Rabu, Januari 20

AKUNTABILITAS DAN PENGAWASAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING



Oleh: Jumadi Tuasikal

A.    KONSEP AKUNTABILITAS  DAN  PENGAWASAN
1.      Konsep Akuntabilitas
       Akuntabilitas berasal dari bahasa inggris “ Accountability “ artinya keadaan untuk dipertanggungjawabkan. Menurut prayitno Akuntabilitas disebut juga unjuk kerja, kemudian Gibson & Mitchell mendefenisikan “akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban untuk sesuatu kepada seseorang dengan konsekwensi yang dapat diramalkan demi kinerja yang dikehendaki dan dapat dipahami dari apa yang dipertanggung jawabkan itu”.
       Konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas menejerial pada tiap tingkatan dalam suatu organisasi, yang bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan pada tiap bagian. Tiap unit pada suatu organisasi, walaupun yang kecil sekalipun bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang di laksanakan pada bagiannya. Mereka mempunyai beban tugas kegiatan tertentu dan perlu mempertanggung jawabkan kepada pemberi tugas kegiatan tersebut. Akuntabilitas tidak sama dengan responsibilitas. Akuntabilitas lebih mengacu pada pertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan pencapaian organisasi sedangkan berhubungan kewajiban melaksanakan wewenang atau amanah yang diterima. Akuntabilitas mempertanggungjawabkan pelaksanaan wewenang atau amanah tersebut.
       Bila dikaitkan dengan profesi BK, maka akuntabilitas BK dapat diartikan sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi BK dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, akuntabilitas BK harus disampaikan dihadapan pemberi wewenang tugas/amanah tentang keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program, manajemen, kekurangan dan administrtif dalam jangka waktu tertentu.
       Akuntabilitas dalam bimbingan dan konseling adalah perwujudan kewajiban konselor/guru BK/guru pembimbing atau unit organisasi (bimbingan dan konseling) untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.  Dalam hal ini konselor/guru BK/guru pembimbing berkewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kinerja dari tindakannya atau badan yang membawahinya kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk meminta jawaban atas kewenangan yang telah diberikan untuk mengelola sumber daya tertentu.
       Sumber daya yang dimaksud di atas adalah terfokus kepada prestasi akademik, perkembangan pribadi/sosial, dan karir klien. Prinsip ini mengandung arti bahwa rumusan perilaku yang hendak dicapai, sistem intervensi psikoedukatif dan assessment merupakan komponen yang terkait dalam akuntabilitas bimbingan dan konseling (Sunaryo Kartadinata, 2004).
2.      Konsep Pengawasan
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan.
Kegiatan pengawasan adalah kegiatan Pengawas Satuan Pendidikan dalam melaksanakan penyusunan program pengawasan satuan pendidikan, pelaksanaan pembinaan akademik dan administrasi, pemantauan delapan standar nasional pendidikan, penilaian administrasi dan akademik, dan pelaporan pelaksanaan program pengawasan (Depdiknas, 2009: 70).

B.     STAKEHOLDERS BIMBINGAN DAN KONSELING
     Istilah stakeholders sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain. Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isu atau suatu rencana.
Dari pengertian tersebut dapatlah dipahami bahwa dalam konteks dunia pendidikan dan lebih khusus lagi bimbingan dan konseling stakeholders yang dimaksud adalah :
1.      Siswa
2.      Orangtua
3.      Kepala Sekolah
4.      Guru
5.      Konselor
6.      Personil Sekolah
7.      Pemerintah
8.      Masyarakat.
      Keseluruhan komponen stakeholders di ataslah yang secara langsung terlibat dan terkait dalam rangka penyelenggaraan program bimbingan dan konseling. Masing-masing komponen tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda yang kesemuannya menjadi satu kesatuan yang utuh.

C.     SYARAT AKUNTABILITAS DAN PENGAWASAN
       Menurut A.Yusuf (2002), manajemen dalam suatu organisasi akan dikatakan akuntabel apabila kegiatan pelaksanaanya telah:
1.      Menentukan tujuan yang tepat
2.      Mengembangkan standar yang dibutuhkan untuk pencapai tujuan tersebut
3.      Cara efektif mempromosikan penerapan pemakaian standar
4.      Mengembangkan standar organisasi dan operasi secara efektif, ekonomis dan efisien.
     Untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dan pengawasan yang baik, maka dalam akuntabilitas itu sendiri wajib memiliki:
1.    Kemampuan menjawab yaitu (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para konselor/guru BK/guru pembimbing untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan.
2.    Konsekuensi yaitu public/klien mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak yang mereka (klien) beri kepercayaan (konselor) tentang program pelayanan, metode assessment, penilaian, penggunaan data (using data) dan tindak lanjut layanan yang telah diberikan kepadanya. Kedua hal tersebut di atas adalah ide pokok dalam membangun public trust.

D.    BENTUK AKUNTABILITAS
Akuntabilitas dibedakan menjadi beberapa tipe/bentuk, diantaranya jenis akuntabilitas dikategorikan menjadi dua bentuk yaitu :
a)      Akuntabilitas Internal
Berlaku bagi setiap tingkatan organisasi/kelembagaan/satuan pendidikan internal penyelenggaraan pemerintahan negara termasuk pemerintah itu sendiri dimana setiap pemegang mandat (dalam hal ini termasuk konselor/guru BK/guru pembimbing) baik individu maupun kelompok secara hierarki berkewajiban untuk mempertang-gungjawabkan kepada atasannya langsung mengenai perkembangan kinerja kegiatannya secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu.
b)      Akuntabilitas Eksternal.
Melekat pada setiap lembaga negara sebagai suatu organisasi/kelembagaan  untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk dikomunikasikan kepada pihak eksternal lingkungannya. Dalam hal pengkomunikasian dan pengungkapan laporan pelayanan maka jenis pengungkapan yang cukup (adequate) adalah yang paling umum digunakan, tetapi ini mengandung suatu pengertian adanya keterbatasan dalam penyajian informasi karena menurut prinsip adequate disclosure ini, informasi bisa disajikan seminimum mungkin asal cukup sehingga asas kerahasiaan klien tetap terjaga dengan baik.
c)      Akuntabilitas Spiritual
Akuntabilitas yang demikian ini meliputi pertanggungjawaban diri sendiri mengenai segala sesuatu yang dijalankannya yang hanya diketahui dan dipahami oleh dia sendiri.Oleh karena itu, akuntabilitas ini disebut juga sebagai akuntabilitas spiritual. Semua tindakan akuntabilitas spiritual didasarkan pada hubungan seseorang tersebut dengan Tuhan. Namun, apabila benar-benar dilaksanakan dengan penuh iman dan takwa, kesadaran akan akuntabilitas spiritual ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian kinerja orang tersebut. Itulah sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang berbeda dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi dengan instansi yang lainnya dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama.

E.     KRITERIA AKUNTABILITAS
Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu. Krumboltz, 1974 (dalam Gibson & Mitchell, 1981) mengidentifikasi tujuh kriteria yang harus dipenuhi jika sistem akuntabilitas adalah untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hal tersebut adalah sebagai berikut:
a.         Dalam rangka untuk menentukan domain tanggung jawab konselor, tujuan umum konseling harus disetujui oleh semua pihak.
b.         Prestasi konselor harus dinyatakan dalam hal penting yaitu perubahan perilaku yang diamati dan dirasakan oleh klien.
c.         Kegiatan konselor harus dinyatakan sebagai biaya, bukan prestasi.
d.        Sistem akuntabilitas harus dibangun untuk mempromosikan pelayanan yang efektif profesional dan pengembangan diri, bukan untuk melemparkan dan menyalahkan atau menghukum kinerja yang buruk.
e.         Dalam rangka mempromosikan pelaporan yang akurat, laporan kegagalan dan hasil yang tidak diketahui harus diizinkan dan tidak pernah dihukum.
f.          Semua pengguna dari sistem akuntabilitas harus terwakili dalam perancangan.
g.         Sistemakuntabilitas itu sendiri harus dilakukan evaluasi dan modifikasi.
Pemerintah menyusun alat ukur untuk mengukur kinerja pelayanan publik secara eksternal melalui Keputusan Menpan No. 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, yang di dalamnya terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja organisasi/kelembagaan sebagai berikut:
1.      Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2.      Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
3.      Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggungjawabnya).
4.      Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
5.      Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
6.      Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepadamasyarakat.
7.      Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
8.      Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
9.      Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.
10.  Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11.  Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
12.  Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
13.  Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
14.  Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Keempat belas indikator di atas menurut penyusun sangat cocok dan memiliki relevansi dalam pelayanan bimbingan dan konseling setting apapun.

