A.
Pengertian
Rasional emotif adalah
teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek
yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia
adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu
kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Yang
dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan dan interaksi berfikir
dan akan sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku
(acting). Bahwa teori ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam
terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara
berperasaan dan berperilaku.
B.
Konsep Dasar
Menurut Albert Ellis,
manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir
rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia
akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku
irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang
sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang
disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut
merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana
emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat
personal, dan irasional. Perkembangan kepribadian manusia yaitu:
1.
Manusia tercipta dengan: dorongan yang kuat
untuk mempertahankan diri dan memeuaskan diri dan kemampuan untuk
self-destructive (SD), hedonis buta dan menolak aktualisasi diri.
2.
Individu sangat di pengaruhi oleh orang lain (suggestible).
Keadaan seperti ini terlebih-lebih lagi pada masa anak-anak.
C.
Teori
A, B, C, D, E
Pandangan pendekatan rasional emotif
tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis :
ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event
(A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang
kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
a)
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa
luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta,
kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga,
kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan
antecendent event bagi seseorang
b)
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai,
atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang
ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan
keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang
rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal,
bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional
merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk
akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
c)
Emotional consequence (C) merupakan
konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan
senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A).
Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh
beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang
iB.
Selain itu, Ellis juga
menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan
(dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati
dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang
rasional. Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian karena dia
keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal,
penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi.
Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang
dialami orang depresi, melainkan menyerang keyakinan mereka yang negatif
terhadap diri sendiri.
D. Asumsi
Perilaku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling
rasional emotif tingkah laku bermasalah, di dalamnya merupakan tingkah laku
yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.
Adapun ciri-ciri berpikir
irasional adalah :
a)
Tidak dapat dibuktikan
b)
Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan,
kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
c)
Menghalangi individu untuk berkembang dalam
kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional
disebabkan oleh:
a)
Individu tidak berpikir jelas tentang saat
ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi
b)
Individu tergantung pada perencanaan dan
pemikiran orang lain
c)
Orang tua atau masyarakat memiliki
kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui
berbagai media.
Indikator
sebab keyakinan irasional adalah:
a)
Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk
diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.
b)
Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang
tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai,
disalahkan, dan dihukum.
c)
Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan
kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang
mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
d)
Lebih mudah untuk menjauhi
kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan
menanganinya.
e)
Penderitaan emosional dari seseorang muncul
dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit
sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut.
f)
Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh
sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah
laku individu pada saat sekarang.
g)
Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam
hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan
supranatural.
h)
Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan
orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan
tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut Albert Ellis
juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu
menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan
irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa
jenis “pikiran-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di
antaranya:
a)
Mengabaikan hal-hal yang positif,
b)
Terpaku pada yang negatif,
c)
Terlalu cepat menggeneralisasi.
Secara
ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga keyakinan irasional:
a)
“Saya harus punya kemampuan sempurna, atau
saya akan jadi orang yang tidak berguna”:
b)
“Orang lain harus memahami dan mempertimbangkan
saya, atau mereka akan menderita”.
c)
“Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada
saya, atau saya akan binasa”
E.
Tujuan Konseling
Tujuan
dari Konseling RET ini antara lain:
1.
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara
berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak
logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan
diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku
kognitif dan afektif yang positif.
2.
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional
yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa
cemas, merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan insight
yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
1.
Insight dicapai ketika klien memahami tentang
tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang
sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang
diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
2.
Insight terjadi ketika konselor membantu
klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena
berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
3.
Insight dicapai pada saat konselor membantu
klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar
dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang
irasional.
Klien
yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
1)
Minat kepada diri sendiri,
2)
minat sosial,
3)
pengarahan diri,
4)
toleransi terhadap pihak lain,
5)
fleksibel,
6)
menerima ketidakpastian,
7)
komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,
8)
penerimaan diri,
9)
berani mengambil risiko,
10)
Menerima kenyataan.
F.
Teknik
1.
Dalam menyelenggarakan konseling, konselor
lebih bernuansa otorotatif dengan menggunakan teknik-teknik yang bersifat
langsung, persuasive, sugestif, aktif, logis seperti pemberian nasehat, terapi
kepustakaan,pelaksanaan prinsif-prinsip belajar, konfrontasi langsung, hal ini
untuk mendorong klien beranjak dari pola piker tidak rasional ke rasional.
2.
Tiga pola dasar: kognitif, emotif, behavioristik.
a.
Konseling kognitif: memperlihatkan kepada
kliuen bahwa ia haruslah meninggalkan sikapnya yang perfesionistik apabila ia
ingin bahagia dan terlepas dari kecemasannya. Di sini konselor sepertinya
melakukan proses mengajar. Perlengkapan yang perlu dipakai pemflet, buku,
rekaman kaset/video,film.
b.
Konseling
emotif-avokatif: mengubah system nilai klien berbagai teknik digunakan
untuk menyadarkan klien antara yang benar dan yang salah, seperti: memberikan
contoh, bermain peranan; teknik unconditional acceptance dan humor,serta
exhalation (pelepasan beban). Agar klien melepaskan pikirannya yang tidak
rasional dan menganntinya dengan rasional.
c.
Konseling behavioral: mengembangkan pola
berpikir dan bertingkah laku yang baru segera setelah klien menyadari kesalahan-kesalahannya.
Teknik yang dipakai bersifat eklektik , dengan pertimbangan
1)
Ekonomis dari segi waktu untuk klien dan
konselor
2)
Kesegeraan hasil yang dicapai
3)
Efektifitas teknik yang dipakai untuk
bermacam ragam klien
4)
Kedalaman dan ketahanan (berlangsung lama)
dari hasil yang dicapai.
DAFTAR PUSTAKA:
Corey, Gerald. Teori Dan Praktek
Konseling & Psikoterapi. 2010. Refika Aditama
Hansen, James C. Richard R. Stevic,
dan Richard W. Warner, Jr. 1982. Counseling: Theory and Process. Boston; allyn
and Bacon. Inc.
Prayitno. 1998. Konseling
Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang
Pujosuwartno, Sayekti. 1997. Berbagai
Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta :
Menara mas Offset.
Taufik.
2014. Model-Model Pendidikan. Padang:
FIP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar