Oleh: Jumadi Mori Salam Tuasikal
Para psikolog menyepakati
bahwa bentuk belajar yang paling sederhana adalah pembiasaan (conditioning),
pembiasaan sebagai sebuah bentuk pembelajaran, yang telah
diamati dalam organisme yang lebih rendah dari manusia, merupakan bentuk yang
paling dasar dari proses belajar dari pada
pembelajaran konsep, berpikir dan pemecahan masalah. Dalam memahami
pembiasaan membutuhkan asumsi dan prinsip yang lebih sedikit dibandingkan
dengan fenomena yang lebih kompleks seperti memori, pembelajaran konsep dan
berpikir. Sebaliknya pengaruhnya adalah dalam memahami pembelajaran manusia
yang lebih kompleks membutuhkan penambahan prinsip-prinsip yang dikembangkan
dalam belajar tentang pembiasaan.
B. Pembiasaan
dan Pembelajaran Manusia
Menurut
Dalyono (2010: 227) belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan baru
atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Kebiasaan belajar dapat
diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu
menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas dan pengaturan waktu untuk
menyelesaikan kegiatan. Tujuannya agar manusia memperoleh sikap-sikap dan
kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif, dalam arti selaras
dengan kebutuhan ruang dan waktu.
Menurut
Aminuddin (2010) pembiasan adalah proses pembelajaran yang berlangsung dengan
jaan membiasakan anak didik untuk bertingkah laku, berbicara, berfikir dan
melakukan aktivitas tertentu menurut kebiasaan yang baik.
Pembiasaan
dalam pembelajaran memiliki peranan yang penting karena setiap pengetahuan atau
tingkah laku yang diperoleh dengan
pembiasaan akan sangat sulit mengubah atau menghilangkannya sehingga cara ini
amat berguna dalam mendidik anak. Penanaman kebiasaan pada diri seorang anak
(peserta didik) mengupayakan suatu tindakan agar tebiasa melakukannya, sehingga
terkadang anak tidak menyadari apa yang dilakukan nya karena sudah menjadi
kebiasaan.
Tujuan belajar
pembiasaan ini adalah agar peserta didik memperoleh sikap-sikap dan
kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih baru yang tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan
waktu (kontekstual). Dengan kata lain, selaras dengan norma-norma dan tata nilai
moral yang berlaku, baik yang bersifat religious maupun tradisional dan
cultural.
C. Prosedur Dasar Pembiasaan
1. Classical Conditioning (Pengkondisian Klasik)
Classical Conditioning
merupakan pengkondisian klasik yang mengacu pada satu set prosedur
pelatihan di mana satu rangsangan yang datang untuk menggantikan yang lain
dalam membangkitkan respons. Prosedur ini dikembangkan oleh Pavlov dalam sebuah laboratorium terhadap
anjing yang diikat
dalam kandangnya, kandang tersebut disediakan lubang kecil
untuk mengecek air liur, sehingga dapat dikumpulkan dan dapat diamati.
Eksperimen dilakukan tanpa dilihat oleh hewan dengan membunyikan garpu tala.
Kemudian ditampilkan bubuk makanan kepada binatang itu. Dengan melihat makanan
tersebut, secara otomatis binatang tersebut menanggapinya dengan air liurnya.
Sedangkan suara garpu tala tidak mendapatkan respon oleh binatang
tersebut. Eksperimen ini dilakukan
berulang-ulang, dan dengan adanya makanan tersebut, hewan tersebut selalu
mengeluarkan air liurnya. Kemudian dibunyikan garpu, tanpa disuguhkan makanan
dan anjing tetap mengeluarkan air liur.
Dengan
demikian peristiwa yang pada awalnya netral, suara, diperoleh kapasitas untuk
memperoleh tanggapan berdasarkan yang dipasangkan dengan makanan bubuk. Pavlov menyebutkan makanan sebagai
stimulus yang tak terkondisi (Uncondotional Stimulus) atau UCS, bunyi
garpu sebagai stimulus yang terkondisi (Condotional Stimulus) atau CS.
