Oleh: Jumadi Tuasikal
A. Konsep Manajemen
Dalam perkembangan ilmu
pengetahuan konsep menejemen memiliki banyak sudut pandang tersendiri
tergantung dari pemaknaan yang di temukan oleh para ahli itu sendiri, artinya
bahwa pengertian manajemen dan satu pengertian tentang manajemen tidak bisa
mewakili pengertian lain secara universal.
Secara etimologi,
manajemen berasal dari kata management (bahasa inggris). Kata management
berasal dari kata manage atau managiare, yang berarti melatih kuda dalam
melangkahkan kakinya atau bisa juga berarti mengatur. Secara terminology
menejemen berarti kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam
rangka pencapaian tujuan (dalam ali imron:2013).
Istilah
manajemen, terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada
keseragaman. Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan
ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu :
1. Manajemen sebagai suatu proses,
2. Manajemen sebagai kolektivitas
orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen,
3. Manajemen sebagai suatu seni
(Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (Science)
Menurut
pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai suatu proses, berbeda-beda
definisi yang diberikan oleh para ahli. Untuk memperlihatkan tata warna
definisi manajemen menurut pengertian yang pertama itu, dikemukakan tiga buah
definisi. Dalam Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa manajemen adalah
suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan
diawasi. Selanjutnya,
Hilman mengatakan bahwa
manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan
mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan yang sama.
Menurut
pengertian yang kedua, manajemen adalah kolektivitas orang-orang yang melakukan
aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang melakukan
aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu disebut manajemen. Menurut pengertian yang ketiga, manajemen adalah seni (Art) atau suatu ilmu
pnegetahuan. Mengenai inipun sesungguhnya belum ada keseragaman pendapat,
segolongan mengatakan bahwa manajemen adalah seni dan segolongan yang lain
mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu. Sesungguhnya kedua pendapat itu sama
mengandung kebenarannya.
Menurut Terry dan Rue (1992),
manajemen merupakan suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan
atau pengarahan suatu kelompok orang-orang. Sedangkan Nanang Fattah (2008)
menyatakan bahwa menejemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi.
Dikatakan sebagaia ilmu oleh luther gulick karena menegemen dipandang sebagai
suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan
bagaimana orang bekerjasama. Dikatakan kiat oleh follet Karena menejemen
mencapai sasaran melalui cara-cara mengatur orang lain menjalankan dalam tugas.
Dipandang sebagai proesi karena menejemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk
mencapai suatu prestasi menejer, danpara profesioanl dituntut oleh kode etik.
Manajemen diartikan sebagai upaya
pengaturan sesuatu untuk mencapai tujuan melalui fungsi manajemen, yakni fungsi
planning, organizing, actuating, controlling, dan melalui adminstrasi, yakni
men, method, money, material, machine, and market ini merupakan defensisi
secara luas. Berdasarkan
pengertian diatas maka manajemen bimbingan konseling dapat diartikan sebagai
upaya pengaturan untuk mencapai tujuan dari bk tersebut melalui fungsi
manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, aplikasi, pengawasan, dan
melalui administrasi yaitu konselor, metode, sumber dana, materi dan
perlengkapan/ peralatan
B. Fungsi Manajemen
Menurut Hani Handoko fungsi
manajemen (pengelolaan) adalah: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan. Koordinator bimbingan dan konseling yang merupakan manajer sekaligus
administrator bimbingan dan konseling di sekolah akan menggunakan fungsi-fungsi
manajemen ini dalam melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolahnya:
1.
Fungsi perencanaan (Planning). Koordinator BK di sekolah
harus menentukan tujuan yang hendak dicapai selama waktu tertentu dan
menentukan kegiatan untuk mencapai tujuan dan hal ini terkait dengan program BK
2.
Fungsi pengorganisasian (Organizing). Koordinator BK akan mengelompokan dan menentukan
kegiatan penting untuk memberikan kekuasaan kepada orang-orang tertentu (guru
pembimbing/wali kelas) untuk melaksanakan kegiatan itu
3.
Fungsi pelaksanaan (Actuating). Koordinator BK harus mendorong kinerja guru pembimbing
dengan memberikan motivasi dalam merealisasikan tujuan yang diharapkan sesuai
dengan program
4.
Fungsi pengawasan (Controlling). Pengawasan dilakukan oleh
seorang pengawas di bidang BK, kemudian koordinator BK juga menggunakan
administrasi, yaitu: men (sumber daya manusia/personil), material
(bahan-bahan), machines (peralatan, sarana dan prasarana), method (metode/
layanan), money ( sumber dana) dan market (siswa)
C. Syarat Manajemen
Untuk dapat berhasil dengan baik
proses dari majemen maka harus ada syarat-syarat manajemen yang harus dipenuhi,
meliputi :
1.
Harus ada pembagian kerja;
mengandung
pengertian bahwa suatu pekerjaan itu bila dibagi sesuai dengan bakat dan
kemampuan anggota organisasi akan lebih berhasil bila dibandingkan dengan tidak
adanya pembagian kerja.
2.
Kekuasaan dan pertanggung jawaban;
Dalam sebuah organisasi harus ada kejelasan
tentang kekuasaan dan pertanggung jawaban antara masing-masing staf dalam
organisasi.
3.
Disiplin Semua lini;
dalam sebuah
organisasi harus mempunyai disiplin dengan menaati peraturan yang ditetapkan.
4.
Kesatuan komando;
Kesatuan
komando perlu untuk menjaga kesimpang siuran perintah di dalam organisasi,
karena organisasi mempunyai tujuan yang sama.
5.
Kesatuan arah;
Kesatuan
arah diperlukan untuk menghindari masing-masing anggota mempunyai tujuan
sendiri-sendiri. Perintah hanya datang dari satu orang saja.
6.
Tujuan organisasi;
sesuai
dengan tujuan anggotanya. Antara tujuan organisasi dan tujuan anggotanya harus
sejalan, karena apabila terdapat perbedaan tujuan maka organisasi akan
mengalami kesulitan.
7.
Pemberian upah/gaji;
Harus
didasarkan pada kebutuhan anggota organisasi dan keluarganya secara adil.
8.
Sentralisasi;
Memberikan suatu gambaran bahwa di dalam suatu
organisasi memerlukan suatu pemusatan tanggung jawab untuk menghindari bawahan
tidak dibebani dengan tangung jawab yang lebih besar.
9.
Jenjang jabatan;
Urutan-urutan hubungan antara satu kegiatan
dengan kegiatan yang lain harus saling bersambung. Kejelasam hubungan ini perlu
untuk menentukan kearah mana seseorang harus bertanggung jawab dan ke arah
jenjang mana seseorang kelak di promosikan.
10. Keteraturan;
Keteraturan
diperlukan agar tidak terjadi kelambatan di dalam proses manajemen.
11. Keadilan;
Keadilan diperlukan di dalam segala aspek agar
semua komunikasi yang lancer diantara anggota merasa puas dan bekerja dengan
penuh semangat.
12. Kestabilan di
dalam organisasi;
Para anggota
harus merasa stabil kedudukannya di dalam organisasi.
13. Inisiatif;
Tanpa
inisiatif akan menjurus kepada hal-hal yang bersifat rutin dan organisasi akan
mengalami sebuah kerugian.
14. Semangat korps;
Adanya
komunikasi yang lancar diantara
pimpinan dan bawahan akan menambah semangat kerja bawahan.
D. Organisasi dan Personalia
1.
Organisasi
Menurut Nanang Fattah (2008) Istilah
organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama organisasi diartikan sebagai
suatu lembaga atau kelopok fungsional, misalnya, sebuah perusahaan, sebuah
sekolah, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan. Kedua, merujuk pada
proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan
diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai secara
efektif. Sedangkan organisasi itu sendiri diartikan sebagai kumpulan orang
dengan sistem kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Sejalan
dengan itu Sutarto (1995) menyatakan organisasi adalah sistem saling pengaruh
antara orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan definisi ini ditemukan adanya tiga faktor yang dapat menimbulkan
organisasi, yaitu: (1) orang-orang, (2) kerja sama, (3) tujuan tertentu.
Berbagai faktor tersebut tidak dapat saling lepas/berdiri sendiri, melainkan
saling terkait dan merupakan suatu kebulatan, maka dalam pengertian organisasi
digunakan sebutan sistem yang berarti kebulatan dari berbagai faktor yang
terikat oleh berbagai asas yang ditentukan oleh masing-masing organisasi.