F.      FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING
1.      Faktor Pendukung.
Kepemimpinan yang memberi teladan, Mendiskusikan program-program yang akan dilaksanakan dengan benar dan tuntas. Sehinggadapat ditentukan dengan jelas apa tujuan yang akan dicapai dan apa pula indikator kinerjanya.
a)    Ciptakan koordinasi yang baik inter dan antar unit terkait.
b)   Rumuskan standar kerja yang jelas.
c)    Komunikasikan pada semua pihak tujuan dan makna akuntabilitas.
2.      Faktor Penghambat
            Kegagalan implementasi akuntabilitas banyak ditentukan oleh :
a)     Rendahnya kesadaran tentang akuntabilitas.
b)    Kurangnya kemauan untuk menerapkan akuntabilitas.
c)     Penurunan nilai-nilai normal.
d)    Faktor budaya.
e)     Rendahnya kualitas petugas/pejabat.
f)    Krisis lingkungan.
g)   Kelemahan hukum tentang akuntabilitas.
h)   Usangnya teknologi. Rendahnya standar hidup masyarakat
                        Lebih jauh lagi dalam implementasinya apa yang menjadi konsep dan dituangkan dalam sebuah program tidak mudah dalam menjalanknnya banyak sekali faktor-faktor yag patut kita pertimbangkan dan apabila kita lupakan justru inilah yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan program bimbingan konseling. Diantara faktor-faktor yang cukup banyak itu, pemakalah mencoba mengidentifikasinya sehingga menjadi beberapa poin  yang sangat mendasar, antara lain:
a)      Kurangnya kerjasama antar personil pelaksana program dalam hal ini konselor, pimpinan, instasi penyelenggara dan pemerintah.
b)      Kurangnya pemahaman dan pengetahuan pendidik dan tenaga kependidikan serta yang paling utama adalah konselor terhadap ketentuan atau perundang-undangan yang secara spesifik mengatur pelaksanaan program.
c)      Tidak adanya konsistensi dalam menjalankan program yang telah ditetapkan dari para personil pelaksana program dan pengawas.
                  Ketiga poin diatas inilah yang sebenarnya menjadi penghambat dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah yang muaranya tidak tercapainya unjuk kerja yang efektif dan efisien.
G.    IMPLIKASI PELAKSANAAN AKUNTABILITAS DAN PENGAWASAN
Pelaksanaan akuntabilitas dan pengawasan yang baik akan menciptakan implikasi yang positif berkenaan dengan konselor (sebagai orang yang menjadi penyelenggara layanan) dan kelembagaan (tempat konselor bekerja). Hal itu tercermin dalam penatalaksanaan organisasi dan manajemen yang lebih sehat dan kompetitif.
Akuntabilitas berarti bahwa konselor sekolah dapat mempertangg-ungjawabkan dokumen pekerjaan yang dilakukannya bagi para mitra dalam proses pendidikan siswa, orang tua dan pengasuh, rekan-rekan di sekolah, dan rekan di masyarakat. konselor sekolah tidak dipilih dalam panggilan untuk data-driven pelaporan diri, melainkan adalah kesempatan bagi konselor sekolah untuk memberikan  bukti nyata dari kualitas mereka bekerja (Dollarhide & Sadinak, 2008).
Krumboltz (1974) juga mencatat bahwa kemampuan melakukan akuntabilitas menjamin upaya konselor untuk membangun sistem akuntabilitas yang memiliki kontribusi untuk diri mereka sendiri. Sebuah sistem akuntabilitas akan memungkinkan konselor untuk:
a.       Mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka.
b.      Metode konseling dapat dipilih berdasarkan keberhasilan yang telah ditunjukkan.
c.       Melakukan identifikasi klien yang selama ini kebutuhannya belum terpenuhi.
d.      Merancang metode yang singkat untuk operasional kegiatan rutin.
e.       Melakukan tukar pendapat dengan staf untuk meningkatkan pencapaian tujuan dan mencari solusi terhadap masalah-masalah yang berkembang (Gibson & Mitchell, 1981).

                Lebih lanjut Gibson & Mitchell, 1981, mengungkapkan bahwa dengan melaksanakan akuntabilitas, konselor belajar bagaimana untuk membantu klien lebih efektif dan efisien, konselor akan mendapatkan:
a.       Banyak masalah yang penyelesaiannya dilakukan berdasarkan kecakapan/kompetensi yang mendorong adanya pengakuan dari penerima layanan;
b.      Meningkatnya dukungan keuangan;
c.       Lebih baik dalam hubungan kerja dengan profesional lainnya;
d.      Diakui berdiri professional;
e.       Tingkat kepuasan terhadap layanan terus-menerus dilakukan yang diarahkan kepada sasaran perbaikan (baik program maupun implementasinya) dan adanya penghargaan yang lebih mantap.


H.    MASALAH DAN SOLUSI
1.   Masalah
a)         Masih ada kekurangan perencanaan waktu untuk melakukan assessment,    yang telah diprogramkan.
b)         Kurangnyanya partisipasi konselor dalam membuat laopran dan       penilaian serta mencari data untuk pengembangan perencanaan   assessment
2. Solusi
        Konselor harus cepat sigap dalam melakukan assessment dan mengatur jadwal sesuai dengan program yang telah dibuat, sehingga laporan dan penilaian dapat terlaksana sesuai dengan program yang ada dan dapat berkembang sesuai kebutuhannya.


DAFTAR RUJUKAN
A. Muri Yusuf. (2002). Seminar Sehari Akuntabilitas Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Padang: Jurusan BK, FIP. UNP
Depdiknas. 2009. Bahan Belajar Mandiri Kelompok Kerja Pengawas Sekolah Dimensi     Kompetensi Supervisi Manajerial. Dirjen PMPTK: Jakarta.

Dollarhide, Collete T., Sadinak, Kelli A. 2008. Comprehensive School Counseling Programs: K-12 Delivery System. New York: Pearson

Gibson, Robert L & Mitchell, Marianne H. 1981.Introduction to Counseling and Guidance. Second Edition. New York: Mc Millan Publishing.

Kartadinata, Sunaryo. 2004. Arah dan Tantangan Bimbingan dan Konseling Profesional: Proposisi Historik-Futuristik. Bandung: UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEORI PERKEMBANGAN KARIR: KRUMBOLTZ SERTA APLIKASINYA

Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd A.    Konsep Dasar             Jika kita bicara mengenai bimbingan karir melalui pendekatan pemilihan...