Jumadi Tuasikal
A.
PENGERTIAN
PERKEMBANGAN SOIAL
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan
tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed),
memerlukan tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan
sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan
dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock
(1996) tiga proses dalam perkembabangan sosial adalah sbb:
a.
Berprilaku
dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya
harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus
menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari
masyarakat atau lingkungan sosial tersebut.
b.
Memainkan peran
di lingkungan sosialnya.
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan
dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat
memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.
c.
Memiliki Sikap
yang positif terhadap kelompok Sosialnya
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang
menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi
berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai
anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi dan juga
untuk meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan
bekerja sama. Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai
jenjang menjelang dewasa, pada jenjang ini kebutuhan remaja telah cukup
kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas.
Kelompok sebaya ialah anak-anak atau remaja yang
memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama yang saling
berinteraksi dengan kawan- kawan sebaya yang berusia sama dan memiliki peran
yang unik dalam budaya atau kebiasaannya. Kelompok sebaya mempunyai peran
penting dalam penyesuaian diri remaja, dan persiapan bagi kehidupan di masa
mendatang, Berperan pula terhadap pandangan dan perilakunya. Kelompok teman
sebaya berperan pada saat remaja mengahadapi konflik antara ingin bebas dan
mandiri serta ingin merasa aman, pengganti yang hilang dan dorongan kepada rasa
bebas yang dirindukannya. Berperan dalam memberikan persepsi agar ia tidak
merasa kerdil diantara orang-orang dewasa umumnya.
B.
TINGKAH LAKU
PROPOSIAL ATAU SOSIAL POSITIF
1.
Tingkah Laku Altruistik
Perilaku prososial adalah tindakan yang menguntungkan
orang lain tetapi tidak memberikan keuntungan yang nyata bagi orang yang
melakukan tindakan tersebut. Perilaku prososial kadang-kadang dapat melibatkan
risiko di pihak orang yang memberikan bantuan. Istilah-istilah lain, seperti
perilaku menolong, amal kebajikan, dan volunterisme juga digunakan untuk
menggambarkan tentang hal-hal “baik” yang dilakukan orang untuk memberikan
bantuan yang dibutuhkan kepada orang lain.
Istilah altruisme terkadang digunakan secara
bergantian dengan tingkah laku prososial, tetapi altruisme yang sebenarnya
adalah tingkah laku yang merefleksikan pertimbangan untuk tidak mementingkan
diri sendiri demi kebaikan orang lain. Terdapat juga istilah bystander yang
merupakan orang yang kebetulan ada di tempat kejadian dan turut menyaksikan
kejadian itu.
2.
Model Pengambilan Keputusan Untuk
Membantu Orang Lain
a.
Menyadari adanya situasi darurat.
b.
Menginterpretasikan keadaan sebagai
situasi darurat.
c.
Mengasumsikan bahwa adalah tanggung
jawabnya untuk menolong
d.
Mengetahui apa yang harus dilakukan.
e.
Mengambil keputusan terakhir untuk
menolong.
3.
Pengaruh Pribadi Dalam Tingkah Laku Prososial
Terdapat faktor-faktor tambahan yang juga memiliki pengaruh pada kemungkinan bystander menolong atau tidak, yaitu:L
Terdapat faktor-faktor tambahan yang juga memiliki pengaruh pada kemungkinan bystander menolong atau tidak, yaitu:L
a.
Menolong orang yang disukai.
b.
Atribusi menyangkut tanggung jawab
korban.
c.
Model-model prososial: Kekuatan dari
contoh positif.
Sikap prososial atau altruisme juga merupakan sikap
keikhlasan untuk menolong atau membantu orang lain, yakni perilaku yang
cenderung memberi kontribusi baik fisik maupun psikis yang memberikan kebaikan
atau kesejahteraan kepada orang lain (Wispe, 1972 dalam Brigham,1991).
Dapat pula didefenisikan bahwa perilaku prososial
adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus
menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan
tersebut dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong.
Beberapa Definisi perilaku proposial menurut para ahli
yaitu sebagai berikut :
1.
Perilaku prososial menurut William
(1981) adalah tingkah laku seseorang yang bermaksud merubah keadaan psikis atau
fisik penerima sedemikian rupa, sehingga si penolong akan merasa bahwa si
penerima menjadi lebih sejahtera atau puas secara material ataupun psikologis.
2.
Bartal (1977) mengemukakan perilaku
prososial adalah tingkah laku yang menimbulkan konsekuensi positif bagi
kesejahteraan fisik maupun psikis orang lain. Berdasarkan dorongan atau alasan
seseorang menolong orang lain dapat klasifikasi sebagai berikut :
a.
Dorongan Agama (Charity drive), jadi
seseorang menolong atau membantu orang lain baik dalam bentuk pertolongan
materi, tenaga, informasi atau pendidikan karena didorong oleh keinginan
beramal dan keinginan mendapatkan pahala dengan balasan surga dihari kiamat
atau mendapatkan rahmat serta perlindungan dari Tuhan sesuai dengan ajaran
agamanya. Sifatnya ada yang bersifat wajib artinya ketika seseorang memiliki
kemampuan tapi tidak menolong atau menunaikan kewajibannya maka orang itu
dianggap berdosa dalam Islam seperti kewajiban zakat, atau bersifat keutamaan
artinya seorang berdasarkan ajaran agamanya tidaklah diwajibkan akan tetapi
jika dia menolong maka dia akan mendapatkan keutamaan, bentuknya seperti
infaq/sadaqoh. Perasaan berdosa akan mengganggu perasaan orang, dengan
menunaikan kewajiban sesuai dengan ajaran agamanya maka akan timbul perasaan
puas yang memicu kebahagiaan.
b.
Dorongan Kemanusiaan (Philantrofy
Drive), jadi seseorang menolong orang lain karena adanya dorongan kemanusiaan,
sebagai implikasi dari fungsi afektif yang menimbulkan perasaan iba atau
perasaan kasihan kepada orang tersebut, dia seperti merasakan penderitaan orang
lain, sehingga hatinya merasa tergugah dan menjadi gelisah ketika tidak
menolong orang tersebut.
c.
Dorongan Profesi (Profesional
Drive). Artinya orang itu menolong karena memang didasarkan atas tugas-tugas
profesi, berdasarkan atas keahlian atau keterampilan yang dimiliki, serta
berdasarkan kode etik yang telah mengatur profesi tersebut. Praktek pertolongan
yang diberikan berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah, memiliki otoritas profesi dan
juga dibatasi oleh nilai-nilai dan etika tertentu, sikap dan praktek
pertolongannya diawasi dan dikontrol oleh sebuah lembaga profesi dan masyarakat
berhak melakukan klaim jika praktek yang dilakukan tidak sesuai dengan etika
yang berlaku. Seorang profesi biasanya mendapatkan bayaran dan telah menentukan
tarif layanan profesi kepada pengguna jasanya. Contohnya; Pekerja sosial,
Dokter, Psikolog, psikater dll.
Beberapa strategi yang bisa dipakai guru untuk
meningkatkan perilaku prososial murid (Santrock;2008, Honig & Wittmer,
1996; Wittmer & Honig, 1994) :
a.
ankan konsiderasi kebutuhan orang
lain.
b.
Jadilah contoh perilaku prososial
c.
Beri label dan identifikasi perilaku prososial
dan antisosial
d.
Nisbahkan perilaku positif untuk setiap
murid
e.
Perhatikan dan dorong perilaku
secara sosial secara positif tetapi jangan terlalu banyak menggunakan ganjaran
eksternal.
f.
Bantu anak untuk mengambil sikap dan
memahami perasaan orang lain
g.
Gunakan strategi disiplin yang
positif.
h.
Pimpin diskusi tentang interaksi prososial
i.
Kembangkan proyek kelas dan sekolah
yang bisa meningkatkan altruisme.
C. KEKHASAN PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA
Perkembangan sosial pada masa puber dapat
dilihat dari dua ciri khas yaitu mulai terbentuknya kelompok teman
sebaya baik dengan jenis kelamin yang sama atau dengan jenis kelamin yang
berbeda dan mulai memisahkan diri dari orang tua.
a.
Kelompok Teman
Sebaya
Percepatan perkembangan
pada masa puber berhubungan dengan pemasakan seksual yang akhirnya
mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa
remaja biasanya anak sudah mampu menjalin hubungan yang erat dengan
teman sebaya. Seiring dengan itu juga timbul kelompok anak-anak untuk bermain
bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas kelompok anak sebelum
pubertas adalah bahwa kelompok tadi terdiri daripada jenis
kelamin yang sama. Persamaan sex ini dapat membantu timbulnya identitas jenis
kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan identifikasi yang mempersiapkan
pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa puber anak sudah mulai berani
untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai kegiatan.
Selama tahun pertama masa puber,
seorang remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata
lain, teman-teman atau tetangga seringkali adalah anggota kelompok remaja.
Biasanya kelompoknya lebih heterogen daripada kelompok teman sebaya.
Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu
campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin
intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesi
yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma kelompok
tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya.
Karena pada masa ini ia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok
daripada mengembangkan pola pribadi. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma
kelompok membuatnya sulit untuk membentuk keyakinan diri.
b.
Melepas dari
orang tua
Tuntutan untuk memisahkan diri
dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya merupakan suatu reaksi
terhadap status intern anak muda. Sesudah mulainya pubertas timbul suatu
diskrepansi yang besar antara kedewasaan jasmaniah dengan ikatan sosial
pada milienu orang tua. Dalam keadaan
seperti ini banyak pertentangan-pertentangan antara remaja awal dengan orang
tua, diantaranya:
a.
Perbedaan
standar perilaku
Remaja awal sering menganggap bahwa standar
perilaku orang tuanya kuno sedangkan dirinya dianggap modern. Mereka
mengharapkan agar orang tuanya mau menyesuaikan diri dengan perilakunya yang
modern.
b.
Merasa menjadi
korban
Remaja sering merasa benci kalau status sosial
ekonominya tidak memungkinkan mempunyai simbol status yang sama dengan teman
sebayanya.
Seperti pakaian, sepatu, accecoris,dll. Pada
usia ini ia paling tidak suka jika diperintah mengerjakan pekerjaan di
rumah.
c.
Prilaku yang
kurang matang
Biasanya orang tua mengembangkan pola menghukum
bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab dan
jajan semaunya. Pelarangan dan menghukum membuatnya benci kepada orang
tua.
d.
Masalah palang
pintu
Kehidupan sosial yang aktif menyebabkan ia sering
melaggar peraturan. Seperti waktu pulang dan mengenai dengan siapa dia
berhubungan, terutama dengan lawan jenis.
e.
Metode
Disiplin
Jika metode disiplin yang diterapkan orang tua
dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan maka remaja akan memberontak.
Pemberontakan terbesar dalam keluarga terjadi jika salah satu orang tua dominan
daripada lainnya. Hal ini menyebabkan pola asuh cenderung otoriter.
Di Indonesia perkembangan remaja
masih ada keterbatasannya. Di satu sisi walaupun ingin melepas dari orang
tua namun pada kebanyakan remaja awal masih tinggal bersama orang tua.
Selain itu juga secara ekonomik masih bergantung kepada orang tua.
Mereka juga belum bisa kawin, secara budaya hubungan seksual tidak
diperkenankan sesuai dengan norma agama dan sosial, meskipun mereka sudah bisa
mengadakan kencan-kencan dengan teman lain jenis. Mereka berusaha
mencapai kebebasan dalam berpacaran. Mereka mempunyai kecenderungan yang sama
untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usia dan jenis kelaminnya. Hal
ini berarti sebagai tanda kedewasaan, mereka mulai mengorbankan sebagian besar
hubungan emosi mereka dengan orang tua mereka dalam usaha menjadi anggota
kelompok teman sebaya.
Menurut Maccoby (1984) sistem
hubungan orang tua dan anak dalam keluarga berubah dari hubungan regulasi
menjadi hubungan yang coregulasi., dimana dalam hal ini orang tua telah makin
memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri pada anak. Hal ini bukan berarti
menghalangi hubungan yang koperatif antara orang tua dan anak-anaknya. Biasanya
komunikasi yang terjalin dengan ibu jauh lebih dekat daripada dengan ayah.
Komunikasi dengan ibu meliputi permasalahan sehari-hari, sedangkan permasalahan
dengan ayah perasaan remaja dalam hidup di masyarakat.
Pada anak wanita pelepasan ini
agak lebih sukar hal ini disebabkan adanya interaksi antara sifat kewanitaanya dengan nilai-nilai
masyarakat di sekelilingnya.
Di Indonesia khususnya dalam
masyarakat Jawa anak wanita diharapkan untuk mencintai orang tua dan keluarga
dalam arti yang lebih,misalnya merawat, memelihara dan bertanggung jawab
terhadap rumah dan keluarga. Namun demikian bukan berarti bahwa anak wanita
tidak mempunyai kesempatan yang sama dalam masyarakat.
Dalam masa remaja awal ini ,
keinginan untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk
menemukan dirinya sendiri. Menurut Erikson ditinjau dari perkembangnan
sosial menamakan proses ini sebagai mencari identitas diri, yaitu menuju
pembentukan identitas diri ke arah individualitas yang mantap dimana hal ini
merupakan aspek penting dalam perkembangan diri menuju kemandirian.
Usaha remaja awal dalam mencapai
origininalitas juga sekaligus menunjukkan pertentangan terhadap
orang dewasa dan solidaritas terhadap teman sebaya. Prinsip emansipasi
memungkinkan bahwa kedua gerak antara menuju kemandirian dengan ketergantungan
dengan orang tua menimbulkan jarak antar generasi (generation gap).
Jarak antar generasi yang
dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak ada hubungan baik. Memang pada
kenyataannya pada usia anak seperti ini orang tua sering tidak mengerti
melakukan hal-hal yang tidak seperti mereka harapkan. Biasanya pada saat ini
mulai muncul bibit-bibit pertentangan antara anak dan orang tua. Berdasarkan
hasil penelitian perbedaan pendapat antara anak dan orang tua antara lain
penampilan, pemilihan teman, jam pulang sekolah yang tidak tepat, kurang
hormat terhadap orang yang lebih tua, dll. Memang pada saat ini remaja
lebih progresif dibandingkan orang tuanya.
D. PERMASALAHAN DALAM PERKEMBANGAN
REMAJA
Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan
sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di
lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group
dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan
merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan
sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan
memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya
terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua
dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah.
Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai
adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan
ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia
masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan
pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa
remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan
khususdengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan
penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga
ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma
yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik
nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self
identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan
menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika
remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas
atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem
kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya.Reaksi-reaksi
dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja
dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering
merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang
berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat
dari ketidakstabilan emosinya.
Selain yang telah dipaparkan di atas, tentunya masih banyak problema
keremajaan lainnya. Timbulnya problema remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik internal maupun eksternal. Agar remaja dapat terhindar dari berbagai
kesulitan dan problema kiranya diperlukan kearifan dari semua pihak.
E. USAHA-USAHA SEKOLAH DAN ORANG TUA
DALAM MENGAKTIVASI PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA
Upaya yang dilakukan sekolah dalam membantu siswa
mencapai perannya dalam hubungan sosial
a.
Memberi pengajaran atau bimbingan
tentang keterampilan sosial memberi kesempatan pada siswa untuk aktif dalam
kegiatan-kegiatan kelompok
b.
Memberi kesempatan pada siswa untuk
aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok
c.
Mengajak siswa mengenai hidup
demokratis atau pertemanan secara sehat bersama siswa mendiskusikan masalah
peranan sosial pria atau wanita dalam masyarakat
d.
Menugaskan siswa untuk mengamati
kehidupan
1.
Perilaku
guru yang efektif:
a.
Menampilkan sikap yang bersemangat
b.
Memperlihatkan perhatian terhadap siswa &
kegiatan kelas
c.
Bergirang hati & optimis
d.
Memiliki kemampuan mengendalikan
diri & tidak mudah bingung
e.
Senang bergurau/humor
f.
Mengakui/menyadari kesalahan sendiri
g.
Bersikap adil & objektif dalam
memperlakukan siswa
h.
Bersikap sabar
i.
Menunjukkan sikap memahami &
simpati dalam bekerja dengan siswa
j.
Bersahabat & ramah dalam bergaul
dengan siswa
k.
Membantu siswa dalam memecahkan
masalahnya (pribadi/pendidikan)
l.
Memberikan komentar & penhargaan
kepada siswa yang mengerjakan tugas.
m.
Menerima & menghargai usaha
siswa
n.
Memiliki kemampuan untuk
mengantisipasi reaksi orang lain
o.
Mendorong siswa untuk mencoba
melakukan sesuatu dengan cara yang terbaik
p.
Merencanakan & mengorganisasikan
prosedur pembelajaran dikelas
q.
Bersifat fleksibel dalam merencanakan
prosedur pembelajaran
r.
Mengatisipasi kebutuhan siswa
s.
Menstimulasi siswa melalui materi
& teknik yang menarik
t.
Mendemonstrasikan & menerangkan materi
pembelajaran dengan jelas
u.
Memberikan tugas dengan jelas
v.
Mendorong siswa untuk memecahkan masalahnya
sendiri.
w.
Menegakkan disiplin dengan cara yang
positif
x.
Memberikan bantuan kepada siswa
secara ikhlas
y.
Mengetahui secara awal & mencoba
memecahkan berbagai masalah potensial
2.
upaya yang bisa dilakukan ortu untuk
sosialisasi pemkembangan sosial yang dicapai anak yaitu:
a.
Memberikan makanan dan memelihara
kesehatan fisik anak
b.
Melatih dan menyalurkan kebutuhan
fisiologis, toilet training, menyapih dan memberikan makanan padat
c.
Mengajar dan melatih keterampilan
berbahasa, persepsi, fisik, merawat diri dan keamanan diri
d.
Mengenalkan lingkungan kepada anak,
keluarga, sanak keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar
e.
Mengajarkan tentang budaya,
nilai-nilai agama dan mendorong anak untuk menerimanya sebagai bagian dirinya
f.
Mengembangkan keterampilan
interpersonal motif, perasaan dan perilaku dalam berhubungan dengan orang lain
g.
Membimbing, mengoreksi dan membantu
anak untuk merumuskan tujuan dan merencanakan aktivitasnya
3.
Pencapaian perkembangan anak :
a.
Mengembangkan sikap percaya kepada
orang lain (development of trust)
b.
Mampu mengendalikan dorongan
biologis dan belajar untuk menyalurkannya pada tempat yang diterima masyarakat
c.
Belajar mengenal objek-objek,
belajar bahasa, berjalan, mengatasi hambatan, berpakaian dan makan
d.
Mengembangkan pemahaman tentang
tingkah laku sosial belajar menyesuaikan perilaku dengan tuntutan lingkungan
e.
Mengembangkan pemahaman tentang
baik-buruk, merumuskan tujuan dan kriteria pilihan dan berperilaku yang baik
f.
Belajar memahami perspektif orang
lain dan merespon harapan/pendapat mereka secara selektif
g.
Memiliki pemahaman untuk mengatur
diri dan memahami kriteria untuk menilai penampilan perilaku sendiri
Terima kasih artikelnya. Senang andai kita bisa chating lewat whatsapp. Nmr saya : 085647158026.
BalasHapus