Oleh: Jumadi Tuasikal
A. Ketentuan
Pelaksanaan BK di Sekolah
1)
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana dalam UU
sisdiknas disampaikan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya dan menegaskan bahwa konselor adalah
pendidik. Selain itu dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa paradigma
pembiasaan yang harus dibangun adalah pemberian keteladanan, pembangunan
kemauan dan pengembangan kreativitas dalam konteks kehidupan sosial kultural
sekolah. Dan Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana
dan prasarana.
2)
UU
No.14/2005 tentang Guru dan Dosen yang secara eksplisit menekankan perlunya
profesionalisme kedua jenis pendidikan itu. Dalam undang-undang ini konselor
belum diposisikan, kecuali hanya disebutkan kembali sehubungan dengan
jenis-jenis tenaga pendidik.
3)
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan,
mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan harus menyusun kurikulum yang
disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP. Pada penerapan KTSP,
Guru Bimbingan Konseling di sekolah memberikan pelayanan Bimbingan dan
Konseling dalam memfasilitasi “Pengembangan Diri” siswa sesuai minat, bakat
serta mempertimbangkan tahapan tugas perkembangannya. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar isi, standar proses, standar kompetensi,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
4)
Permendiknas
Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang didalamnya memuat struktur
kurikulum, telah mempertajam perlunya disusun dan dilaksanakannya program
pengembangan diri yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat,
dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
5)
Permendiknas
Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses pendidikan dimana setiap sekolah
dasar dan menengah harus mengadakan perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan ppengawasan
proses pembelajaran.
6)
Permendiknas
Nomor 23 tahun 2006 dirumuskan SKL yang harus dicapai peserta didik melalui
proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik yang harus
dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah kompetensi
kemandirian untuk mewujudkan diri (self actualization) dan pengembangan
kapasitasnya (capacity development) yag dapat mendukung pencapaian kompetensi
lulusan. Sebaliknya, kesuksesan peserta didik dalam mencapai SKL akan secara
signifikan menunjang terwujudnya pengembangan kemandirian.
7)
Permendiknas
27 tahun 2008 Tentang standar kulaifikasi akademik dan kopetensi konselor.
Setiap satuan pendidikan wajib mempekerjakan konselor yang memiliki standar
kualifikasi akademik dan kopetensi konselor yang berlaku secara nasional.
8)
Peremendiknas
No 24 tahun 2007 Tentang standar sarana prasarana dimana disebutkan sekolah
secara standar sarana prasarana harus memiliki ruang konseling dengan luas
minimum 9 M persegi.
9)
Permendiknas
Nomor 19 tahun 2007. Tentang standar pengelolaan dimana sekolah harus memiliki
rencana kerja sekolah (RKS). Yang disana terdapat program pengembangan diri
yang mencakup tugas pelayanan bimbingan dan konseling
10)
PP
Nomor 48 tahun 2008 Tentang standar pembiayaan pendidikan. Tentang standar
pembiayaan pelaksanaan bimbingan dan konseling
11)
Permendiknas
Nomor 20 tahun 2007 Tentang standar penilaian pendidikan. Tentang standar
pelaksanaan penilaian di dalam pendidikan dimana konselor juga merupakan
pendidik.
12)
Permendiknas
Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah yang mengisyaratkan
adanya pembinaan dari pengawas terhadap layanan bimbingan dan konseling.
13)
PP
No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, yang mencantumkan beban kerja guru bimbingan
dan konseling / konselor.
14)
Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya .yang
menyebutkan konselor juga sebagai guru, menangani 150 siswa dan tugas guru BK.
B. Konsep
Guru BK di Sekolah
Dalam pengertian bimbingan dan
konseling di sekolah, ada beberapa konsep yang dapat dijadikan sebagai acuan.
Hal ini berguna karena konsep penting khusus bagi pengertian bimbingan dalam
lingkup sekolah, yaitu :
1)
Bimbingan
dalam pelaksanaannya merupakan suatu proses. Maksudnya adalah bimbingan itu
dilaksanakan dalam rentang waktu yang relatif panjang, tidak sepintas lalu,
insidental, dan tidak sepintas jalan. Semua itu karena bimbingan bukanlah
peristiwa yang terjadi pada suatu hari sekolah. Proses tersebut mengandung
pengertian bahwa bimbingan dilakukan secara sistematis dan metodis dalam
sifatnya yang berencana, berprogram dan evaluative, yang pada akhirnya membuat
bimbingan dapat berkembang maju.
2)
Bimbingan
mengandung arti bantuan atau pelayanan. Maksudnya adalah bimbingan itu tercipta
atas kesukarelaan subyek bimbing. Kesukarelaan pembimbing diwujudkan dalam sifat
dan perilaku yang tidak memaksakan kehendaknya untuk membimbing individu, namun
menawarkan dan menciptakan suasana yang membuat individu sadar bahwa dirinya
memerlukan layanan atau bantuan dari pihak lain. Kesukarelaan si individu
terbantu, diwujudkan dengan adanya keleluasaan dalam mengekspresikan pikiran,
perasaan dan perilaku sehubungan dengan arah dan pemahaman diri, pengambilan
keputusan, pembuatan pilihan dan pemecahan masalah dalam proses bimbingan.
Pemaduan antara kesukarelaan subyek bimbing, pembimbing dan kesukarelaan si
terbimbing akan melahirkan suatu hubungan yang demokratis diantara keduanya.
3)
Kelancaran
pelaksanaan bimbingan dan pencapaian hasil bimbingan diperlukan adanya subyek
pelaksana bimbingan yang kompeten. Kompetensi itu diperoleh dari pendidikan
khusus, ajar-latih, keterampilan serta pribadi dan sikap dasar yang meyakinkan,
baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, khususnya bagi si terbimbing. Ini
menunjukan pada keperluan adanya tenaga professional yang punya kemampuan/
kecakapan/ keterampilan dalam wujud penggunaan pendekatan metode dan
teknik-teknik bimbingan yang memadai.
4)
Bantuan
diperuntukan bagi semua individu, semua peserta didik yang berada dalam kondisi
tertentu yang memerlukan bantuan, namun mereka (peserta didik) memiliki
kemungkinan untuk “bangkit” atau lebih maju sendiri selama atau sesudah
pelayanan. Tidak hanya bagi peserta didik yang bimbang memilih kelompok program
atau jenis pekerjaan/ karier, tidak juga hanya bagi peserta didik yang
mengalami gangguan belajar dan tidak pula hanya bagi peserta didik yang
mengalami salah-suai (maladjusted). Ciri semua peserta didik pada umumnya
adalah memiliki kemungkinan untuk “bangkit diri” (self actualization) dan daya
“nyata diri” (self realization). Memang diakui bahwa pemilikan hal-hal tersebut
adalah berbeda derajatnya antara peserta didik satu dengan yang lain. Yang ini
menimbulkan perbedaan diantara para peserta didik mengenai kecakapan memahami
diri (self understanding), menerima diri (self acceptance) dan mengarahkan diri
(self direction). Keperbedaan itu menimbulkan konsekuensi dalam hal derajat
pengutamaan bimbingan pada setiap peserta didik, dan perbedaan jenis layanan
yang diutamakan bagi berbagai kelompok peserta didik.
5)
Bimbingan
mempunyai tujuan “jangka pendek” dan tujuan “jangka panjang”. Tujuan jangka
pendek merupakan seperangkat kumampuan yang diharapkan dicapai peserta didik
selama dan setelah proses bimbingan diberikan. Tujuan jangka pendek ini antara
lain : kemampuan si terbimbing memahami diri, menerima diri dan mengarahkan
diri; kemampuan nyata diri yang diwujudkan dalam kecakapan memecahkan
persoalan-persoalan, membuat pilihan-pilihan dan mengadakan penyesuaian
terhadap diri dan lingkungan sesuai sesuai dengan tingkat perkembangan yang
dicapainya. Adapun tujuan jangka panjang : bimbingan merupakan suatu patokan
ideal yang diharapkan dicapai individu yang telah memperoleh layanan bimbingan,
dengan pencapaian kesejahteraan mental yang optimal bagi individu (terbimbing)
dan pencapaian kebahagian pribadi yang bermanfaat bagi diri dan lingkungan
sekitarnya. Tujuan jangka pendek bimbingan menjadi dasar bagi pencapaian tujuan
jangka panjang. Hal ini membuat tujuan-tujuan jangka pendek yang efektif dapat
memudahkan/ menunjang pencapaian kesejahteraan mental dan kebahagian yang ingin
dimaksud.
Dari lima konsep penting
di atas, dapat disimpulkan suatu ikatan yang akan melahirkan satu batasan arti
bimbingan, yang ditegaskan sebagai berikut : Bimbingan boleh diartikan sebagai
proses pemberian bantuan yang dilakukan secara sistematis-metodis dan
demokratis dari seseorang yang memiliki kompetensi memadai dalm menerapkan
pendekatan, metode dan teknik layanan kepada individu (peserta didik) agar
lebih memahami diri, menerima diri, mengarahkan diri dan memiliki kemampuan
nyata diri dalam mencapai penyesuaian membuat pilihan dan memecahkan
persoalan-persoalan secara lebih memadai sesuai tingkatan perkembangan yang di
capainya. Ke semua itu, ditujukan untuk mencapai kesejahteraan mental dan
kebahagian yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.”
C.
Ketentuan
Guru BK
1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 1 ayat 6) menyatakan bahwa konselor
adalah pendidik.
2) Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor
20 tahun 2003, yang menyatakan pengertian bahwa konselor sebagai tenaga
penyelengara pelayanan konseling atau BK adalah tenaga professional.
3) Peraturan Mentri Pendidikan Nasional
Nomor 27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi dan kompetesi konselor.
4) Dasar standarisasi profesi konseling
yang di keluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2004 untuk
memberi arah pengembangan profesi BK di sekolah dan di luar sekolah.
5) Peraturan bersama Mentri Pendidikan
Nasional dan Kepala badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14
tahun 2010 tentang petujuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional guru dan angka
kreditnya
6) Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
RI Nomor 81.A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, khususnya lampiran IV bagian
VIII mengenai konsep dan strategi pelayanan BK
D.
Tugas
dan Tanggung Jawab Guru BK
Dalam kelembagaa Unit
Pelayanan BK di satuan pendidikan bertugas sejumlah guru BK atau konselor
(masing-masing melayani minimal 150 orag peserta didik sebagai subjek
ampuannya) yang semuanya bertanggung jawab kepada kepala satuan pendidikan
melalui koordinasi oleh Koordinator BK. Wilayah kerja guru BK atau konselor
adalah menyelenggarakan pembelajaran /pelayanan BK untuk seluruh peserta didik
yang menjadi subjek ampuan masing-masing.
Sesuai dengan Permendikbud
No. 81.A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum lampiran IV bagian VIII,
bahwa guru BK atau konselor wajib mengasai spectrum pelayanan pada umumnya,
khususnya pelayanan professional bimbingan dan konseling, meliputi:
a.
Pemgertian,
tujuan, prinsip, asas-asas, paradigm, visi dan misi pelayanan bk professional
b.
Bidang
dan materi pelayanan bk, termasuk di dalamnya materi pendidikan karakter dan
arah peminatan sisiwa
c.
Jenis
layanan, kegiatan pendukung dan format pelayanan BK
d.
Pendekatan,
metode, teknik danmedia pelayanan BK, termasuk di dalamnya pengubahan tingkah
laku, penanaman nilai-nilai karakter dan peminatan peserta didik
e.
Penilaian
hasil dan proses layanan BK
f.
Penyusunan
program layanan BK
g.
Pengelolaan
pelaksanaan program pelayanan BK
h.
Penyusunan
laporan pelayanan BK
i.
Kode
etik profesioal BK
j.
Peran
organisasi profesi BK
Di samping
itu dalam melaksanakan tugas pelayana BK guru BK atau konselor bekerja sama
dengan berbagai pihak di dalam dan diluar satuan pendidikan untuk suksesnya
pelayanan yang di maksud kerjasama ini dalam rangka manajemen BK yang menjadi
bagian integral dari manajemen satuan
pendidikan secara menyeluruh.
E.
Aplikasi
Ketentuan Tentang Guru BK
Pelayanan
bimbingan dan konseling pada saat ini cukup mendapat apresiasi oleh masyarakat
pengguna jasa pelayanan tersebut, khususnya di sekolah-sekolah. Guna menjamin
keberlangsungan pelayanan di masa depan serta menjaga kualitas pelayanan bagi
pengguna jasa konseling di lembaga pendidikan khususnya di sekolah-sekolah
pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri No. 27 tahun 2008 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Tujuan adanya Standar
Akademik dan Kompetensi konselor yang dikeluarkan pemerintah tersebut adalah
sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh konselor dan guru
BK sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara profesional,
dapat dibina secara efektif dan efisien serta dapat memberikan pelayanan
Bimbingan dan Konseling dengan sebaik-baiknya.
Bentuk
nyata dari pengaplikasian tersebut
diantaranya adalah guru BK harus mampu menguasai hakikat, menyusun, serta
mengembangkan instrumen assesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling, mampu
mengaplikasikan hakikat, arah profesi, dasar-dasar, dan model pendekatan
pelayanan bimbingan dan konseling, mampu menyusun program bimbingan dan
konseling yang berkelanjutan berdasarkan kebutuhan peserta didik secara
komprehensif dengan pendekatan perkembangan, mampu melaksanakan program
bimbingan dan konseling, mampu mengevaluasi hasil, proses, dan program
bimbingan konseling, mampu menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan
dan kode etik profesional konselor, mampu memahami, merancang, melaksanakan
serta memanfaatkan penelitian bimbingan dan konseling.
Penguasaan
kompetensi profesional oleh guru BK dapat dilihat pada penerapan aspek-aspek
kompetensi tersebut dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di
lapangan. Dengan menerapkan aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetesi
profesional konselor yang telah di tentukan maka guru BK tersebut telah
menguasai tingkat kompetensi minimal sesuai SKAKK sehingga yang bersangkutan
dapat diakui telah melakukan tugasnya secara profesional.
Namun
kenyataannya dilapangan menunjukkan gejala yang belum semuanya sejalan dengan
kondisi-kondisi yang digambarkan di atas. Adanya kondisi riil yang terjadi di lapangan
tersebut menunjukkan bahwa beberapa guru BK belum optimal dalam menerapkan kompetensi dalam
menyelengglarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Padahal
kompetensi mencerminkan penguasaan kiat penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah. Apabila guru BK kurang optimal dalam menguasai dan
menerapkan kompetensi profesional, maka tujuan yang diharapkan dalam Permendiknas
nomor 27 tahun 2008, tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi
konselor tidak akan tercapai secara optimal dan dikhawatirkan akan memberikan
dampak menurunnya kualitas guru BK dalam pemberian pelayanan bimbingan dan
konseling.
F.
Masalah
dan Solusi
Tentunya dalam pelaksanaan BK disekolah
sering kita jumpai ada saja masalah yang di hadapi disekolah
1) Guru BK belum begitu mampu mengembangkan profesionalitasnya sebagai
konselor sekolah
Solusi: Untuk mengatasi
hal tersebut dalam upaya peningkatan profesionalitas guru BK tentunya dapat
dilakukan dengan mengikuti seminar,work shop yang membahan pengetahuan tentang
bimbingan konseling dan kegiatan lain yang berkenaan dengan bimbingan
konseling.
2)
Keterbatasan
waktu dalam memberi layanan BK
Upaya pengetasan:
Dalam masalah
ini upaya yang bisa dilakukan untuk hal tersebut konselor bisa melakukan
bimbingan kelompok sehingga konselor bisa memabntu konseli untuk menenukan
solusi sendiri, mengambil keputusan, sehingga banyak waktu yang sanagat sedikit
itu dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan optimal
3) Keterbatasan
informasi yang diberikan dalam memberikan layanan BK
Solusi: Upaya yang seharusnya dilakukan oleh konselor agar bisa
untuk mengatasi permasalahan tersebut konselor bisa mencari reverensi dibuku baik
perpustakaan atau di internet sehingga layanan bimbingan pemberian informasi
bisa terlaksanana dengan baik dan yang terpenting bisa menjawab indicator
yang diperlukan siswa.
4) Kuranganya
dukungan dari sistem yang ada disekolah
Solisi: Konselor bisa menjalin komunikasi yang baik dengan
pihak-pihak yang terkait yang ada disekolahan sehingga dengan hal demikian
semua sistem bisa bejalan dengan baik dan mendukung proses bk disekolah.
5) Konselor
tidak bisa menyampaikan layanan BK layaknya sebagai seorang konselor.
Solusi: Dalam menypaikan setiap layanan BK hendak nya konselor
selalu melibatkan peserta didik sebagai bagian dari pemberian layanan artinya
peserta didik dibuat aktif dalam setiap pemberian layanan bimbingan sehingga
setiap layanan yang diberikan akan lebih bermakna karena peserta didik turut
serta menjadi bagian dari pemberian layanan,untuk bisa membuat hal ini terwujud
hendaknya seorang konselor biasa menumbukan dinamika kelompok dalam setiap
layanan yang diberikan dan untuk menumbuhkan dinamika kelompok itu konselor
harus sering berlatih.
6) Konselor
sering tidak bisa menjalin hubungan yang baik dengan pesrta didik
Solusi: Menjadi konselor harus bisa menjadi mitra peserta didik
bukannya menimbulkan jarak hal ini salah satu cara yang bisa dilakukan:
a.
Konselor harus bersikap ramah
b. Konselor
membuang image killer
c. Mempunyai
ketulusan
d. Penerimaan
tanpa syarat terhadap semua peserta didik
e.
Menumbuhkan sikap empati.
Dengan konselor sekolah melakukan
hal sperti diatas maka peserta didik akan lamabat laun akan bisa mendekat
dengan atau konselor akan lebih mudah mendekat dengan peserta didik dengan ha
demikian kita akan mudah melakukan tugas kita sebagai konselor karena telah
terjalin hubungan yang baik dan pesertadidik akan lebih cenderung terbuka
dengan konselor tentang apa yang sedang dialami dan konselor bisa dengan cepat
melakukan penanganan terhadap permsalahan yang sedang dihadapi oleh siswa dan
cenderung peserta didik yang dengan suka rela akan menemui konselor.
ABKIN.
2013. Panduan Umum Pelayanan Bimbingan
Dan Konseling. Jakarta:ABKIN
http://agunkadi.blogspot.com
Permendiknas Nomor
16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Prayitno.,
Mungin EW., Marjohan. 2013. Pembelajaran
Melalui Pelayanan BK Di Satuan Pendidikan. Jakarta
Undang-undang No 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar