:
1.      Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah bertujuan agar sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA untuk meningkatkan kinerja sekolah dan kinerja kepala sekolah serta kinerja tenaga kependidikan lainnya..
2.      Agardapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
E. Unsur –unsur pengawasan
a. Pendidikan, meliputi :
1) Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar;
2) Pendidikan dan pelatihan kedinasan serta memperoleh STTPP.
b. Pengawasan Sekolah, meliputi :
1) Penyusunan program pengawasan;
2) Penilaian hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru;
3) Pengumpulan dan pengolahan data sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar/ bimbingan, dan lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap perkembangan dan hasil belajar/ bimbingan siswa;
4) Analisis hasil belajar/ bimbingan siswa, guru dan sumber daya pendidikan yang mempengaruhi hasil belajar/bimbingan siswa untuk menentukan jenis pembinaan;
5) Pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya di sekolah;
6) Penyusunan laporan dan evaluasi hasil pengawasan;
7) Pembinaan pelaksanaan pengelolaan sekolah;
8) Pemantauan dan bimbingan pelaksanaan penerimaan siswa baru;
9) Pemantauan dan bimbingan pelaksanaan EBTA/UAN (Ujian Akhir Nasional);
10) Pemberian saran penyelesaian kasus khusus di sekolah;
11) Pemberian bahan penilaian dalam rangka akreditasi sekolah swasta;
12) Pelaksanaan evaluasi hasil pengawasan dari sekolah yang ada;
13) Pelaksanaan tugas kepegawaian sekolah di daerah terpencil.
c. Pengembangan profesi, meliputi:
1) Pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan;
2) Pembuatan pedoman pelaksanaan pengawasan sekolah;
3) Pembuatan juknis pelaksanaan pengawasan sekolah;
4) Penciptaan karya seni;
5) Penemuan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan.
d. Pendukung kegiatan Pengawas Sekolah,meliputi:
1) Sebagai Koordinator pe/igawas. sekolah;
2) Mengikuti seminar/lokakarya;
3) Menjadi anggota dalam organisasi profesi;
4) Menjadi delegasi dalam pertemuan ilmiah;
5) Menjadi anggota Tim Penilai Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah;
6) Bertugas dalam suatu kepanitiaan;
7) Mendapat penghargaan/tanda jasa atas prestasi kerjanya;
8) Mendapat gelar kehormatan akademis;
9) Memperoleh gelar kesarjanaan lain;
10) Kegiatan pengabdian pada masyarakat.

F. Aplikasi Ketentuan Tentang Pengawas
1)      Menyusun program kerja kepengawasan untuk setiap semester pada sekolah/madrasah binaannya;
2)      Melaksanakan penilaian, pengolahan, dan analisis data hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru;
3)      Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses pembelajaran/bimbingan, lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap perkembangan hasil belajar/bimbingan siswa;
4)      Melaksanakan analisis komprehensif hasil analisis berbagai faktor sumber daya pendidikan sebagai bahan untuk melakukan inovasi sekolah;
5)      Memberikan arahan, bantuan, dan bimbingan kepada guru tentang proses pembelajaran/bimbingan yang bermutu untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar/bimbingan siswa;
6)      Melaksanakan penilaian dan pemantauan penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah binaan mulai dari penerimaan siswa baru, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan ujian sampai kepada pelepasan lulusan/pemberian ijazah;
7)      Menyusun laporan hasil pengawasan di sekolah/madrasah binaannya dan melaporkannya kepada Dinas Pendidikan, Komite Sekolah, dan stakeholder lainnya;
8)      Melaksanakan penilaian hasil pengawasan seluruh sekolah/madrasah sebagai bahan kajian untuk menetapkan program pengawasan semester berikutnya;
9)      Memberikan bahan penilaian kepada kepala sekolah dalam rangka akreditasi sekolah; dan
10)  Memberikan saran dan pertimbangan kepada pihak sekolah dalam memecahkan masalah yang dihadapi sekolah berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan.

G. Masalah Dan Solusi
            Masalah yang sering kali kita jumpai adalah adalah pengawas sekolah/madrasah selama ini masih banyak yang belum mengetahui dan memahami peranan yang harus dimainkannya serta fungsi yang diembannya. Terlebih-lebih melaksanakan peranan dan fungsi tersebut.Permasalahan ini muncul karena sejak diberlakukannya otonomi daerah, banyak bupati/walikota mengangkat pengawas sekolah bukan berasal dari guru dan atau kepala sekolah.
            Ada pengawas sekolah yang diangkat dari mantan pejabat atau staf dinas dengan maksud untuk memperpanjang masa pensiunnya, pada hal mereka belum pernah menjadi guru atau kepala sekolah. Bahkan ada pula yang diangkat sebagai balas budi “tim sukses” bupati/walikota terpilih. Ironisnya, setelah mereka dilantik sebagai pengawas sekolah, mereka tidak pernah mendapatkan pelatihan pengawas sekolah.
            Untuk itu upaya atau solusi yang harus di lakukan segera adalah pemerintah harusnya meninjau kembali kinerja para pengawas sekolah dengan seobjektifnya  kemudian untuk para pengawas harus sering-sering didorong untuk mengikuti latihan –latihan kepengawasan yang di lakukan oleh pemerintah ataupun badan terkait agar dapat mengetahui perkembangan informasi serta meningkatkan kompetensi seorang pengawas.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2008. Peran Kepala Sekolah dan Pengawas dalam Pembinaan Profesional. Diklat Jakarta.
Depdiknas. 2009.  Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas: Jakarta, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di unduh dari : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/15/tugas-guru-bk-dan-pengawas-bk/
Diniaty, Amirah. 2012. Evaluasi Bimbingan dan Konseling. Pekanbaru : Zanafa Publishing.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118/1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 Tentang  Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah
Surya darma. 2008. Peranan da fungsi pengawas sekolah/madrasah. Online :(Dalam Jurnal Tenaga Kependidikan Vol. 3, No. 1, April 2008). Jurnal di unduh dari http://smpn29samarinda.wordpress.com/2009/02/27/peranan-dan-fungsi-pengawas-sekolahmadrasah/
Tohirin. 2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.








TEORI PERKEMBANGAN KARIR: KRUMBOLTZ SERTA APLIKASINYA

Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd A.    Konsep Dasar             Jika kita bicara mengenai bimbingan karir melalui pendekatan pemilihan...