Respon yang dikeluarkan berupa air liur saat disuguhkan makanan dinamakan
sebagai respon yang tak terkondisi (Unconditional Response) atau CR, dan
respon air liur yang dikeluarkan dengan hanya stimulus bunyi garpu sebagai
respon terkondisi (Conditional Response) atau CR.
Dari eksperimen yang
dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing tersebut menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya :
a.
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam
stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b.
Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks
yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
Teori pembiasaan klasik
ini juga diartikan sebagai sebuah prosedur penciptaan refleks. Artinya, apabila
stimlus yang diadakan selalu disertai dengan stimulus penguat, stimulus tadi
akan cepat atau lambat menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki,
sesuai respons yang dipelajari itu sendiri.
2. Operant or Instrumental
Conditioning
(Pembiasaan Operant atau Instrumental)
Bentuk
pembiasaan kedua yaitu pembiasaan operant atau instrumental atau disebut dengan
pembelajaran instrumental. Bentuk pembiasaan instrumental
atau operant ini berkaitan dengan tingkah laku yang didukung dengan penguatan.
Lebih lanjut menurut Pavlov bahwa organisme relatif pasif. Sehingga
eksperimennya yang bisa memutuskan kapan
harus melaksanakan rangsangan dan menunggu respons dari organisme.
Operant
adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan yang dekat. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer.
Reinforcer merupakan stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak disengaja sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti classical conditioning.
Skinner
menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian
terkenal dengan naman Skinner Box. Peti sangkar ini terdiri atas dua macam
komponen pokok, yaitu maniulandum dan alat pemberi reinforcement yang
antara lain berupa wadah makanan. Maniulandum adalah komponen yang dapat
dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen
ini terdiri atas tombol, batang teruji, dan pengungkit.
Dalam
eksperimen ini
mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkat dengan cara lari ke sana ke
mari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dinding dan
sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut emitted behavior atau tingkah
laku yang terpancar, yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa
mempedulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara kebetulan
salah satu emitted behavior (Seperti cakaran kaki depan atau sentuhan
moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya
butir-butir makanan dalam wadahnya. Butir-butir makanan yang muncul itu
merupakan reinforcer bagi penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah
disebut tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabilia diiringi dengan
reinforcement, yakni penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul
pada wadah makanan.
a. Perbedaan
Operant dan Instrumental Conditioning
Perbedaan
pada dasarnya adalah prosedur satu yang terletak pada cara di mana eksperimen
yang diberikan selama pelatihan. Pengkondisian instrumental mengacu pada
situasi di mana terdapat pemisahan percobaan. Sebuah percobaan
selesai, subjek akan dihapus dari piranti, dan percobaan lain dimulai. Dengan demikian, kontrol eksperimen urutan atau
cobaan. Berbeda dengan percobaan terpisah memeriksa
prosedur, subjek mungkin
diperbolehkan untuk menanggapi secara bebas, mengendalikan atau mengatur
tingkat sendiri merespons.
b. Variasi pada Pembiasaan
Instrumental atau Operant
Ada
tiga variasi pada pembiasaan instrumental atau operant, yaitu ; cue present
or not, reward or punishment, and respon produced or withheld (isyarat menyajikan atau
bukan, penghargaan atau hukuman, dan respon memproduksi atau menahan). Pada model pertama menciptakan situasi yang
mendatangkan diskriminasi, sehingga subjek akan berusahaa melakukan respon.
Pada model kedua subjek diransang dengan adanya hadiah dan hukuman. Jika ia
benar mendapatkan hadiah dan jika ia salah menerima hukuman. Sedangkan pada
model ketiga, stimulus dilaksanakan dengan menghasilkan dan menahan respon.
Jika respon ditahan maka subjek akan berusaha untuk tidak merespon.
c. Pembiasaan Verbal
Operant
Prosedur operant juga
telah ditetapkan pada pembiasaan verbal. Sebagai contoh, di labor diaturlah manusia sebagai objek. Subjek diminta
untuk melahirkan respon dengan kategori kata-kata benda, kata kerja, kata
sifat, atau kata ganti dan si pelaku eksperimen dengan leluasa mengemukakan
sesuatu kata dan subjek untuk menentukan satu di antara tiga kategori yang
tepat. Terbukti bahwa subjek yang siap akan melakukan kondisi verbal lebih
cepat.
Respon verbal dapat dikontrol
dengan proses operant yang berimplikasi terhadap perilaku manusia, seperti
perilaku verbal manusia memberikan penguatan terhadap suatu peristiwa.
D. Konsep
Penguatan
Pembelajaran pengkondisian terdapat aspek penguatan
(reinforcement). Dimana penguatan terdiri dari dua macam, yaitu:
penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif merupakan penguatan
yang diberikan untuk memperkuat respon yang ditampilkan. Contohnya adalah
pemberian hadiah berupa benda berharga dan penghargaan berupa pujian
terhadap keberhasilan siswa. Penguatan negatif merupakan penguatan yang
diberikan ketika respon yang salah telah diakhiri atau dihindari dengan tujuan
untuk mengurangi respon salah bermakna negatif, bukan dikasih hukuman tetepi
dengan tindakan tegas. Contohnya ketika siswa yang terlambat diminta untuk
jangan mengulanginya lagi karena dapat merugikan siswa dalam proses belajar.
Disaat prilaku negatif itu tidak terulang lagi berikan pujian dan sanjungan.
Berdasarkan sifat, penguatan yang bersifat primer
dan sekunder. Penguatan primer yakni hal yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan fisik dan biologis. Sementara itu penguatan sekunder merujuk kepada
kejadian yang penguatannya terasa sangat berperan sebagai hasil dari proses
belajar.
E. Prinsip Dasar Pembiasaan
Adapun
prinsip dasar pembiasaan adalah sebagai berikut :
1. Acquisition
(Perolehan). Pada pembiasaan operant, respon yang memperoleh
penguatan akan menguat secara berangsur-angsur dan sebaliknya. Perolehan CR
tergantung pada variabel selain jumlah CS-UCS dan penguatan. Pembiasaan klasik
kekuatan CR bergantung pada intensitas CS dan UCS, dengan pembiasaan yang lebih
tepat maka stimulus meningkat.
2. Extinction
(Pemadaman). Pemadaman merupakan penurunan intensitas kekuatan respons dan
semakin sering tidak terlihat sampai menghilang. Pada pembiasaan klasik
pengulangan CS saja akan mengarahkan pada pengurangan kekuatan respon. Hal ini
diilustrasikan perolehan dan pemahadaman CR. Pada percobaan yang mengurangi
yang tidak memberikan penguatan, maka kekuatan CR semakin menurun. Sampai
tidak ada sama sekali penguatan, maka kekuatan CR pun menjadi hilang sama
sekali. Pada penguatan yang terjadi sebagian saja meningkat hambatan untuk
pemadaman, prinsip ini sebagai pengaruh penguatan parsial.
3. Spontaneous Recovery (Pengembalian
Spontan). Pengembalian spontan menunjukkan munculnya kembali respon yang telah
mengalami pemadaman. Ini menunjukkan bahwa kecendrungan perilaku masih ada
walaupun respons telah dihilangkan sebelumnya.
4. Generalization (Generalisasi). Belajar pada satu
situasi atau konteks bisa digeneralisasikan pada konteks atau situasi yang
lain, namun yang situasinya mirip. Dengan demikian prinsip dasarnya adalah
bahwa suatu respon yang dipelajari pada sutua stimulus dan ada stimulus lain
yang mirip dengan itu, maka akan menghasilkan respon yang sama.