Organisasi pelayanan bimbingan dan
konseling yang hendak dibangun pada suatu sekolah hendaknya mempertimbangkan
sumber tenaga yang tersedia, besarnya sekolah, jumlah siswa dan jumlah guru
pembimbing yang ada, dan bagaimana kualifikasi dan pangkat atau jabatannya
dapat disesuaikan dengan pengaturan atau pembagian tugas di sekolah.
2.
Personalia
Herber G. Kicks (dalan Sutarto,
1995) menyatakan faktor inti organisasi adalah orang-orang (personil) sebagai
faktor yang membentuk organisasi, sedangkan yang termasuk faktor kerja yang
menentukan berjalannya organisasi adalah daya manusia (kemampuan untuk bekerja,
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, kemampuan untuk melaksanakan asas-asas
organisasi) dan daya manusia lain, seperti alam, iklim dan sebagainya.
Secara operasional pelaksana utama
layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru pembimbing dan
koordinator bimbingan, tetapi personil sekolah yang lain diharapkan juga
berperan agar program bimbingan dapat terselenggara dengan baik. Personil itu
mencakup: kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata
pelajaran, Kadin pendidikan, komite sekolah, koordinator BK, guru praktek,
pengawas BK, siswa, staf administrasi, orang tua siswa, tata usaha, dan
cleaning servis, Sedangkan dewa ketut sukardi (2003) menyatakan bahwa menejemen
bimbingan konseling disekolah diselenggarakan oleh suatu organisasi dengan
sejumlah personalia. Organisasi ini mencerminkan keterkaitan berbagai komponen
dalam bimbingan konseling disekolah. Komponen pokok dalam bimbingan konselig
dan personalianya disekolah adalah :
1.
Guru BK yang merupakan pelaksana
utama kegiatan bimbingan dan konseling disekolah
2.
Koordinator Bimbingan Konseling
sebagai penangung jawab utama pengelolaan bimbingan konseling disekolah
3.
Kepala sekolah sebagai penangung
jawabseluruh kegiatan sekolah termasuk kegiatan bimbingan dan konseling
4.
Wali kelas sebagai pengelola khusus
sekelompok siswa dalam satu kelasa sebagai kelompok sasaran pokok bimbingan dan
konseling
5.
Guru matapelajaran dan gurur praktikan
sebagai mitra kerja guru BK dan saling menunjuang demi suksesnya
programpengajaran dan program bimbingan dan konseling
6.
Pengawas sekolah bidang bimbingan
dan konseling dalam ragka meningkatkan kinerja bimbingan konseling disekolah.
7.
Siswa disekolah yang bersangkutan
sebagai kelompok sasaran langsung kegiatan bimbingan dan konseling.
E. Program
Prayitno
(2001) menyatakan bahwa program bimbingan dan konseling adalah satuan besar
atau kecil rencana kegiatan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
yang akan dilaksanakan pada periode tertentu. Program-program bimbingan dan
konseling merupakan isi dari keseluruhan organisasi bimbingan dan konseling di
sekolah. Program-program ini perlu disusun dengan memperhatikan pola umum
bimbingan dan konseling dan berbagai kondisi yang terdapat di lapangan.
Setiap
satuan pendidikan atau sekolah perlu membuat rencana program bimbingan dan
konseling sebagai bagian integral dari program sekolah secara keseluruhan.
Rencana program itu dijadikan acuan pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah masing-masing. Thantawi (1995) membagi dua macam
perencanaan yang perlu disiapkan, yaitu:
1. Perencanaan
tahunan sebagai program sekolah, rencana ini disusun menurut alokasi waktu
seperti catur wulan/semester, rencana bulanan, bahkan rencana mingguan dan
harian. Dalam program ini dicantunkan substansi kegiatan, jenis layanan menurut
alokasi waktu
2. Perencanaan
kegiatan layanan bagi setiap guru pembimbing sesuai dengan pembagian tugas di
sekolah
F. Fasilitas
Agar dapat terlaksananya pelayanan
bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya, maka disamping membentuk dan
mengatur organisasinya secara baik, dan penugasan tenaga personil sesuai dengan
kemampuan masing-masing, perlu ada sarana dan prasarana atau fasilitas yang
menunjang terselenggaranya pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan
efisien. Sarana dan prasarana bimbingan dan konseling merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan, karena pelayanan bimbingan dan konseling merupakan
bagian dari pendidikan yang dijalankan di suatu sekolah.
Sarana yang diperlukan sebagai
penunjang pelayanan bimbingan dan konseling (dalam Thantawi,
1995) adalah:
1. Instrumen
pengumpulan data
2. Alat
penyimpan data
3.
Perlengkapan teknis
4. Beberapa
alat perlengkapan administrasi bimbingan yang perlu disediakan di ruang
bimbingan, yaitu: blangko surat-surat, kartu laporan konseling, catatan
konferensi kasus, keterangan pemberian layanan, buku tamu, kotak masalah dan
papan pengumuman.
Menurut
Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi (2001) yang juga
menjadi sarana BK adalah perangkat elektronik, seperti:
1. Komputer untuk mengolah data hasil aplikasi instrumentasi
2.
Program-program khusus pengolahan hasil instrumentasi melalui komputer
3.
Program-program khusus bimbingan dan konseling melalui komputer, seperti
bimbingan belajar melalui program komputer.
Sedangkan prasarana merupakan
perlengkapan fisik yang diperlukan untuk pelaksanaan pelayanan bimbingan dan
konseling. Prasarana yang diperlukan dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling (dalam Thantawi, 1995) adalah:
1.
Ruang kerja guru pembimbing
2.
Ruang konseling
3.
Tuang tunggu/ruang tamu
4.
Ruang perlengkapan/dokumentasi
5.
Ruang bimbingan kelompok
Sedangkan
dewa ketut sukardi (2003) mengatakan
fasilitas pokok yang diperlukasn dalam bimbingan dan konseling adalah:
1.
Tempat bekerja dan melaksanakan
kegiatan bimbingan dan konseling
2.
Peralatan instrument bimbingan dan
konseling, termasuk instrument pengungkapan masalah dan kondisi siswa, baik
yang bersifat tes maupun non tes.
3.
Bahan-bahan informasi seperti informasi
pendidikan atau jabatan.
4.
Buku-buku untuk bimbingan
kepustakaan.
5.
Pedoman kegiatan meliputi SK dan
ketentuan kebijakan pemerintah tentang bimbingan konseling dan pendidikan pada
umumnya, serta panduan operasioan berkaitan dengan penyusunan program,
penilaian, pelaksanaan bimbingan dan konseling.
6.
Peralatan adminitrasi baik yang
berupa alat tulis kantor maupun yang bersifat keras seperti komputer.
7.
Dukungan dan kesempatan dari semua
pihak untuk melaksanakan bimbingan
8.
Pengembangan professional melalui
MGBK dan organisasi keprofesian.
G. Akuntabilitas Program
Menurut
hasil penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa konseling merupakan sistem
penyampaian treatmen yang efektif. Agar konseling tetap dihargai oleh
masyarakat dan berharga (dibayar) oleh pihak ketiga dan klien, konselor
profesional harus memberikan bukti yang menunjukkan bahwa pekerjaannya
bermanfaat dan menghasilkan produk-produk.
Konselor
sekolah yang profesional harus menunjukkan bahwa mereka adalah pusat dari
kesuksesan dengan segala upayanya. Demikian juga pihak ketiga
wajib asuransi telah membuat peningkatan tuntutan
untuk kinerja konselor yang efektif dengan kliennya. Konselor profesional
yang menunjukkan keefektivan menerima alih tangan dan mengembangkan reputasi
untuk keterampilan dan efisiensinya. Menurut berbagai
penulis (Erford, 2007; Issacs, 2003; Loesch & Ritchie, 2004; Myrick,
2003), akuntabilitas biasanya melibatkan hal-hal berikut:
- Mengidentifikasi dan berkolaborasi dengan kelompok stakeholder (seperti komite penasehat, klien, para orang tua, guru dan siswa)
- Mengumpulkan data dan menilai kebutuhan para klien, staf dan komunitas
- Menyusun tujuan dan menetapkan kebutuhan berdasarkan data dan ketentuan
- Mengimplementasi intervensi yang efektif untuk mengatasi tujuan dan sasaran
- Mengukur hasil intervensi
- Menggunakan hasil penelitian untuk pengembangan program
- Menyampaikan hasil tersebut kepada para stakeholder (seperti klien, administratur, para guru dan staf, orang tua dan wali, siswa, dewan sekolah, komunitas dan para pemimpin bisnis/pengusaha, konselor profesional dan pengawas.
Akuntabilitas,
meskipun dibahas sebagai istilah tunggal, dapat dimaknai dengan cara yang
berbeda. Stone & Dahir (dalam diltz and kimberly, 2010)
mendefinisikan akuntabilitas sebagai kemampuan untuk menyediakan
dokumentasi tentang efektivitas hasil kegiatan profesional.
Myrick
(dalam diltz and kimberly, 2010) mendefinisikan akuntabilitas sebagai
jawaban atas tindakan seseorang, terutama dalam hal menetapkan tujuan,
melaksanakan prosedur, dan menggunakan hasil untuk perbaikan program. Ini
melibatkan pengaturan tujuan, mendefinisikan apa yang sedang dilakukan untuk
menemui mereka, dan mengumpulkan informasi yang mendukung setiap hasil prestasi
yang diklaim.
Studer dan
Sommers (dalam diltz
and kimberly, 2010) mendefinisikan akuntabilitas dengan tiga jenis
evaluasi: (a) program yang meliputi survei untuk menilai tujuan, dan kegiatan
program, (b) personil, yang mencakup daftar periksa pada portofolio untuk
menentukan kinerja konselor sekolah untuk mempertahankan pekerjaan nya, dan (c)
evaluasi pelayanan individual, yang meliputi penilaian obyektif berdasarkan
pada indikator dari siswa atau perubahan perilaku kelompok yang baru.
Akuntabilitas
program mengacu pada pertanggungjawaban berkenaan dari hasil kegiatan-kegiatan
bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan. Hal ini akan berkaitan erat
dengan rencana program yang disusun sebelumnya dan juga akan menampilkan
akuntabilitas proses yang berhubungan dengan proses pelaksanaan kegiatan.
Akuntabilitas
program merupakan hal yang sangat penting menjadi perhatian guru pembimbing dan
para konselor. Karena sebelum melakukan berbagai kegiatan konseling, guru
pembimbing harus memahami unjuk kerja dan hal-hal yang akan
dipertanggungjawabkannya, sesuai dengan standar program bimbingan dan
konseling, dengan demikian diharapkan keberadaan bimbingan dan konseling
mendapat kepercayan dari masyarakat luas
Guru
pembimbing sangat perlu menyusun program yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Adanya program yang sistematis, memerlukan suatu kondisi tertentu unruk
dipertanggungjawabkan, sedangkan kondisi untuk dipertanggungjawabkan memerlukan
standar sebagai ukuran keberhasilan atau prestasi yang dicapai oleh guru
pembimbing.
Menurut Muri
Yusuf (2002), manajemen dalam suatu organisasi akan dikatakan akuntabel apabila
kegiatan pelaksanaannya telah:
1.
Menentukan tujuan yang tepat
2.
Mengembangkan standar yang
dibutuhkan untuk pencapaian tujuan tersebut
3.
Secara efektif mempromosikan
penerapan pemakaian standar
4.
Mengembangkan standar organisasi dan
operasi secara efektif, ekonomis dan efisien
Oleh karena
itu, pelayanan bimbinngan dan konseling yang baik, benar, efektif dan efisien
dalam mengembang misi bimbingan dan konseling yang telah disepakati adalah hal
yang sangat esensial, sehinga pengakuan dan kepercayaan masyarakat akan
bertambah. Apabila akuntabilitas atau pertanggungjwaban bimbingan dan konseling
dilakukan secara periodik dan sesuai dengan ketentuan atau aturan yang berlaku,
tentu saja keberadaan bimbingan dan konseling merupakan kebutuhan pokok yang
harus diprioritaskan dalam kehidupan masyarakat
H. Kepengawasan
Robert J. Mockler (dalam Hani Handoko: 1996),
mengemukakan bahwa pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem
umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpanan serta mengambil tindakan
koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya diperlukan
dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.
Dalam
kegiatan bimbingan dan konseling pengawasannya diselenggarakan oleh pengawas
sekolah dengan tugas pokok mengadakan penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan
bimbingan dan konseling dan pembinaan terhadap guru pembimbing melalui
pemberian arahan, bimbingan, contoh, dan saran kepada guru pembimbing untuk
meningkatkan mutu pelaksaan bimbingan dan konseling di sekolah sesuai SK menpan
No. 118/1996 dan Petunjuk Pelaksanaan.
Menurit
Prayitno (2001) kegiatan pengawasan bimbingan dan konseling di sekolah dapat
diartikan sebagai kegiatan pengawas sekolah yang menyelenggarakan kepengawasan
dengan tugas pokok mengadakan penilaian dan pembinaan melalui arahan,
bimbingan, contoh, dan saran kepada guru pembimbingan tenaga lain dalam bidang
bimbingan dan konseling di sekolah.
I. Pengembangan
Munandir
(2001) menyatakan bahwa pengembangan merupakan berbagai cara atau pendekatan
yang bertujun untuk menciptakan situasi agar guru dan staf sekolah lainnya
meningkatkan kompetensi dan keterampilannya serta tumbuh secara profesional
selama berdinas. Kemudian
Prayitno dkk (2002) mengemukakan bahwa pengembangan BK diarahkan kepada semakin
meningkatnya mutu pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa oleh guru
pembimbing, dengan indikator meningkatnya:
1.
Kemampuan guru pembimbing dalam
melaksanakan layanan dan kegaitan pendukung bimbingan dan konseling
2.
Fasilitas untuk pelayanan (tempat
kegiatan, instrumen BK, Perangkat elektronik, buku panduan dan lain-lain)
3.
Kerja sama antar personil sekolah
4.
Pemanfaatan pelayanan oleh siswa
5.
Jumlah guru pembimbing (bagi
sekolah-sekolah yang masih memerlukan penambahan)
Pengembangan dilaksanakan melalui:
Pengembangan dilaksanakan melalui:
a. Kerjasama
antar guru pembimbing
b. Kerjasama
antar personil sekolah
c. Kegiatan
pengawasan oleh pangawas sekolah bidang bimbingan dan konseling
d. Pengembangan fasilitas layanan
e. Pertemuan
kesejawatan profesional (MGBK), penataran, lokakarya, pertemuan ilmiah,
keikutsertaan dalam organisasi profesi BK (ABKIN) dan studi lanjutan
J. Permasalahan manajemen dan solusi
Diantara
masalah yang timbul berkaitan dengan konsep pengelolaan dan manajemen bimbingan dan konseling adalah:
1.
Dalam hal penempatan personalia,
masih ada di beberapa sekolah guru pembimbingnya berasal dari jurusan lain,
akibatnya guru pembimbing tidak mengetahui apa yang akan dilakukan.
2.
Masih kurangnya pengetahuan
dan wawasan guru pembimbing dalam melaksanakan tugasnya seperti membuat program
maupun melaksanakan program
3.
Masih adanya ketimpangan antara
jumlah guru pembimbing dengan jumlah siswa asuh, akibatnya guru pembimbing tidak
maksimal dalam menjalankan tugasnya
4.
Masih kurangnya pengetahuan
guru mata pelajaran, kepala sekolah dan siswa mengenai peran bimbingan dan
konseling
Solusi yang
dapat diberikan berkaitan dengan permasalahan konsep pengelolaan dan manajemen
ini adalah:
1.
Dilakukan pelatihan dan
pengembangan kompetensi
2.
Guru pembimbing harus berasal dari
jurusan BK agar guru pembimbing tersebut tahu tugas dan tannggung jawabnya
3.
Dapat mengadakan
orientasi/memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak tersebut.
4.
Agar Guru pembimbing dapat bekerja
dengan hasil yang maksimal, maka sesuaikan jumlah guru pembimbing dengan jumlah
siswa asuh
REFERENCE:
Ali
imron. 2013. Proses manajemen.
Jakarta: Bumi Aksara.
Diniaty, Amirah. 2012. Evaluasi
Bimbingan dan Konseling. Pekanbaru : Zanafa Publishing.
Hani
Handoko. 1997. Manajemen. Yogyakarta: BPFE
Munandir.
2001. Enslikopedia Pendidikan. Malang: UM-Press
Muri
Yusuf. (2000). Seminar Sehari Akuntabilitas Pelayanan Bimbingan dan
Konseling. Padang: Jurusan
BK, FIP. UNP
Prayitno,
dkk. 2002. Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Balitbang Depdiknas
Sutarto. (1995). Dasar-Dasar
Organisasi. Yogyakarta: Gajah Mada Press
Terry, George R. & Leslie W. Rue. (1992). Dasar-Dasar
Manajemen. (terjemahan: G.A Ticoalu). Jakarta: Bumi Aksara
Thantawi R.
MA. 1995. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
PT. Pamator Pressindo
Tohirin. 2008. Bimbingan dan
Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada.
Usman, Husaini.
2009. Manajemen. Yogyakarta : Bumi
Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar