Rabu, Desember 18

BAHASA

Oleh: Jumadi Mori Salam Tuasikal 
 
A.    KARAKTERISTIK BAHASA
Bahasa merupakan sebuah penyimbolan berupa gabungan kata-kata yang sesuai dengan prosedur atau kaidahnya. Bagian yang paling dasar dari bahasa adalah fonem, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang signifikan dalam membedakan makna melalui bunyi yang dihasilkan ini menjadikan Bahasa menjadi hal yang sangat mendasar dan esensial dalam kehidupan manusia,
Bahasa merupakan sarana dasar yang berguna untuk berpikir manusia. Bahasa merupakan gabungan kata-kata yang sesuai dengan prosedur atau kaidahnya. Bagian yang paling dasar dari bahasa adalah fonem, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang signifikan dalam membedakan makna (bunyi bahasa).
Gabungan fonem yang lebih tinggi menghasilkan morfem, yakni bentuk terkecil dalam bahasa yang mengandung makna. Morfem biasanya terdiri dari sekurang-kurangnya gabungan dua fonem, yaitu:
1.      Tingkat lexical, analisis bahan berkisar tentang bentuk kata yang digunakan dalam bahasa, seperti persamaan kata, lawan kata, dan bagaimana menggunakan kata tersebut dalam kalimat.
2.      Tingkat syntactic, arah kajian bahasa dalam susunan atau urutan kata, untuk membentuk prase dan kalimat, seperti : tata bahasa.
3.      Tingkat semantic, yaitu kajian yang terfokus pada makna bahasa.

B.     FUNGSI BAHASA
Fungsi bahasa sebagai symbol bagi manusia, mempunyai empat fungsi, yaitu :
1.      Bahasa berfungsi Instrumental, yaitu perilaku verbal yang dapat mengarahkan secara langsung, maksudnya bahasa sebagai alat instruksional (sebagai perintah), permohonan maaf dan sebagainya, tergantung dari bahasa yang disampaikan.
2.      Bahasa berfungsi sebagai stimulus atau sinyal untuk perilaku lain, maksudnya bahasa menimbulkan efek/respon dari orang-orang yang mendengarkan, contoh : “Jalan-jalan, ya?”, kalimat ini akan menimbulkan respon dari orang yang ditanya.
3.      Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi manusia dengan orang lain, maksudnya ada informasi yang disampaikan langsung antara komunikator dengan komunikan, contoh : dalam berdiskusi, dialog, dan sebagainya.
4.      Bahasa berfungsi untuk menyampaikan makna, maksudnya bahasa dapat disampaikan melalui simbol-simbol, peribahasa, kiasan-kiasan, pepatah, ungkapan, dan lain-lain.

C.     STRUKTUR DALAM BAHASA
Berdasarkan ilmu bahasa struktur kalimat dibedakan atas dua, yaitu:
 1) Struktur luar (surface structure), merupakan kalimat sebenarnya seperti bunyi dan gambaran sederhana yang menghubungkan antara bagian kalimat.
2) Struktur dalam (deep structure), yaitu mengarah pada makna kalimat, dan spesifikasi hubungan antara kata dalam kalimat.

D.    BEBERAPA ISU DALAM BAHASA
1.      Pengembangan Bahasa
Pada mulanya bahasa adalah omongan (babbling) jelas, yang merupakan ide dasar dari vokalisasi. Proses belajar dalam perkembangan bahasa dimulai dari anak masih berusia dini. Anak-anak dapat menghasilkan bunyi sebelum berusia enam bulan, tapi belum berbentuk omongan, ia hanya bisa meniru bunyi bahasa.
Disinilah peran orang tua, ia harus menjadi contoh yang baik bagi anaknya, membantu anak dalam menambah perbendaharaan kata, baik dalam segala pola tingkah laku yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua tidak perlu khawatir menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti anak, ia akan menyerap kata-kata itu kemudian akan mengerti artinya, karena kata-kata yang dimengerti jauh lebih banyak dari yang diucapkan.

2.      Language and Thought (Bahasa dan Pikiran)
Bahasa sangat erat hubungangnya dengan proses berpikir. Kalau anak mulai bisa mengusai bahasa dan bisa mengatakan maksudnya, maka ia akan lebih mudah dikendalikan. Tugas anak dalam belajar bahasa adalah menghubungkan stimulus lingkungan tertentu terhadap respon. Perkembangan bahasa dimulai dari perolehan asosiasi antara objek dan peristiwa.
Bahasa dan pemikiran sangat erat hubungannya, pemikiran kita dituangkan dalam bentuk tulisan. Bahasa dapat membantu pemecahan masalah, bahasa bukan merupakan faktor yang di dalam mengembangkan kapasitas kognitif manusia. Seorang anak yang bisu, dapat mengembangkan konsepnya, tanpa memerlukan bahasa konvensional, mereka berkembang dengan menggunakan sistem simbol lain untuk berkomunikasi.

3.      Language in Animals (Bahasa Binatang)
Binatang mempunyai bahasa tersendiri untuk berkomunikasi, namun binatang tidak mampu memproduksi kalimat dan tidak mampu menggunakan bahasa secara kreatif seperti manusia, dikarenakan binatang mempunyai kekurangan sistem alat ucap dan tidak memiliki aspek bahasa seperti manusia. Binatang berkomunikasi dengan anaknya hanya menggunakan isyarat saja, seperti : melalui suaranya.

4.      Cultural Differences in Language (Perbedaan Budaya dalam Bahasa)
Bahasa dipengaruhi oleh perkembangan budaya, wilayah, dan perbedaan etnik dalam bahasa. Banyak ahli sosiolinguistik menyatakan budaya dan aspek sosial lainnya mempunyai pengaruh yang besar dalam keragaman bahasa. Dengan kata lain, adanya perbedaan budaya dalam bahasa akan mewarnai ragam bahasa itu sendiri, dan ini perlu disatukan dalam sebuah konsep bahasa, misalnya bahasa Indonesia, walaupun terdiri dari berbagai etnik budaya dan bahasa, namun tetap diwarnai oleh logat (dialek) dari masing-masing bahasa daerah. 


5.      Language and The Brain (Bahasa dengan Otak)
Otak manusia terdiri dari dua hemispheres, yang fungsinya tidak sama. Masing-masing hemispheres tersebut menerima informasi dari indera, tetapi kedua hemispheres tersebut menerima informasi terpisah. Maksudnya ialah ada informasi itu berupa tulisan saja, tapi kita bisa baca sebelumnya, dan ada pula informasi itu kita dengar bahasanya, tapi tidak bisa dibaca, misalnya informasi dari radio.
Pada orang dewasa ceberal hemisphere sebelah kiri mengendalikan fungsi bahasa yang mencakup produksi bahasa lisan dan tulisan. Sebaliknya ciberal hemisphere sebelah kanan tidak mampu memproduksi bahasa atau memahami kata-kata yang abstrak. Tugas bagian otak sebelah kanan ini mengurus proses persepsi seperti pemahaman gambar pembelajaran dan pemahaman bentuk-bentuk visual.

A.    Teori Pembelajaran Bahasa
 Secara umum ada dua teori pendekatan dalam pembelajaran bahasa, yaitu:
a.    Pendekatan pengkondisian
Menurut pendekatan pengkondisian bahasa dipelajari sesuai dengan prinsip pengkondisian yang diaplikasikan dalam pemahaman belajar bahasa. B.F. Skinner memiliki gagasan dasar bahwa perilaku verbal sama seperti perilaku lainnya dan dipaparkan melalui penguatan respon yang benar. Anak-anak cenderung meniru perilaku verbal yang dia dengar dari orang dewasa di sekitarnya, dan jika ia melakukannya dengan benar maka ia cenderung diberi hadiah atau penguatan positif. Namun bila ia salah maka orang tua akan menahan penguatan dan bahkan memberikan hukuman.  
b.   Pendekatan psikolinguistik.
Namun, Noam Chomsky mengkritik teori yang telah dikemukakan B.F. Skinner. Menurutnya anak-anak mempelajari aturan-aturan bahasa yang kompleks pada saat ia belajar sebuah bahasa, walaupun mereka tidak mampu memverbalisasikan atau menjelaskan aturan-aturan tersebut. Anak-anak mendapat aturan tersebut tanpa harus diajarkan oleh orang lain dalam bentuk formal dan mereka mendapatkan hukum-hukum bahasa ini pada usia yang sangat dini. Kemampuan untuk mempelajari atau memperoleh bahasa melalui pengembangan aturan-aturan yang abstrak merupakan ciri yang unik pada manusia.

Reference:
Ellis, Henry C. 1978. Foundamentals Of Human Learning, Memory and Cognition (2nd Edition). Iowa: Wm. C. Brown Company Publisher.


Selasa, April 30

BELAJAR KONSEP



Oleh: Jumadi Tuasikal

A.    HAKIKAT BELAJAR KONSEP
Belajar konsep membantu untuk mengatasi keragaman yang spesifik dan tak terbatas dari lingkungan dan untuk memperlakukan peristiwa-peristiwa yang memiliki sifat-sifat yang sama sebagai bagian dari suatu jenis atau kelompok tertentu.
Pembelajaran konsep dapat mengupayakan individu untuk mampu merespon bentuk-bentuk yang relevan (berhubungan) dengan konsep tersebut dan tidak menghiraukan (ignore) bentuk-bentuk yang tidak relevan dengan mengidentifikasikannya. Dengan kata lain dari banyak kata, bisa disempitkan lagi kepada hal yang lebih spesifik. Pembelajaran konsep dipandang sebagai sebuah kombinasi dari perbedaan antara kelompok-kelompok kejadian dengan generalisasi dalam kelompok-kelompok kejadian.
Ciri-ciri belajar konsep melibatkan stimulus (rangsangan), respon (tanggapan), dan beberapa bentuk umpan balik (feed-back) kepada learner (pelatih). Stimulus meliputi contoh positif dan contoh negatif, respon dapat memakai cara yang paling sederhana sampai kepada yang agak rumit, dan umpan balik diberikan sebagai pembetulan terhadap respon.
Adanya pembentulan terhadap respon dapat dilihat dengan ada dua prosedur dasar dalam pembelajaran konseptual, yaitu: reception paradigm (paradima penerimaan) dan selection paradigm (paradigma seleksi). Pada paradigma penerimaan,  stimulus dihadirkan secara acak atau telah ditetapkan sebelumnya oleh yang melakukan eksperimen dan subjek mengklasifikasikan masing-masing stimulus tersebut. Sementara itu pada paradigma seleksi, subjek diberikan keseluruhan bentuk dari stimulus pada permulaan eksperimen dan kemudian memilih stimulus, percobaan dilakukan secara berulang-ulang dan menginginkan adanya balikan (feedback).
Pembelajaran konseptual terdapat beberapa atribut dan aturan. Atribut merupakan sifat atau karakteristik stimulus yang relevan terhadap konsep. Konsep yang sederhana mungkin hanya memiliki satu atribut seperti warna, sedangkan konsep yang lebih rumit memiliki lebih banyak atribut, seperti warna dan rasa. Atribut dapat menegaskan sebuah aturan konseptual, maksudnya konsep terhadap sesuatu objek ada penguatan didalamnya.
Ada perbedaan antara belajar konsep (concept learning) dengan paired associate learning. Paired associate learning menghendaki pembelajaran respon tertentu terhadap suatu stimulus, jadi rasio antara stimulus dan respon adalah satu – satu. Sedangkan belajar konsep mencakup pembelajaran satu respon terhadap dua atau lebih stimulus, jadi rasio antara stimulus dengan respon bukan satu-satu, tetapi satu lawan banyak. Umpamanya, dalam kegiatan di sekolah dasar anak diajarkan konsep warna putih. Anak akan diberikan contoh warna putih dari sebuah objek seperti kertas putih dan dikatakan bahwa warna kertas ini adalah putih adalah putih. Kemudian anak tersebut diminta mengulangi respon yang sama (“putih”) pada lembaran-lembaran kertas lain yang juga berwarna putih.
            Untuk menyakinkan apakah sebuah konsep telah terbentuk perlu diperhatikan dua faktor. Pertama kita harus memberikan contoh objek (instance) tambahan untuk melihat apakah konsep tersebut telah dikelompok secara benar, dan kedua kita harus memberikan yang bukan contoh (noninstance) atau contoh yang salah untuk melihat apakah mereka mampu mengeluarkan bagian ini dari konsep yang telah terbentuk. Jadi pembelajaran konsep menghendaki sipelajar melakukan respon bentuk-bentuk yang relevan dari konsep tersebut dan tidak menghiraukan (ignore) bentuk-bentuk yang tidak relevan di dalam pengelompokan peristiwa.

B.     ATURAN DASAR BELAJAR KONSEP, YAITU:

1.      Aturan Affirmation, menegaskan konsep secara sederhana dengan pemberian atribut yang sederhana.
2.      Aturan Conjunction, yaitu menjelaskan konsep dengan menggabungkan dua atribut.
3.      Aturan Disjunction, yaitu menjelaskan konsep dengan dua atribut dengan menggunakan hubungan dan/atau dari keduanya.
4.      Aturan Conditional, dimana sesuatu berlaku sebagai sebuah atribut yang relevan tergantung pada adanya atribut lain.
5.      Aturan Biconditional, mengilustrasikan contoh menggunakan dua atribut dengan hubungan jika dan hanya jika.
           C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN KONSEP
            Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi pembelajaran konsep yaitu variabel tugas (task variabel) dan variabel pelajar (learner variabel). Contoh-contoh dari variabel tugas tersebut adalah contoh negatif dan positif (positif and negatif instances), atribut yang relevan dan yang tidak relevan, stimulus abstrak dan stimulus nyata, umpan balik dan faktor temporal, dan aturan-aturan konseptual.
1.      Contoh Positif dan Negatif
Dalam hal positive dan negative instaces, ditemukan bahwa manusia cenderung menggunakan positive instance dalam mempelajari konsep ketimbang negative instances. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi pada negative instances, dan manusia lebih banyak bertemu dengan positive intances daripada negative intances.

2.      Atribut yang Relavan dan Tidak Relevan
            Berkaitan dengan atribut yang relevan dan yang tidak relevan, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama semakin banyak jumlah atribut yang tidak relevan didalam sebuah tugas pembelajaran konsep, semakin sulit tugas pembelajaran tersebut. Kedua, semakin banyak atribut redundant (perulangan/sama) yang relevan, semakin mudah pembelajaran konsep. Yang dimaksud dengan atribut redundant yang relevan adalah bentuk-bentuk yang berhubungan secara sempurna, sehingga bentuk tersebut dapat dijadikan dasar peramalan yang sahih untuk sebuah konsep. Umpamanya setiap lingkaran diberi warna biru, setiap segitiga diberi warna kuning dan setiap segiempat diberi warna merah.

3.      Stimulus Abstrak dan Stimulus Nyata
            Kejelasan kunci (cues) yang relevan dapat pula membantu memudahkan pembelajaran konsep. Anak-anak lebih cepat mempelajari konsep warna daripada mempelajari konsep perbedaan dimensi atau bentuk. Mereka juga lebih mudah mempelajari konsep yang kongrit seperti ‘mobil’, ‘rumah’, ‘anjing’, dll daripada konsep abstrak. Jika kunci lebih mirip, yang mengakibatkan berkurangnya kejelasan, maka pembelajaran konsep semakin sulit. Umpamanya, pembelajaran konsep ‘socialisme’ atau ‘demokrrasi’ akan lebih sulit karena kedua konsep tersebut memiliki banyak kunci (cues) yang tumpang tindih.
4.       Umpan Balik dan Faktor Temporal/ Waktu
            Balikan (feedback) merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran konsep. Feedback akan memberikan tanda bahwa respon yang dilakukan benar atau tidak. Bahkan ia dapat digunakan untuk mengarahkan respon berikutnya di dalam tugs-tugas konseptual. Penggunaan kata ‘benar’ dan ‘salah’ sudah merupakan balikan yang berarti dalam pembelajaran konsep, tetapi hal ini tidak banyak berpengaruh pada manusia. Untuk manusia, postfeedback delay (penundaan antara balikan yang diberikan untuk sebuah trial dan pemberian stimulus berikutnya) mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam kinerja (performance). Bila postfeedback delay diperpanjang pembelajaran konsep akan lebih terbantu.

5.      Aturan – Aturan Konseptual
            Cara penggabungan hukum konseptual (conseptual rules) akan menentukan kemudahan pembelajaran konsep. Konsep yang menggunakan hukum konjungtif (conjuntive rules), hukum sebuah konsep dimana kedua atribut harus digabungkan, seperti ‘meja bundar’, lebih mudah dipelajari dari pada konsep yang menggunakan hukum kondisional (conditional rules), jika A, maka B dan biconditional, yakni jika A maka B, maka A.
6.      Memori dan Intelegensi
            Faktor terakhir yang mempengaruhi pembelajaran konsep adalah memory dan intelegensi. Pembelajaran konsep ternyata tidak hanya tergantung pada karakteristik tugas tetapi juga pada karakteristik sipelajar. Memori dan kecerdasan merupakan variabel individu yang berbeda yang mempengaruhi kemudahan pembelajaran konsep. Untuk mengetahui konsep dengan jelas seseorang perlu mengingat informasi yang berkaitan dengan konsep tersebut. Begitu pula dengan kecerdasan, semakin cerdas seseorang memecahkan tugas konseptual semakin, cepat ia mempelajari sebuah konsep.
D.    TEORI-TEORI BELAJAR KONSEP
1.      Teori Asosiasi Stimulus Respon
            Salah satu pendekatan yang digunakan dalam belajar konsep adalah konsepsi asosianistik stimulus-respon dan mengadopsi prinsip pengaruh keadaan untuk menjelaskan perilaku konseptual. Dengan pendekatan ini, belajar konsep dianggap sebagai pengembangan cara pembedaan yang sederhana di dalam pembelajaran dan dianggap sebagai kasus khusus di dalam pengeneralisasian dan pendiskriminasian. Selain itu pendekatan yang digunakan dalam belajar konsep adalah teori asosiasi stimulus respon (S-R association theory). Pendekatan ini menekankan pada pentingnya hipotesis (jawaban sementara) dan strategi. Pendekatan ini bersifat kognitif. Dalam hal ini keaktifan peranan sipelajar merupakan faktor yang sangat penting untuk menguji hipotesis.
            Teori Stimulus respon (S-R theory) beranggapan bahwa kekuatan asosiasi antar dimensi yang relafan dengan respon terbentuk secara bertahap sampai seseorang dikatakan telah memperoleh konsep tersebut. Bila seseorang merespon sebuah stimulus baru yang berisi bentuk yang  relevan, maka orang itu dikatakan telah mengeneralisasikan konsep tersebut. Jadi, sebuah konsep dikatakan telah didapatkan oleh seseorang bila konsep tersebut telah mampu diterapkannya pada situasi lain.
            Teori stimulus respon antara (S-R Meditional Theories) berasumsi bahwa belajar konsep berkembang karena respon perantara (mediating response) yang diberikan terhadap stimulus tersebut.  Di dalam teori S-R Mediasional, ada dua jenis masalah pengalihan pemecahan yang digunakan di dalam belajar konsep. Yang pertama, disebut dengan pengalihan reversal atau intradimensional.dalam hal ini pemecahan masalah yang dipelajari oleh subjek pada tahap awal dibalik secara total dengan stimulus yang sama. Sehingga subjek harus mempelajari pemecahan masalah yang berlawanan tersebut untuk mempelajari konsep yang sedang diajarkan. Kedua dinamakan dengan pengalihan nonreversal atau extramentional. Dalam jenis ini pemecahan masalah yang diajarkan sama dengan yang diterapkan pada tahap ujian, dalam rangka memantapkan konsep.
2.      Teori Pengujian Hipotesis
            Teori belajar konsep lain adalah teori pengujian hipotesis (Hypothesis-testing theory). Teori ini menekan pada prinsip bahwa manusia lebih aktif dalam melaksanakan tugas dalam arti bahwa ia aktif memilih dan mencoba atau menguji kemungkinan pemecahan masalah. Teori ini menekankan pada pentingnya pemilihan hipotesis, memilih karakter tugas pemecahan masalah, sehingga proses ini melibatkan teori kognitif. Dalam menerapkan teori ini kita bisa memilih dua strategi yakni conservative focusing, dan strategi focus gambling. Dengan strategi conservative focusing, subjek diminta untuk memilih respon diantara beberapa respon sesuai dengan hipotesis awalnya, kemudian diberi balikan dengan kata ‘benar’, maka ia telah mempelajari konsep tersebut. Sedangkan didalam focus gambling, subjek diberikan kesempatan dan memvariasikan dua atau lebih atribut pada saat menguji hipotesisnya. Biasanya dengan strategi yang kedua, bila berhasil dengan baik, subjek akan lebih cepat mempelajari konsep.

3.      Teori Proses Informasi
            Terakhir, teori pembelajaran konsep yang biasa diterapkan adalah Information-Processing theories atau teori pengolahan informasi. Teori ini menekan pada ciri pengolahan informasi manusia dalam belajar konsep. Teori ini diangkat dari analogi kerja konputer dan memandang belajar konsep dalam artian urutan proses pengambilan keputusan oleh sipelajar.

       E. BEBERAPA PRINSIP-PRINSIP PRAKTIS DALAM BELAJAR KONSEP
1) Think of new examples of concept, memikirkan contoh-contoh baru untuk konsep tersebut.
2) Use both positive and negative instances, menggunakan kejadian atau contoh-contoh positif dan negative.
3) Use a variety of example, menggunakan contoh-contoh yang bervariasi.
4) High-light relevant features, berikan penekanan pada bentuk-bentuk relevan, untuk  menhindari terjadinya kesalah pahaman.

Selasa, Maret 19

TEORI PERKEMBANGAN KARIR: Teori Minnesota Theory of Work Adjustment René V. Dawis


Oleh: Jumadi Tuasikal

A.      Konsep Dasar
Theory of  Work Adjustment (TWA; Dawis dan Lofquist, 1984)  tumbuh dan berkembang di University of Minnesota. Teori ini  muncul setelah ada penelitian terkait dengan  rehabilitas kejuruan klien untuk bekerja sekitar tahun 1960-an dan 1970-an. Penelitian ini kemudian dipublikasikan dalam beberapa buletin  pada University of Minnesota, dan juga pada beberapa artikel dan buku. Sejak pada pertengahan tahun 1970-an penelitian ini masuk dalam ranah penelitian psikologi. Mulai pada saat itu pula penelitian ini telah menjadi luas untuk diteliti dan dikembangkan.Adapun sejumlah besar variabel yang menjadi pusat perhatian untuk diteliti, seperti kepuasan kerja, sikap kerja, penilaian kinerja, riwayat pekerjaan, pendidikan dan pengalaman pelatihan, bakat, kebutuhan, minat, serta sifat. 
Theory of work adjustment (TWA) tumbuh dari tradisi psikologi individu.Psikologi perbedaan individu adalah tentang variabiitas manusia.Variabilitas manusia tersebut menggambarkan individualitas manusia. Individualitas seperti itu dapat mengakibatkan konsekuensi yang berbeda dalam situasi yang sama. Dalam mempelajari fenomena ini, psikologi perbedaan individu berfokus pada variabel-variabel yang stabil dari waktu ke waktu.
Theory of work adjustment diawali dengan tiga asumsi dasar yaitu sebagai berikut:
1.    Sebagai living organisme
2.    Memiliki kemampuan yang memungkinkan untuk memenuhi persyaratan.
3.    Banyak perilaku dalam berinteraksi
                        Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
            Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi. Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1.      Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
2.      Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
3.      Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
4.      Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
5.      Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.
6.      Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
7.      Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.
8.      Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.
9.      Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan
10.  Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
11.  Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.
12.  Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
13.  Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
14.  Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
15.  Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
16.  Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.
17.  Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.
18.  Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.
19.  Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
20.  Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.
            Hipotesis pokok dart Theory of Work Adjustment adalah bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari hubungan antara sistem pendorong dari lingkungan kerja dengan kebutuhan individu.

C.      Teori Penyesuaian Kerja, Variabel dan Pengukurannya
1.    Kepuasan
               Dalam theory of work adjustment, kepuasan diperlakukan sebagai variabel keadaan, yang didefinisikan sebagai suatu respon afektif untuk evaluasi kognitif korenspondensi. Dalam theory of work adjustment, kepuasan sebanarnya adalah variabel kepuasan sebagai pekerja atau karyawan, dan dengan performa dalam melaksanakan tugas pekerjaan dan perilaku sebagai anggota organsiasi kerja.
               Kepuasan adalah instrument nilai yang harus diselesaikan oleh pimpinan. Ini terdiri dari 28 item yang dibagi dalam faktor sakala berdasarkan: kinerja, kesesuaian, penyesuaian personal, dan dapat diandalkan. Skor kelima, skala kepuasan, adalah jumlah dari semua item skor.Sebagai variabel kepuasan, kepuasan dianggap sebagai variabel keadaan.
2.    Kebutuhan dan Nilai
Theory of work adjustment  bahwa kepuasan adalah fungsi dari korespondensi. Enam faktor yang dijuluki sebagai “nilai-nilai”, yaitu; pencapaian, altruisme, otonomi, kenyamanan, keamanan, dan status.Nilai dalam theori of work adjustment dianggap ciri variabel.Bahkan lebih dari kebutuhan.
3.    Keterampilan dan Kemampuan
Keterampilan dasar terdiri dari beberapa kelompok: sensoris dan keterampilan perseptual, kognitif dan keterampilan afektif, dan keterampilan motorik dan fisik. Keterampilan yang lebih tinggi melibatkan berbagai kombinasi keterampilan dasar.Berikutnya adalah faktor kelompok yang biasanya merujuk kepada konten (misalnya kemampuan verbal, kemampuan numerical, dan kemampuan spasial).
Berikut ini adalah faktor kemampuan khusus (misalnya, pemahaman bacaan, kosa kata, dan pengetahuan tentag tata bahasa), itu semua akan diukur dengan beberapa tes keterampilan.
4.    Keterampilan dan Persyaratan Kemampuan
Pekerjaan biasanya didefinisikan sebagai tugas-tugas yag perlu dilakukan.  Karena kinerja memerlukan keterampilan, pekerjaan dapat juga digambarkan dalam bentuk keahlian yang dibuthkan untuk melakukan pekerjaan.Dengan demikian perlu adanya seperangkat tes untuk memprediksikan keterampilan yang dimilikin oleh pekerja.
Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja:
a.         Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).
b.         Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
            Lima cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, (p. 205) :
1.         Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
2.         Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3.         Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
4.         Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
5.         Kesehatan
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif
            Gaya kepribadian dalam theory of work adjustment terdiri dari empat variabel yang menjelaskan bagaimana biasanya merespon:
1.      Celerity (kecepatan respon),
2.      Pace (intensitas respon),
3.      Irama (pola respon),
4.      Daya tahan, atau ketekunan (jangka waktu) respon.
Theory of work adjustment, model prediksi dapat digunakan untuk membantu orang mengidentifikasi dan memilih di anatara bekerja kemungkinan yang mungkin akan membawa mereka pada kepuasan, dan kepemilikin di masa depan. 

D.       Aplikasi teori Penyesuaian Kerja
            Teori memiliki penggunaan heuristik, karena itu, akan membantu jika teori itu dibingkai sedemikian cara yang membuatnya mudah. Dalam hal ini, TWA memiliki keuntungan dalam simetri  dari konstruksi: orang dan lingkungan, korespondensi dan kepuasan, kebutuhan dan kemampuan, respon dan penguatan, kepuasan dan kepuasan, kebutuhan dan keterampilan, nilai dan kemampuan, struktur dan gaya, pemeliharaan dan penyesuaian, kecepatan dan irama, fleksibilitas dan ketekunan, keaktifannya dan reaktif, kepemilikan dan penghentian.
Selain itu, konstruksi pasangan ini diselenggarakan oleh dua prinsip:
a.    koresponden membuat untuk kepuasan,
b.    kepuasan perilaku penyesuaian.
            Teori penyesuaian kerja heuristik dapat digunakan untuk mengatur fakta-fakta, bantuan konseptualisasi, dan menyarankan pendekatan untuk intervensi.Dengan TWA sebagai alat konstruksi konseptual dasar, kita dapat mengatasi berbagai masalah, sebagai ilustrasi dalam diskusi tentang pengembangan karir, pilihan karir, dan konseling karier.

E.   Pengaruh Perkembangan
Pendidikan secara harfiah berarti “membawa keluar.”Apa yang akan “dibawa keluar?” Dari pertama kali, sekolah telah berfokus pada mengeluarkan kemampuan, untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan. TWA berpendapat bahwa fokus pada persyaratan adalah sama pentingnya dengan yang di atas kemampuan. Anak-anak harus belajar tentang kebutuhan dan nilai-nilai mereka jauh lebih eksplisit, pada tingkat yang sama bahwa mereka belajar tentang keterampilan dan kemampuan mereka. Belajar adalah acquisition (kemahiran).
 Oleh karena itu, TWA mengusulkan kebutuhan dan nilai-nilai yang harus diperoleh dengan cara yang sama dengan memperoleh keterampilan dan kemampuan. Dan dalam belajar seperti itu, kita harus memperhatikan perbedaan individu, dengan hormat yang tepat bagi anak dan keluarga anak. Jika guru adalah untuk memfasilitasi pengetahuan diri pada anak-anak, mereka harus terlebih dulu menjadi expert (ahli) untuk menilai kebutuhan, nilai, keterampilan, dan kemampuan on the fly, yaitu berdasarkan informasi yang biasa tersedia di kelas sehari-hari, tetapi pengamatan sehari-hari dapat bermanfaat dan tidak terlalu mengganggu jika guru terampil dalam menggunakan mereka dalam penilaian.
Selanjutnya, guru dan konselor harus tahu cara mengajar setiap anak bagaimana menilai diri sendiri, yang pada gilirannya tergantung pada mengetahui tanggapan anak capa-bilities dan penguatan persyaratan.Tapi belajar tentang kebutuhan, keterampilan, nilai, dan kemampuan bisa menimbulkan masalah dan bahkan traumatis bagi anak yang membandingkan diri dengan anak-anak lain. Salah satu kemungkinan adalah mengajar anak-anak awal tentang perbedaan-perbedaan individual dan semua implikasi dan sekitar TWA pesan bahwa selain perbedaan-perbedaan individual ada perbedaan lingkungan dan lingkungan optimal berbeda untuk setiap anak yang mungkin membantu anak-anak menjadi lebih sadar dan menghormati mereka sendiri dan orang lain.
Selain memiliki keterampilan yang tepat, guru, dan konselor harus menyadari kebutuhan mereka sendiri dan nilai-nilai, yaitu, mereka membutuhkan penguatan sendiri.Mereka harus tahu bagaimana menilai korespondensi yang dengan berbagai perbedaan, yang di lingkungan sekolah masing-masing termasuk murid dan orang tua mereka.Pengetahuan seperti itu dapat membantu mereka memahami perbedaan efektivitas mereka dengan ferent béda anak.
Anak-anak harus belajar tidak hanya mengenai kebutuhan mereka / nilai-nilai dan keterampilan / kemampuan, tetapi juga penyesuaian gaya mereka. Mereka harus belajar juga, bukan hanya tentang persyaratan dan memperkuat keterampilan dan  kemampuan tetapi juga tentang gaya penyesuaian lingkungan. Memperoleh pengetahuan seperti itu tidak perlu mencakup semuanya sekaligus. Guru dan pembimbing yang terampil dapat menggunakan contoh-contoh spesifik untuk mengajar.
 Jika resep sebelumnya dikejar, tiga tolak ukur dapat digunakan untuk bagan kemajuan berikutnya: kepuasan anak dan kepemilikan. Penting untuk memastikan apakah seorang anak bahagia atau tidak bahagia di sekolah. Penilaian ini harus sama pentingnya dengan penilaian kebiasaan  kepuasan anak memenuhi persyaratan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

F.       Memilih Karir
Memilih karier dengan bijaksana adalah langkah pertama menuju penyesuaian dalam pekerjaan. TWA menjelaskan bahwa  untuk memilih karier di mana seorang individu dapat merasa puas dan memuaskan. TWA  prediktor penguatan kapabilitas nilai dan kemampuan persyaratan korenspondensi dapat digunakan untuk mempersempit dunia kerja kepada sejumlah pekerjaan dikelola untuk dipertimbangkan. Dengan demikian, pengetahuan mengenai kebutuhan individu, nilai-nilai, keterampilan, kemampuan, dan karakteristik  dapat membantu dalam mencapai keputusan yang bijaksana, tetapi juga membutuhkan pengetahuan tentang pekerjaan dalam istilah-istilah yang saling melengkapi: reinforcers, keterampilan dan kemampuan persyaratan, dan karakteristik gaya.

G.      Pelaksanaan Pemilihan Kerja
Ada tiga langkah untuk menerapkan pilihan karier, yaitu;
a.     Mempersiapkan karir,
b.     Mencari posisi awal,
c.     Bekerja menaiki tangga karir.
TWA dapat berguna dalam  tiga langkah. Dalam persiapan karir konvensional, perhatian difokuskan pada keterampilan yang diperlukan dan pada penguasaan keterampilan.Ini mungkin bagian terpenting dari penyiapan karier.Sebagai contoh, untuk pertama kali upah, menerima kompensasi secara teratur adalah mantan perience baru, dan beberapa pekerja mungkin tidak tahu bagaimana menangani pengalaman ini dengan bijaksana. Bekerja dalam sebuah tim atau bekerja di bawah pengawasan yang ketat adalah contoh-contoh lain reinforcement kondisi yang mungkin perlu dihadiri dalam persiapan karir.
Penggunaan lain TWA konstruksi adalah potensial mempertimbangkan jalur karir dalam organisasi kerja ketika memutuskan tentang posisi pertama. Bekerja menaiki tangga karir, orang biasanya berfokus pada apa yang menggantikan struktur inforcer ulang terikat untuk menjadi dan, mungkin, termotivasi oleh antisipasi. TWA juga mengingatkan mereka untuk mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan keterampilan dan karakteristik gaya dan untuk mempersiapkan ini. Sebagai contoh, orang-orang profesional yang pindah ke posisi manajerial yang sering kali gagal untuk mempersiapkan persyaratan keahlian (misalnya, keterampilan, keterampilan membuat keputusan) dan gaya persyaratan (misalnya, cepat, irama tak menentu, fleksibilitas tinggi) dari posisi manajerial baru. Sekali lagi, TWA dapat menyarankan berbagai hal untuk dipertimbangkan untuk  orang menaiki tangga karir.

H.      Kerja atau Karir
TWA tidak menyediakan cara untuk melihat hal-hal secara rasional, untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, dan untuk menghasilkan pendekatan yang mungkin untuk memecahkan masalah. Meskipun TWA itu tidak menyebut secara eksplisit, satu masalah yang harus diselesaikan kembali bila ada ketidakpuasan adalah pertanyaan tentang persepsi versus kenyataan.TWA konsepsi kepuasan menjelaskan bahwa persepsi memainkan peranan dalam kepuasan / ketidakpuasan.
Dengan demikian, penting bagi pekerja yang tidak puas untuk menguji kenyataan dalam banyak cara. Salah satu cara yang lebih baik untuk melakukan ini adalah untuk mencari pekerjaan atau konseling karier oleh konselor karier yang kompeten, lebih dalam pandangan TWA dan berpengalaman dalam TWA.

DAFTAR PUSTAKA

Steven  D. Brown and Robert W. Lent. 2005, Career Development and Counseling; Putting Theory and Research to Work, (SECTION ONE MAJOR THEORIES OF CAREER DEVELOPMENT, CHOICE, AND ADJUSTMENT; The Minnesota Theory of Work Adjustment 3 René V. Dawis) Published by John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Published simultaneously in Canada.

TEORI PERKEMBANGAN KARIR: KRUMBOLTZ SERTA APLIKASINYA

Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd A.    Konsep Dasar             Jika kita bicara mengenai bimbingan karir melalui pendekatan pemilihan...