5. Discrimination (Pembedaan). Proses pembelajaran untuk
memberikan respon secara berbeda-beda terhadap stimulus yang mirip dinamakan
dengan pembedaan stimulus. Proses ini merupakan bentuk dasar dari semua
pembelajaran. Konsep pembiasaan dan pembedaan merupakan konsep belajar yang lebih
kompleks. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembedaan stimulus antara lain,
kemiripan, kekonsistenan dan dimensi kerelavansian. Semakin besar tingkat
kemiripan semakin sulit orang membedakannya.
6. Differentiation
(Perbedaan). Perbedaan adalah proses yang yang mirip dikuatkan secara
berbeda. Dalam hal ini satu respons dikuatkan sementara respons yang lain
dilemahkan. Proses perbedaan respons ini menegaskan bahwa respon bisa dibentuk
atau lebih seksama dalam pembelajaran. Perbedaan respons seperti pada
pembelajaran yang dilakukan berulang kali, yang mana kamu boleh gagal sebagai
peringatan agar belajar secara teratur.
F. Penerapan
Prinsip-Prinsip Pembiasaan
1. Conditioning Principles and Behaviour Therapy (Prinsip Pengaruh keadaan Dan
Perilaku Therapy).
Pendekatan yang
digunakan untuk prinsip pembiasaan diaplikasikan terhadap tingkah laku yang
tidak terkendali atau menyimpang. Prinsip yang mendasari adalah bahwa perilaku
yang tidak sehat diperoleh melalui pembiasaan. Sebagaimana tingkah laku yang
benar diperoleh melalui pembiasaan, maka perilaku menyimpang pun tentunya
diperoleh dari pembiasaan, yakni dari belajar.
2. Some Techniques of Behaviour Therapy (Beberapa Teknik Perilaku Therapy)
a. Systematic Desentisization. Kegiatan ini mencakup tiga kegiatan,
yaitu ; klien di-training dalam suasana yang santai, kemudian diberikan
stimulus yang menghasilkan ketegangan, terakhir klien dibiarkan rileks sampai
akhirnya konselor dan klien bekerjasama dengan langkah-langkah itu untuk
mengembalikan kenyamanan klien.
b. Implosion
Therapy. Teknik ini
hampi sama dengan teknik di atas, namun pada teknik ini klien diminta untuk
membayangkan sebab yang membuatnya takut. Seperti membayangkan binatang buas
atau berbisa. Karena tidak ada hukuman nyata dihadapannya, maka rasa takut
diasumsikan akan mungkin berkurang sampai akhirnya lenyap sama sekali. Kemudian
konselor akan membantu pasien kembali rileks.
c. Eversion
Therapy. Teknik ini
dilakukan dengan membangkitkan rasa antipati pasian terhadap sesuatu yang
menyebabkan perilakunya menyimpang. Misalnya pada peminum alkohol, diberikan
rangsangan sehingga membuatnya muak. Jadi tujuannya untuk memberikan respon
negatif terhadap alcohol.
3. Conditioning Principles and Programmed
Instruction (Prinsip
Pengaruh keadaan dan Instruksi yang Diprogramkan)
Pemograman pengajaran adalah suatu cara menyajikan materi pelajaran kepada
siswa-siswi secara bertahap. Kepada mereka disajikan informasi-informasi dan
ditanya untuk merespons suatu persoalan atau masalah. Langkah ini dinamakan
bingkai. Pada frame ini terdapat komponen stimulus dimana informasi disajikan.
Komponen respon dimana seorang siswa merespons dan komponen pengkonfirmasian
yang mana kepada siswa diberikan umpan balik. Penyusunan program mengajar menggunakan prinsip
dasar pembiasaan operant. Pertama, siswa harus aktif jika belajar ditujukan
untuk sebuah penemuan. Kedua, respons harus diulang-ulang jika yang diinginkan
adalah perubahan tingkah laku.
Daftar Kepustakaan
Henry C. Ellis. 1978. Fundamentals of Human Learning, Memory and
Cognition.
Muhibbin Syah. 1999. Psikologi Belajar, Jakarta :
Logos.
Oemar Hamalik. 2004. Psikologi Belajar dan
Mengajar, Bandung, Sinar Baru Algesindo. :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar