Jumadi Tuasikal
A.
PENGERTIAN
KENAKALAN REMAJA
1.
Pengertian
Kenakalan
Istilah
kenakalan remaja merupakan penggunaan lain dari istilah kenakalan anak sebagai
terjemahan dari juvenile delinquency.
Menurut Simanjuntak (1984) pengertian juvenile delinquency ialah apabila
perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam
masyarakat dimana ia hidup.
Menurut
Sudarsono (2012) bahwa kenakalan bukan hanya merupakan perbuatan anak yang
melawan hukum semata akan tetapi juga termasuk di dalamnya perbuatan yang
melanggar norma masyarakat. Dengan demikian masalah-masalah sosial yang timbul
karena perbuatan remaja dirasakan sangat mengganggu, dan merisaukan kehidupan
masyarakat, bahkan sebagian anggota masyarakat menjadi terancam hidupnya.
2.
Pengertian
Remaja
Menurut
Hurlock (1998 : 107) “masa remaja merupakan masa dimana seorang individu
mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan
baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan
masalah-masalah”. Sedangkan menurut Papalia dan Olds (dalam Yudrik Jahja, 2011)
bahwa masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
dewasa yang pada umunya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun. Selanjutnya menurut
pendapat Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2012 : 10) “fase remaja merupakan
fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat
dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik”.
Pada
umumnya remaja menuntut dan menginginkan kebebasan dari orang dewasa lainnya
dalam bertindak, akan tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan
akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk mengatasi setiap permasalahan
tersebut.
3.
Pengertian
Kenakalan Remaja
Menurut Kartini Kartono (2011 : 6) kenakalan
remaja (Juvenile delinquency) ialah
perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan
gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial.
Menurut Sudarsono (2012) bahwa juvenile delinquence sebagai kejahatan
anak dapat diinterpretasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak
yang menjadi pelakunya, apalagi jika sebutan tersebut secara langsung menjadi
semacam trade-mark. Sedangkan menurut
Ary (2010) bahwa juvenile delinquency ialah
perbuatan anak-anak yang melanggar norma sosial, norma hukum, norma kelompok,
dan mengganggu ketentraman masyarakat, sehingga yang berwajib terpaksa
mengambil tindakan pengamanan/penangkalan.
Berdasarkan pendapat Freud, pribadi
manusia itu terbentuk dari dorongan-dorongan nafsu-nafsu. Juga dikemukakan
olehnya bahwa ada 3 sistem dalam pembentukan pribadi manusia yang disebut Id,
Ego, dan Superego, inilah yang menjadi prinsip kesenangan yang memiliki fungsi
untuk menyalurkan enersi untuk segera meniadakan ketegangan (menuntut
kepuasan).
B.
JENIS-JENIS
KENAKALAN REMAJA
Menurut Jensen (dalam Sarlito, 2012)
membagi kenakalan remaja menjadi empat jenis yaitu;
1.
Kenakalan yang
menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokkan,
pembunuhan, dan lain-lain.
2.
Kenakalan yang
menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan
lain-lain.
3.
Kenakalan sosialyang
tidak menimbulkaan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat.
4.
Kenakalan yang melawan
status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos,
mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah
perintah mereka, dan sebagainya.
C.
FAKTOR
PENYEBAB TERJADINYA KENAKALAN REMAJA
1. Lingkungan
Keluarga
Menurut
Kartini Kartono (2011) keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan
fondasi primer bagi perkembangan anak. Selanjutnya menurut Sudarsono (2012)
keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan,
dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Koestoer (1983)
berpendapat bahwa keluarga merupakan suatu kelompok yang terkecil dalam tiap
masyarakat dimana anak untuk pertama kalinya mendapat latihan-latihan yang
diperlukan untuk hidupnya kelak dalam masyarakat.
Pentingnya
peran keluarga dalam proses perkembangan sosial anak, karena itu baik-buruknya
struktur dalam keluarga memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak.
Keluarga yang baik akan memberikan pengaaruh yang positif terhadap perkembangan
anak dan sebaliknya keluarga yang jelek akan memberikan pengeruh negatif. Sejak
kecil anak menghabiskan banyak waktunya di dalam lingkungan keluarga, maka
besar kemungkinan penyebab delinkuen timbul dari keluarga. Banyak remaja yang
ketika di tengah lingkungan keluarga dan kerabat sendiri merasa tidak berarti,
hanyut dan tidak mempunyai status sosial yang bermartabat, merasa terkungkung
dan tidak bisa berkembang, ditengah gangnya anak-anak ini dapat menemukan kompensasi
bagi segala kekurangannya (Kartini Kartono, 2011).
Menurut
Kartini Kartono (2011) sebagai berikut: Delinkuensi yang dilakukan oleh
anak-anak, para remaja dan adolesens itu pada umumnya merupakan produk dari konstitusi defektif mental orang tua,
anggota keluarga dan lingkungan tetangga dekat, ditambah dengan nafsu primitif dan agresivitas yang tidak
terkendali. Semua itu mempengaruhi mental dan kehidupan perasaan anak-anak
muda yang belum matang dan sangat labil. Dikemudian hari proses ini berkembang
menadi bentuk defektif secara mental sebagai
akibat dari proses pengkondisian oleh lingkungan sosial yang buruk jahat.
Pada
umumnya remaja yang melakukan kejahatan adalah remaja yang memiliki
pengontrolan diri rendah, sehingga mereka tidak mampu mengendalikan diri dalam
bertingkah laku. Dalam keluarga anak untuk pertama kalinya mengadakan hubungan
sosial dengan ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya, anak yang tumbuh di
dalam keluarga yang penuh kasih sayang mereka cenderung memiliki sifat-sifat
yang baik dibandingkan dengan anak yang tumbuh di dalam keluarga yang buruk.
Menurut Kartini Kartono (2011) pola kriminal ayah, ibu, atau salah seorang
anggota keluarga dapat mencetak pola kriminal hampir semua anggota keluarga
lainnya.
Menurut
Kartini Kartono (2011 : 59) sebab terjadinya kenakalan remaja dilingkungan
keluarga antara lain:
a. Anak
kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntutan pendidikan orang tua,
terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi
permasalahan serta konflik batin sendiri.
b. Kebutuhan
fisik maupun psikis anak-anak remaja menjadi tidak terpenuhi. Keinginan dan
harapan anak-anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan
kompensasinya.
c. Anak-anak
tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk
hidup susila. Mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang
baik.
Sebagai
akibat dari tiga sebab diatas adalah anak menjadi sedih, malu, merasa tidak
berguna dan muncul perasaan benci baik terhadap oraang lain maupun terhadap
diri sendiri, kemudian mereka mencari tempat yang mereka rasa nyaman di luar
lingkungan keluarga.
Dengan adanya modernisasi banyak
struktur keluarga rusak dan berakibat pada meningkatnya jumlah kenakalan dan
kejahatan anak-anak. Kerusakan pada keluarga dapat berupa perceraian, tidak
harmonisnya hubungan antar anggota keluarga yang berakibat pada rendahya
tingkat komunikasi di dalam keluargadan percekcokan yang terjadi dalam
keluarga. Menurut Koestoer Partowisastro (1983) anak-anak yang hidup dalam
keluarga yang penuh dengan percekcokan atau pertengkaran dapat menjadi anak
yang bingung (nervous), gugup, tidak tenang, ia merasa tidak aman dirumah.
Anak-anak seperti itu merasa tidak ada lagi tempat berlindung dan tempat
berpijak sehingga menimbulkan kenakalan-kenakalan yang merupakan bentuk
pelampiasan gejolak batinnya.
Menurut
kartini kartono (2011) bahwa tingkah laku delinkuen tidak hanya terbatas pada
strata sosial bawah dan strata ekonomi rendah saja; akan tetapi juga muncul pada semua kelas, khususnya di
kalangan kelurga berantakan.
Pengaruh keluarga terhadap kenakalan
remaja ialah anak-anak yang memiliki pola-pola kebiasaan delinkuen pada umumnya
merupakan anak-anak yaang berasal dari keluarga yang berantakan/penuh konflik.
Anak yang terlahir dari keluarga yang harmonis/penuh kasih sayang akan
manunjukkan perilaku yang positif, sedangkan anak yang terlahir dari keluarga
yang tidak harmonis akan berperilaku negatif dan memandang dunia penuh dengan
rasa kecurigaan (merasa tidak aman dan nyaman) sehingga mencari tempat yang
bersedia menerima mereka dengan baik diluar lingkungan keluarga, biasanya
lingkungan ini dapat mendorong anak untuk bertingkah laku negatif yang mengarah
pada perilaku delinkuen.
2. Lingkungan
Sekolah
Menurut Sudarsono (2012) bahwa sekolah
merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak
remaja. Sedangkan menurut Ary (2010) bahwa Setiap pendidikan menyiratkan bahwa
pendidikan sebagai proses sosialisasi anak dalam lingkungan sosialnya.
Kultur/budaya akademis, kritis dan kreatif, serta sportif harus terbina dengan
baik demi terbentuknya kestabilan emosi sehingga tidak mudah goncangan dan
menimbulkan akses-akses yang mengarah kepada perbuatan-perbuatan berbahaya
serta kenakalan. Menurut penelitian, bila dibandingkan dengan anak yang tidak
nakal, pada umumnya anak nakal tampak terbelakang dalam pendidikan sekolahnya.
Secara kuantitatif anak nakal tercatat sekitar 18% tak bersekolah, terlambat
sekolah sekitar 54%, dan secara kualitatif anak nakal sering membolos, kurang
kesungguahan belajar, lebih berani mencontek, dan sebagainya. Terdapat
keceenderungan yang khas bahwa anak nakal kurang ingin melanjutkan studi ke
jenjang yang lebih tinggi dibanding dengan anak yang tidak nakal. Kebanyakan
anak nakal ingin cepat bekerja dan mendapatkan nafkah.
Dewasa ini sering terjadi perlakuan guru yang
tidak adil, hukuman/sanksi-sanksi yang kurang menunjang tercapainya tujuan
pendidikan, ancaman yang tiada putus-putusnya disertai disiplin yang terlalu
ketat (Sudarsono: 2012).
3. Lingkungan
Masyarakat
Menurut
Sudarsono (2011) anak remaja sebagai anggota masyarakat selalu mendapat
pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik langsung maupun tidak
langsung. Dikalangan masyarakat banyak sekali terjadi kejahatan seperti:
pencurian, pembunuhan, pelecehan seksual, gelandangan, penganiayaan.
Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja menurut Kartini Kartono (2011 : 25) di
golongkan dalam 4 (empat) teori, yaitu :
a. Teori
Biologis
Tingkah
laku sosiopatik atau kenakalan pada anak-anak dan remaja dapat muncul karena
faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang, juga dapat cacat
jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung :
1) Melalui
gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui kombinasi gen,
dapat juga di sebakan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bisa
memunculkan penyimpangan tingkah laku, dan anak-anak menjadi kenakalan secara
potensial.
2) Melalui
pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal), sehingga
membuahkan tingkah laku kenakalan.
3) Melalui
pewarisan kelemahan konstitutional jasmaniah tertentu yang menimbulkan tigkah
laku yang sosiopatik. Misalnya cacat jasmaniah bawaan brachydac-tylisme (berjari-jari
pendek) dan diabetes inspidus (sejenis penyakit gula) itu erat
berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit mental.
b. Teori
Psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah
laku delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaan. Antara lain
faktor inteligensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah,
fantasi, rasionalisasi internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi
yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis.
c. Teori
Sosiogenis
Para
sosiolog berpendapat penyebab tingkah laku kenakalan pada anak-anak remaja ini
adalah murni sosiologis atau sosial-psikologis sifatnya. Misalnya di sebabkan
oleh pengaruh subkultursosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial,
status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor
kultural dan sosial itu sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi struktur
lembaga-lembaga sosial dan peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat,
status individu di tengah kelompoknya partisipasi sosial, dan
pendefinisian-diri atu konsep-dirinya. Jadi sebab-sebab kenakalan anak remaja
itu tidak hanya terletak pada lingkungan familial dan tetangga saja, akan tetapi
terutama sekali disebabkan oleh konteks kulturnya.
d. Teori
Subkultur
Subkultur
delinkuen remaja mengaitkan sistem nilai, kepercayaan/keyakinan, ambisi-ambisi
tertentu (misalnya ambisi materil, hidup bersantai, pola kriminal, relasi
heteroseksual bebas, dll) yang memotivasi timbulnya kelompok-kelopok remaja
brandalan dan kriminal. Sedang perangsangnya bisa berupa: hadiah mendapatkan
status “terhormat” di tengah kelompoknya, prestise sosial, relasi sosial yang
intim, dan hadiah-hadiah materiil lainnya. Menurut teori subkultur ini, sumber juvenile delinquency ialah: sifat-sifat
suatu struktur sosial dengan pola budaya (subkultur) yang khas dari lingkungan
familial, tetangga dan masyarakat yang didiamioleh para remaja delinkuen
tersebut. Sedangkan menurut Zahratu (2012) faktor-faktor penyebab kenakalan remaja, yaitu:
1.
Faktor internal:
a.
Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis
pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama,
terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua,
tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal
mencapai masa integrasi kedua.
b. Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari
dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat
diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah
mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan
kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
2.
Faktor eksternal:
a.
Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota
keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif
pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan
anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi
anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b.
Teman sebaya yang kurang baik
c.
Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
D. DAMPAK KENAKALAN REMAJA
Kenakalan
remaja dampak berdampak bagi siapapun (Haryanto, 2011), yaitu:
- Kenakalan dalam keluarga: Remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal yang negatif, di sinilah peran orang tua. Orang tua harus mengontrol dan mengawasi putra-putri mereka dengan melarang hal-hal tertentu. Namun, bagi sebagian anak remaja, larangan-larangan tersebut malah dianggap hal yang buruk dan mengekang mereka. Akibatnya, mereka akan memberontak dengan banyak cara. Tidak menghormati, berbicara kasar pada orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua adalah contoh kenakalan remaja dalam keluarga.
- Kenakalan dalam pergaulan: Dampak kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal pergaulan. Sampai saat ini, masih banyak para remaja yang terjebak dalam pergaulan yang tidak baik. Mulai dari pemakaian obat-obatan terlarang sampai seks bebas.Menyeret remaja pada sebuah pergaulan buruk memang relatif mudah, dimana remaja sangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang menawarkan kenyamanan semu. Akibat pergaulan bebas inilah remaja, bahkan keluarganya, harus menanggung beban yang cukup berat.
- Kenakalan dalam pendidikan: Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum terjadi, namun tidak semua remaja yang nakal dalam hal pendidikan akan menjadi sosok yang berkepribadian buruk, karena mereka masih cukup mudah untuk diarahkan pada hal yang benar. Kenakalan dalam hal pendidikan misalnya, membolos sekolah, tidak mau mendengarkan guru, tidur dalam kelas, dll.
- Dampak kenakalan remaja pasti akan berimbas pada remaja tersebut. Bila tidak segera ditangani, ia akan tumbuh menjadi sosok yang bekepribadian buruk.
- Remaja yang melakukan kenakalan-kenakalan tertentu pastinya akan dihindari atau malah dikucilkan oleh banyak orang. Remaja tersebut hanya akan dianggap sebagai pengganggu dan orang yang tidak berguna.
- Akibat dari dikucilkannya ia dari pergaulan sekitar, remaja tersebut bisa mengalami gangguan kejiwaan. Yang dimaksud gangguan kejiwaan bukan berarti gila, tapi ia akan merasa terkucilkan dalam hal sosialisai, merasa sangat sedih, atau malah akan membenci orang-orang sekitarnya.
- Dampak kenakalan remaja yang terjadi, tak sedikit keluarga yang harus menanggung malu. Hal ini tentu sangat merugikan, dan biasanya anak remaja yang sudah terjebak kenakalan remaja tidak akan menyadari tentang beban keluarganya.
- Masa depan yang suram dan tidak menentu bisa menunggu para remaja yang melakukan kenakalan. Bayangkan bila ada seorang remaja yang kemudian terpengaruh pergaulan bebas, hampir bisa dipastikan dia tidak akan memiliki masa depan cerah. Hidupnya akan hancur perlahan dan tidak sempat memperbaikinya.
Ari
H. Gunawan. (2010). Sosiologi Pendidikan:
Suatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan. Jakarta:
Rineka cipta.
Haryanto.
(2011). Akibat kenakalan remaja. (online). Di akses 14 februari 2015.
Hurlock.
(1996). Psikologi Perkembangan (Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang kehidupan). Terjemahan Istiwidayanti dan
Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Kartini
Kartono. (2011). Patologi Sosial.
Jakarta: Rajawali Pers.
Kartini
Kartono. (2011). Patologi Sosial 2
Kenakalan Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Koestoer
Partowisastro. (1983). Dinamika Psikologi
Sosial. Jakarta: Erlangga.
Mohammad
Ali dan Mohammad Asrori. (2012). Psikologi
Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Sarlito
W. Sarwono. (2012). Psikologi Remaja.
Jakarta: Rajawali Pers.
Simanjuntak,
B. (1984). Latar belakang kenakalan remaja. Bandung: Alumni.
Sudarsono.
(2012). Kenakalan Remaja. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Yudrik, J. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Zahratu
Najedah. (2012). Dampak kenakalan remaja. (online). Di akses 14 februari
2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar